Sejak pagi, Mona sudah sibuk mempersiapkan dirinya untuk datang ke Kantor KJRI Melbourne, karena hari itu, Sabtu, 13 April 2019, adalah hari mencoblos bagi warga negara Indonesia di Australia.
Pencoblosan baru akan dimulai pukul 9 pagi, tapi ia harus berada di sana tidak lebih dari pukul 07:30 pagi karena ia bukan saja hendak mencoblos, tetapi memiliki peran juga untuk memastikan pesta demokrasi berjalan lancar.
BACA JUGA: Sebelum Bunuh Istrinya, Pria di Sydney Pelajari Hukuman Perselingkuhan Menurut Islam
Perempuan bernama asli Monasisca Noviannei yang sekarang sedang mengambil S2 jurusan bisnis di Monash Univeristy ini mendapat tugas di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
"Ini pertama kalinya dan saya ingin tahu proses pemilihan umum, kompleksitasnya sejauh apa," kata Mona kepada Erwin Renaldi dari ABC.
BACA JUGA: Jerat Leher Pengungsi Afghanistan Dengan Tali Sepatu Dihukum Sebelas Tahun Penjara
Photo: Mona mengaku mendapatkan pengalaman yang belum tentu ia dapatkan di Indonesia. (Foto: Koleksi pribadi)
Tugas utama Mona adalah menulis surat suara dan setelah bertugas selama hampir 12 jam ia mengaku pegal.
BACA JUGA: Ini Alasan Mengapa Sebagian Pemilih di Indonesia Memilih Golput
"Tapi saya sangat menikmatinya karena kebetulan saya suka yang menantang," ujarnya.
TPS tempat Mona bertugas di hari itu adalah TPS 13 yang terlihat cukup berbeda dan unik karena mengusung tema olahraga.
Bukan hanya pernak-pernik berbau Indonesia, seperti peta Indonesia dari bahan batik, tapi terlihat juga kaos sepakbola bernomor 13, sarung tinju, hingga cock badminton.
Di Melbourne ada 22 TPS dan masing-masing TPS diberi kebebasan untuk menghiasnya, asal tidak menganggu kelancaran jalannya pencoblosan. Photo: TPS 13 mengedepankan tema olahraga agar perbedaan tetap dihargai dan diterima. (Foto: Koleksi pribadi)
Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) di Melbourne mengatakan lebih dari 8.000 warga Indonesia yang mencoblos hari Sabtu.
Jumlah pemilih tetap di Melbourne yang sudah ditetapkan oleh KPU adalah 13.429 orang, sehingga persentase mereka yang menggunakan hak pilihnya adalah mencapai 61%.
Mona mengaku jika ternyata menjadi petugas di TPS itu "ribet sekali" dan "sangat birokratis" karena semua ada aturannya.
"Berkasnya banyak, prosedurnya juga berlapis, ditambah kalau setiap akan melakukan prosedur harus ada saksi dan kemudian dilaporkan," ujarnya yang bekerja di Badan Koordinasi Penanaman Modal. Photo: PPLN Melbourne yang dikepalai Isvet A Novera (ketiga kanan) bersama KJRI Melbourne Spica Tutuhatunewa (memakai batik) (Foto: Facebook, PPLN Melbourne)
Untuk bisa bertugas di TPS, warga Indonesia bisa mendaftar menjadi Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPSLN) dengan syarat berusia dibawah 17 tahun dan pendaftaran dilakukan dua bulan sebelum pemilu.
Andre Vyatran Kasmir juga bertugas bersama Mona dan ia menjabat sebagai ketua KPPSLN di TPS 13 dan ia mengutamakan kehati-hatian dalam menjalankannya.
"Karena kita sudah disumpah untuk melakukan tugas ini secara jujur, adil, dan accountable... jadi pertanggungjawabannya bukan hanya di dunia," ujar Andre.
Sebagai ketua ia bertanggung jawab untuk memastikan di setiap kertas suara ada tanda tangannya dan mengambil keputusan sesuai peraturan.
Pada awalnya pencoblosan di Melbourne dilakukan pukul 9 pagi hingga 7 malam dan meski PPLN sudah memperkirakan jumlah pemilihnya, mereka tidak menyangka jika kemudian antrian sangat panjang mengelilingi hampir satu blok, dimana kantor KJRI Melbourne berada. Photo: PPLN Melbourne mengatakan telah menangguhkan waktu mencoblos karena masih panjangnya antrian pemilih. (Foto: Facebook, PPLN Melbourne)
"Kita sudah siapkan mental menjelang satu jam terakhir penutupan TPS, pemilih khusus mulai masuk, the game is on," ujar Andre, yang juga mengatakan tidak ingin mengecewakan pemilih yang sudah menunggu berjam-jam.
Saat ribuan pemilih khusus membludak, Andre mengaku melihat para petugas di semua TPS tetap tenang menghadapi warga, karena semangat "kami siap melayani" yang selalu diingatkan.
"Dan di Melbourne, saya cukup salut dengan para pemilih, terutama mereka yang muda, walaupun mereka capek tetap semangat dan tak ada yang emosi."
Andre juga mengatakan semua TPS bahkan mengambil sikap proaktif untuk menjemput pemilih yang sedang mengantri, jika tahu TPS nya sudah agak kosong.
Sementara di Sydney, PPLN telah dianggap "curang" karena memutuskan untuk menutup pintu TPS padahal ada ratusan orang yang masih mengantri dan belum mencoblos. Photo: Salah satu tugas petugas TPS adalah memberikan penjelasan jika masih ada kebinggungan diantara para pemilih. (Foto: Facebook, PPLN Melbourne)
Tugas Andre belum selesai, karena bersama rekan-rekan KPPSLN lainnya, mereka akan kembali ke KJRI pada hari Rabu (17/04) untuk proses penghitungan suara.
Ia pun merasa senang melihat antusias warga dan beberapa perwakilan partai yang menurunkan saksinya mulai dari awal proses pemilu hingga penghitungan suara nanti.
"Menurut saya ini adalah hal yang positif, karena mereka ingin memastikan demokrasi berjalan benar dan tidak ada kecurangan," ujarnya.
Untuk lebih baik dan meningkatkan pelayanan proses pencoblosan di pemilu yang akan datang, Andre mengajak agar warga bisa memastikan dirinya telah mendaftar.
"Kuncinya adalah keakuratan daftar pemilih tetap dan warga bisa memastikan mereka masuk daftar dan mengecek kebenaran datanya."
PPLN di Australia telah memberikan waktu hampir setahun untuk warga Indonesia mendaftar dan mencocokan data pribadi, termasuk nama, nomer paspor dan jenis kelamin.
Simak berita menarik lainnya dari ABC Indonesia.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Antisipasi Antusiasime Pemilih Di Dalam Negeri, KPU Diminta Fleksibel