jpnn.com - SURABAYA--Kewenangan SMA/SMK akan resmi beralih ke tangan provinsi per 1 Januari.
Namun, hingga kini belum ada kepastian apakah di tangan provinsi, pendidikan menengah atas tersebut tetap gratis sebagaimana dikelola pemkot.
BACA JUGA: Siswa Kelas XII Risau, Polemik UN Harus Segera Diakhiri
Ketua Komite SMAN 5 Yuni Rahayuningtyas berharap pemprov bisa memberikan keputusan yang terbaik untuk warga Surabaya.
Terutama warga kelas menengah ke bawah. Sebab, selama ini Pemkot Surabaya sudah memfasilitasi warganya secara baik.
BACA JUGA: Gaji Guru Honorer Belum Ada Kepastian
Salah satunya, memberikan pendidikan gratis.
Masyarakat bisa belajar di sekolah negeri tanpa sedikit pun mengeluarkan biaya.
BACA JUGA: Asah Kepekaan Siswa Jadi Reporter Lewat Backpacker Traveler
Namun, kini warga Surabaya dibikin waswas.
"Karena mungkin sebagian di antara kita mampu, tapi ada yang tidak mampu," katanya.
Di SMAN 5, latar belakang siswa beragam. Ada juga siswa dari jalur mitra warga.
Mereka tentu sangat terbantu dengan pendidikan gratis.
"Mudah-mudahan nanti ada solusi yang terbaik," katanya.
Ketua Komite SMKN 10 Sugianto mengatakan, peralihan pengelolaan SMA/SMK dari pemerintah kota ke pemerintah provinsi sudah menjadi amanat undang-undang sehingga tidak bisa dihindari.
Dia menilai, ada beberapa dampak positif ketika SMA/SMK dikelola provinsi.
Misalnya, tingkat persaingan bisa lebih luas. Tidak hanya mencakup antarsekolah di Surabaya.
"Supaya kalau kegiatan tidak hanya mulek di Surabaya," lanjutnya.
Dia berharap, saat dikelola provinsi, SMA/SMK bisa lebih berkembang.
Bahkan, bersaing positif dengan SMA/SMK di kabupaten/kota lain.
Sugianto yang juga ketua komite di SMAN 16 itu menyebutkan, sebaiknya tidak perlu ragu dengan apa yang dilakukan provinsi.
"Kita harus jer basuki mawa beya," ujarnya.
Artinya, imbuh dia, memang harus ada sinergi semua pihak untuk mendukung berlangsungnya pendidikan.
Termasuk jika nanti pendidikan tidak lagi gratis.
"Kalau ada dukungan (dana) dari Bu Wali Kota, kami bersyukur. Kalaupun tidak ada, mestinya kita perlu memahami bahwa jer basuki mawa beya," terangnya.
Di wilayah lain di luar Surabaya, biaya pendidikan per bulan yang dibebankan kepada wali murid mencapai Rp 300 ribu.
Selama ini Pemkot Surabaya sudah mendukung dengan dana bopda Rp 152 ribu per siswa per bulan.
Jika dibandingkan dengan wilayah lain, tentu dana itu hanya separonya.
Selama ini yang menjadi kekhawatiran masyarakat adalah wali murid akan ditarik biaya pendidikan. Termasuk untuk biaya praktikum saat di SMK.
Terkait dengan hal itu, Sugianto belum mau berkomentar. Bisa saja nanti biaya tersebut ditanggung provinsi, sekolah, ataupun wali murid.
Meski begitu, menurut Sugianto, yang utama adalah pendidikan untuk anak. Orang tua tidak bisa melepas begitu saja.
"Kalau tidak dibiayai dan putus sekolah, yang kasihan ya anak-anak," katanya. (sal/puj/c7/git/flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemda Diminta Tingkatkan Sinergi dengan DPRD terkait Anggaran Pendidikan
Redaktur : Tim Redaksi