Meski Bawaslu sudah merekomendasikan agar pemungutan suara lanjutan dilakukan di Sydney, Australia, namun ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan PPLN setempat sebelum memutuskan apakah pencoblosan akan dilakukan.

BACA JUGA: Jika Selisih Suara Pilpres Ketat, Diprediksi Akan Banyak Demo

Sementara itu beberapa warga yang tidak bisa memberikan suara dalam pemungutan suara hari Sabtu (13/4/2019) di Town Hall Sydney mengatakan akan memberikan suara mereka bila diberikan kesempatan lagi.

Seperti diberitakan sebelumnya, pemungutaun suara dengan lokasi TPS Town Hall Sydney berakhir tidak memuaskan bagi ratusan WNI yang sudah mengantri.

BACA JUGA: Milyuner Jack Ma Sebut Staf Harus Kerja 12 Jam Sehari 6 Hari Seminggu

Ini disebabkan karena panitia memutuskan menutup gedung Town Hall sekitar Pukul 18: 00 waktu setempat sementara ratusan orang masih berada di luar gedung antri untuk masuk dan memberikan suara mereka.

Kekisruhan ini menyebabkan munculnya sebuah petisi yang sudah ditandatangani sekitar 40 ribu orang yang meminta agar peluang mencoblos bagi yang belum tersebut dibuka kembali.

BACA JUGA: Bawaslu Rekomendasikan Pemilihan Lanjutan di Sydney

Bawaslu di Jakarta hari Selasa (16/4/2019) merekomendasikan agar hal tersebut dilakukan.

Ketua PPLN Sydney Heranudin dalam keterangannya kepada wartawan ABC Indonesia Sastra Wijaya hari Rabu (17/4/2019) menjelaskan, konsentrasi panitia pemilihan hari ini adalah menghitung suara yang sudah masuk.

"Sesudah penghitungan suara, kita akan bisa mendapatkan informasi mengenai jumlah suara yang tersisa," katanya.

Menurut Heranudin, yang lebih penting lagi adalah melakukan rekap Formulir C-7, yaitu daftar hadir mereka yang sudah memberikan suara.

"Ini akan sangat penting untuk memastikan bahwa misalnya ada pencoblosan lagi, tidak ada orang mencoblos dua kali," katanya.

Setelah masalah administrasi tersebut diselesaikan, Heranudin mengatakan PPLN Sydney kemudian membuat laporan kepada KPU di Jakarta dan menunggu langkah selanjutnya apa yang harus dilakukan. Photo: Suasana antrian di Sydney Town Hall hari Sabtu (13/4/2019) dimana sebagian warga RI tidak bisa memberikan suara mereka (Foto: Ananda Tanata)

Menurut Heranudin, PPLN Sydney sampai sekarang tidak bisa memastikan berapa jumlah warga yang tak mendapat kesempatan memilih di TPS Town Hall tersebut.

Ini disebabkan karena panitia tidak pernah melakukan kontak langsung dengan mereka.

"Memang ada kerumunan orang di luar gedung Town Hall. Namun kita tidak bisa memastikan apakah semuanya adalah mereka yang belum bisa memilih."

"Bisa jadi mereka itu orang yang sedang berada di sana karena urusan lain. Atau mereka yang sudah memilih dan belum pulang," kata Heranudin lagi.

Secara keseluruhan disebutkan bahwa dari perkiraan sementara ada sekitar 25 ribu orang yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan sekitar hampir 2 ribu orang yang masuk dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK).

Sementara itu mereka yang datang memberikan suara di PPLN Sydney tercatat sekitar 12 ribu orang.

"Ini sekitar 50 persen, naik sedikit dibandingkan lima tahun lalu," kata Heranudin."Akan memilih kalau diberi kesempatan"

Salah seorang warga Indonesia yang tak bisa memberikan suara di Sydney hari itu adalah Ananda Tanata. Dia baru tiba di sana tiga bulan sebelumnya untuk melanjutkan pendidikan.

"Kalau disuruh datang lagi pasti akan datang. Saya mau menggunakan hak suara saya demi Indonesia," katanya saat dihubungi jurnalis ABC Indonesia Sastra Wijaya, hari Rabu (17/4/2019).

Ananda mengatakan pada hari itu tiba di Town Hall sekitar Pukul 5 sore. Dia melihat sudah terjadi antrian sangat panjang.

Ananda sebenarnya sudah memiliki Form A5 perpindahan dari daerah pemilihan sebelumnya yaitu di Jakarta.

"Setelah antri selama 1 jam sampai jam 6 sore, saya keluar dari antrian dan menuju ke pintu depan gedung Town Hall, di situ suasananya kacau karena tidak ada antrian yang jelas," katanya lagi.

Belakangan Ananda baru mengetahui bahwa pemegang Formulir A5 sebenarnya bisa melakukan antrian di tempat lain yang lebih pendek.

Seorang pemilih lain, Susi R Ling, juga tidak bisa memberikan suaranya hari itu.

Mahasiswi ini memang belum mendaftar. Dia datang ke TPS bermodalkan paspor.

"Saya pernah berusaha mendaftar tetapi situs PPLN-nya selalu down. Namun saya mendapat pemberitahuan, kita bisa langsung datang ke TPS," kata Susi.

Hari ini dia datang pada Pukul 4 sore. Ketika itu antrian bagi mereka yang masuk Daftar Pemilih Khusus (DPK) sudah panjang.

"Pukul 6 antrian saya baru bergerak sekitar 2-3 meter. Tiba-tiba dibilang, waktu sudah habis, dan pintunya ditutup panitia," kata Susi.

Selain mereka yang tidak bisa memberikan suara, ada juga beberapa pemilh yang mengalami masalah ketika namanya yang semula berada di DPT kemudian berpindah menjadi DPK.

Mereka yang masuk DPT boleh memilih sejak TPS dibuka sementara untuk pemilih DPK hanya diperbolehkan memilih selama satu jam terakhir. Itu pun bila surat suara masih tersedia di TPS bersangkutan.

Salah seorang yang mengalami hal tersebut adalah Rizki Alvrian Ramadhan.

"Data saya sehari sebelum pemilihan berubah dari DPT ke DPK, sehingga membuat saya harus menunggu dari siang hingga malam," kata Rizki.

Bukan Rizki saja yang mengalaminya, tetapi juga istri dan ibunya.

"Ibu saya terpaksa DPK karena tempat pemilihannya dipindahkan dari Town Hall ke KJRI Sydney. Padahal ibu saya adalah salah seorang saksi di TPS Town Hall," jelasnya.

Keluarga Rizki akhirnya semua bisa memberikan suara, namun dia melihat memang banyak kekacauan administrasi yang terjadi di Sydney.

"Ada teman saya yang alamat dan emailnya berubah dan cara pemilihannya berubah. Dia hampir tidak diijinkan memilih dengan alasan surat suara sudah dikirimkan lewat pos," kata Rizki lagi.

Ikuti berita-berita ABC Indonesia lainnya di sini

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengalaman Sekali Seumur Hidup: Jadi Petugas TPS di Luar Negeri

Berita Terkait