Pemilu 2019 tentu saja akan mengalami sejumlah hambatan. Namun tidak banyak orang yang memperkirakan akan terjadi permasalahan besar sebelum Hari-H 17 April, seperti yang terjadi di Malaysia dan Australia.
Badan Pengawas Pemilu, Bawaslu, pun akhirnya merekomendasikan pemungutan suara ulang bagi pemilih di Kuala Lumpur dengan metode pos yang jumlah pemilih terdaftar sebanyak 319.293.
BACA JUGA: Milyuner Jack Ma Sebut Staf Harus Kerja 12 Jam Sehari 6 Hari Seminggu
Bawaslu menilai terjadi kecurangan karena ribuan surat suara telah tercoblos untuk pasangan Capres-Cawapres Jokowi - Ma'ruf Amin.
Lembaga ini juga merekomendasikan pemecatan dua panitia Pemilu setempat, salah satunya menjabat sebagai Wakil Dubes, Krishna Hannan.
BACA JUGA: Bawaslu Rekomendasikan Pemilihan Lanjutan di Sydney
"Panitia pemilihan Kuala Lumpur secara sah dan meyakinkan terbukti tidak menjalankan tugas secara objektif, transparan, dan profesional dalam Pemilu 2019," kata Komisaris Bawaslu Rahmat Bagja.
Bawaslu juga menangani kekisruhan saat pencoblosan di Sydney, Australia, pada Sabtu 13 April lalu.
BACA JUGA: Pengalaman Sekali Seumur Hidup: Jadi Petugas TPS di Luar Negeri
Direkomendasikan agar KPU melalui panitia pemilihan setempat menggelar pemungutan suara lanjutan, bagi mereka yang saat itu tak bisa menggunakan hak pilihnya. Photo: Capres Jokowi dalam salah satu kampanyenya. (AP: Achmad Ibrahim)
Sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru pada tahun 1998, Indonesia sebenarnya telah menjalankan pemilu dengan sukses dan transparan. Padahal kondisi teknis di lapangan sangat menantang.
Pemilu hari misalnya, terdapat sekitar 810.000 TPS di seluruh Indonesia. Tingkat kesulitan penyelenggaraan kali ini meningkat signifikan.
Pasalnya, selain Pilpres, 193 juta pemilih juga akan memberikan suaranya untuk caleg-caleg di tingkat pusat, propinsi dan kabupate/kota.
Secara keseluruhan, terdapat sekitar 245.000 caleg yang ikut bertanding - ya, hampir seperempat juta orang.
Mampukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menghadapi semua tantangan ini?
"Mereka harus bisa," ujar mantan Menlu Marty Natalegawa kepada ABC.
"Semua itu menjadi tantangan, tapi saya yakin KPU siap untuk itu," katanya. Photo: Pendukung Capres Prabowo Subianto dalam salah satu kampanye di Bali. (AP: Firdia Lisnawati)
Capres Prabowo Subianto, yang dalam sejumlah survei diperkirakan kalah dari Capres Jokowi yang kini berkuasa, memperkirakan massanya akan berdemonstrasi jika menganggap Pemilu ini tidak sah.
Kecurangan di Kuala Lumpur dan kekisruhan di Sydney belumlah cukup dijadikan alasan untuk itu. Apalagi jika Jokowi menang dengan selisih suara dalam jumlah besar.
Namun, pengamat dari penerbitan Reformasi Weekly, Kevin O'Rourke, memperkirakan kemungkinan adanya "ketegangan dan keresahan berkepanjangan" jika hasil pemilu ini ketat.
"Pendukung Prabowo telah menunjukkan kemampuan mereka beberapa kali dalam mendatangkan jutaan demonstran ke Jakarta sebelumnya," kata O'Rourke kepada ABC.
"Skenario itu bisa terulang lagi jika hasil Pemilu ini ketat atau ada alasan masuk akal bagi Prabowo dan timnya untuk menggugat hasil Pemilu," jelasnya.
Pihak KPU sendiri tampaknya hanya berharap agar tidak terjadi persoalan cukup besar dalam Pemilu hari ini.
Simak berita lainnya dari ABC Indonesia.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sebelum Bunuh Istrinya, Pria di Sydney Pelajari Hukuman Perselingkuhan Menurut Islam