jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Sadar Subagyo mengatakan konsumen berhak tahu soal informasi legal sebuah produk, termasuk rokok.
Sadar pun mengkritisi kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek, karena rawan pemalsuan produk hasil tembakau.
BACA JUGA: Bea Cukai Langsa Hentikan Pengiriman Satu Juta Batang Rokok Ilegal
Menurutnya, kebijakan rokok tanpa merek tidak hanya berdampak pada industri hasil tembakau, tetapi juga mengancam keberlangsungan para petani.
"Tidak hanya industri tembakau yang terdampak, tetapi juga sektor-sektor lain yang terkait, termasuk petani tembakau. Ini menjadi kekhawatiran HKTI," ujar Sadar kepada awak media, Selasa (8/10).
BACA JUGA: Bea Cukai Gelar Sosialisasi Gempur Rokok Ilegal di Malang
Dia menuturkan industri hasil tembakau menjadi ekosistem yang saling berkaitan antara satu sama lain. Jika satu aspek terdampak, akan menyebar ke sektor lain secara sistemik.
HKTI juga menyoroti narasi yang sering digunakan oleh pihak anti-tembakau, termasuk Kementerian Kesehatan (Kemenkes), yang menyarankan agar petani tembakau beralih ke tanaman lain.
BACA JUGA: Kunjungi Pabrik Rokok & Etil Alkohol, Bea Cukai Berikan Asistensi Cukai
Menurut Sadar, petani memiliki independensi penuh untuk memilih tanaman yang ingin digarap tanpa tekanan untuk beralih.
Toh, kata dia, pertanian tembakau menjadi mata pencaharian utama menyejahterakan jutaan petani, bahkan di daerah kering.
"Petani tembakau sama saja nasibnya dengan petani komoditas lainnya. Keprihatinan terhadap nasib petani tidak harus spesifik menunjuk pada komoditas tertentu," lanjut Sadar.
Menanggapi klaim petani tembakau dan cengkeh tidak sejahtera, Sadar menyatakan bahwa regulasi yang menekan menjadi satu penyebabnya.
"Pemerintah ke depan sebaiknya memberikan aturan yang adil dan berimbang agar semua pihak mendapatkan kenyamanan dalam berusaha," kata dia.
Sadar berharap pemerintahan era Prabowo Subianto yang juga pernah menjabat Ketua Umum HKTI bisa memberikan perhatian yang lebih terhadap nasib petani dan industri tembakau.
"Kami berharap pemerintahan baru mampu memberikan perlindungan yang lebih baik bagi sektor tembakau dan petaninya," ungkap Sadar.
Dia kemudian menyinggung mengenai rencana ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) di Indonesia yang sebenarnya perlu ditolak.
Menurutnya, aturan yang dibawa oleh FCTC tidak cocok dengan kondisi khas Indonesia yang memiliki banyak petani dan tenaga kerja di mata rantai tembakau.
Tanpa ratifikasi pun, kata Sadar, petani sudah tertekan. Dia menyebut jangan sampai kondisi tersebut diperparah.
"Jangan ada lagi aturan menekan seperti perkembangan FCTC saat ini. Sebaiknya Indonesia membuat aturan nasional sendiri yang sesuai dengan situasi dan kebutuhan negara kita," ujar dia. (ast/jpnn)
Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Aristo Setiawan