Beginilah Tahapan Ditjen PAS Membina Napi Terorisme

Rabu, 02 Agustus 2017 – 21:40 WIB
Penjara. Foto: dok.JPG

jpnn.com, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memiliki jurus khusus untuk membina narapidana perkara terorisme. Menurut Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi Ditjen PAN Harun Sulianto, ada tiga tahap untuk membina napi tindak terorisme (napiter).

Harun menjelaskan, tahap pertama dalam membina napi terorisme adalah melakukan pembinaan kepribadian melalui cara rehabilitasi. Sedangkan tahap keduanya adalah melakukan pembinaan kemandirian melalui cara reedukasi.

BACA JUGA: BPHN Kemenkumham Studi Banding di Australia, Inilah Hasilnya

Sedangkan tahap ketiga ketiga adalah reintergrasi melalui cara resosialisasi. “Tahap-tahap pembinaan narapidana teroris dilakukan dari tahap awal, tahap lanjutan pertama dan kedua, dan tahap terakhir,” tuturmya di Jakarta, Rabu (2/8).

Harun menambahkan, Ditjen PAS juga mengidentifikasi para napiter. Yaitu dengan kegiatan penelitian baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

BACA JUGA: Kemenkumham Bakal Pasok Data Korporasi Penjahat Lingkungan ke KLHK

Tujuannya adalah untuk menilai tingkat radikalisme narapidana teroris, mengetahui tipologi pemahaman dan sikap keagamaannya dan keluarganya, serta memetakan jaringannya.

BACA JUGA: Kemenkumham Siapkan Lapas dan Rutan Khusus Napi Narkoba Kelas Kakap

Metode yang dilakukan adalah melalui wawancara, kuesioner dan data yang kemudian diolah dengan penghitungan statistik.

 “Temuan-teman dari kegiatan identifikasi berguna sebagai bahan persiapan program rehabilitasi,” ujar Harun menjelaskan.

Menurutnya, proses identifikasi bertujuan untuk mengetahui kondisi awal narapidana teroris sebelum mendapatkan rehabilitasi, baik secara psikologis dan sosiologis. Sehingga, data itu bisa digunakan sebagai acuan penyusunan program intervensi deradikalisasi yang personalized atau yang disesuaikan dengan kondisi atau kebutuhan perorangan napiter.

Informasi tersebut juga dapat dijadikan bahan evaluasi keberhasilan kerja program rehabilitasi dan reedukasi. Lalu saat tahapan akhir reedukasi, narapidana teroris dapat kembali diperiksa dengan alat yang sama seperti yang digunakan pada tahapan identifikasi. 

“Supaya  dilihat perubahan nilai yang mereka dapatkan pada masing-masing aspek,” tutur Harun.

Ditjen PAS juga telah melakukan pembinaan kepada napiter yang tersebar di 23 kantor wilayah (Kanwil) Kemenkumham di Indonesia. Napiter menjalani hukuman di 74 Unit pelaksana teknis yang terdiri atas 71 lembaga pemasyarakatan dan 1 rumah tahanan Negara. 

Adapun per 28 Desember 2016, total napiter mencapai 250 orang. Ditjen PAS juga mencatat 239 napi dikenai UU Terorisme, dua napi dijerat UU Darurat, enam napi menyalahi tindak pidana umum yang terindikasi radikal, sedangkan 3 orang masih berstatus tahanan.

“Dan masih terdapat sekitar 100-an orang tahanan dan narapidana yang masih proses persidangan dan pengembangan penyelidikan di Mako Brimob Kelapa Dua Depok,” ungkapnya.

Harun menambahkan, Ditjen PAS memiliki  9 dasar hukum untuk membina napiter. Ada yang berupa undang-undang, peraturan pemerintah, ataupun peretuan menteri hukum dan HAM.(adv/jpnn)

Berikut ini adalah dasar-dasar hukum pembinaan napi terorisme:

  1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
  2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.
  3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
  4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
  5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
  6. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat.
  7. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.02-PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan.
  8. Peraturan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor PAS-58.OT.03.01 Tahun 2010 tentang Prosedur Tetap Perlakuan Narapidana Resiko Tinggi.
  9. Nota Kesepahaman Bersama Antara Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia tentang Penanggulangan Terorisme Nomor: M.HH-04.HM.05.02 Tahun 2014 dan Nomor: B/K.BNPT/7/2014.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Pesan Kemenkumham untuk Aparatur Pembentuk Produk Hukum Daerah


Redaktur & Reporter : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler