jpnn.com - JAKARTA - Upaya ekstensifikasi atau penambahan basis wajib pajak terus diupayakan. Salah satu yang bakal disasar adalah pembeli rumah dan mobil.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, tax compliance atau ketaatan pajak masyarakat Indonesia tergolong rendah, termasuk orang-orang kaya yang selama ini tidak membayar pajak penghasilan (PPh) karena tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
BACA JUGA: Rachmat Gobel Bahas Peluang Kerjasama dengan Enam Negara
''Karena itu, nanti para pembeli rumah dan mobil wajib menyertakan NPWP,'' ujarnya akhir pekan lalu.
Mengapa rumah dan mobil? Bambang menyebut, rumah dan mobil adalah barang yang relatif mahal. Karena itu, pembelinya dinilai sudah mampu secara finansial dan layak menjadi wajib pajak.
BACA JUGA: Dukung Langkah Pemerintah Tuntaskan Kasus IM2
''Makanya, setiap transaksi barang-barang mahal nanti harus ada NPWP nya, rumah dan mobil itu contohnya saja,'' katanya.
Menurut Bambang, ketentuan tersebut akan dijabarkan lebih detil. Misal, karena ada rumah-rumah bersubsidi yang diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu. ''Tapi, kalau karyawan atau pekerja perusahaan, biasanya sudah terdaftar NPWP nya. Ini kita bicara yang nonkaryawan,'' ucapnya.
BACA JUGA: Pengusaha Optimistis Pasokan Listrik di Sumut Segera Stabil
Selama ini, banyak masyarakat pemilik bisnis kecil atau menengah yang penghasilannya jauh di atas para karyawan, namun tidak memiliki NPWP karena bisnisnya juga belum terdaftar. Karena itu, transaksi pembelian rumah dan mobil akan dijadikan pintu masuk aparat pajak untuk menjaring mereka.
''Nanti kami akan koordinasi dengan Pemda (pemerintah daerah) dan kepolisian untuk mengecek data-datanya (pembelian rumah dan mobil, Red),'' ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany mengatakan, tingkat kepatuhan membayar pajak di Indonesia tergolong rendah. Dia menyebut, dari total 115 juta pekerja di Indonesia, sekitar 60 juta diantaranya masuk kategori wajib pajak.
Dari jumlah itu, baru sekitar 22 juta orang saja yang membayar pajak. "Artinya, ada 38 juta orang yang mestinya membayar pajak, tapi tidak pernah membayar,'' katanya.
Di kelompok pelaku usaha, tingkat kepatuhan pajak lebih parah. Fuad menyebut, saat ini sebenarnya ada 20 juta badan usaha, dari skala kecil hingga besar yang beroperasi di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 5 juta diantaranya memiliki pembukuan yang baik, sehingga masuk kategori wajib pajak.
''Tapi yang bayar pajak dan melaporkan hanya 550 ribu, jadi hanya 11 persen saja,'' katanya.
Khusus untuk wajib pajak orang pribadi, Fuad mengatakan jika saat ini sebagian besar adalah yang berstatus karyawan, sehingga pajaknya langsung dipotong dari gaji yang dibayarkan.
Sementara itu, yang berprofesi sebagai pengusaha atau nonkaryawan masih banyak yang belum tersentuh aparat pajak. ''Ini jumlahnya jutaan (orang),'' ujarnya.
Fuad mengakui, orang pribadi yang berprofesi sebagai self employee atau memiliki usaha sendiri, atau profesi nonkaryawan lainnya ini sebagian besar masuk kategori masyarakat kelas atas dan kelas menengah dengan pendapatan cukup tinggi.
''Sayangnya, banyak orang kaya ini yang belum bayar pajak dengan benar,'' katanya. (owi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Disayangkan, Dirut Pertamina Dari Kalangan Keuangan
Redaktur : Tim Redaksi