Belum Punya Momongan? Simak Aplikasi Temuan dr Budi Wiweko Ini

Sabtu, 02 Januari 2016 – 07:03 WIB
Dr. Budi Wiweko saat menunjukan aplikasi perencana kehamilan di Fakulta Kedokteran Universitas Indonesia Salemba, Jakarta, Senin (21/12/2015). FOTO: MIFTAHULHAYAT/JAWA POS

jpnn.com - TIDAK sedikit pasutri belum dikaruniai anak meski sudah menjalani bahtera pernikahan bertahun-tahun. Bagaimana pula agar perempuan berusia lebih dari 40 tahun masih bisa hamil? Aplikasi temuan Dr dr Budi Wiweko SpOG(K) yang bernama Indonesia Kalkulator of Oocytes (IKO) akan membantu menghitung kemungkinannya.

Zalzilatul Hikmia, Jakarta

BACA JUGA: Kisah General Manager Kelimpungan Soal Video Mesum Aura Kasih

Masalah-masalah kesulitan pasutri untuk mendapatkan anak sering dijumpai dokter Budi Wiweko yang bekerja di Klinik Yasmin, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Banyak pasutri yang sudah menikah bertahun-tahun tetapi belum juga punya anak. Sementara itu, pasangan yang perempuannya sudah berumur lebih dari 40 tahun bisa hamil dengan mudah.

Hal itu memunculkan pertanyaan di benak Wiweko. Kapan sebetulnya waktu yang pas bagi seorang perempuan untuk bisa hamil? Lalu, apakah itu berhubungan dengan umur atau berat badan serta kondisi fisik lain sang perempuan? Wiweko ingin mencari biomarker yang tepat untuk mengetahui hal tersebut.

BACA JUGA: Serba Bisa, Karya Fadriah Syuaib Jadi Koleksi Warga Italia

Berangkat dari pertanyaan itu, dokter spesialis obstetri dan ginekologi tersebut mulai melakukan penelitian pada 2008. Kebetulan, saat itu dunia kesehatan tengah menaruh perhatian pada anti-mullerian hormone (AMH). Meski, belum banyak penelitian yang menerapkan AMH dalam masalah kehamilan. AMH merupakan senyawa glikoprotein yang diproduksi sel granulosa folikel yang mengelilingi sel telur.

Wiweko yang kebetulan memiliki ’’kedekatan’’ dengan penelitian tersebut berinisiatif menerapkan AMH di Indonesia. Dia mulai meneliti fungsi AMH serta pengaruhnya pada kehamilan perempuan. Hal itu dilakukannya terhadap 1.616 pasien perempuan.

BACA JUGA: Ada yang Nyaman, Ada Juga yang Ketemu Jodoh

Setiap pasien yang datang berobat diminta menjalani tes darah. Setelah itu, Wiweko mencatat seluruh kadar AMH dalam tubuh mereka, kemudian mencocokkannya dengan jumlah sel telur yang dimiliki.

Dia mengakui hal itu tidaklah mudah. Beberapa kali kegagalan mampir dalam penelitiannya. Belum lagi sikap skeptis dari rekan sejawat. Banyak pihak yang meragukan penelitiannya bisa sukses. ’’Namanya juga pemeriksaan pertama ya. Memang agak susah. Jadi, banyak yang ragu kepada saya,’’ tuturnya kepada Jawa Pos.

Namun, pria 44 tahun itu tetap teguh dan melanjutkan penelitiannya. Konsistensinya akhirnya membuahkan hasil. Setelah tiga tahun bergelut dengan penelitian, Wiweko berhasil memastikan fungsi AMH yang bisa dijadikan parameter umur biologis seseorang. Umur biologis itu menandakan kondisi ovarium sang perempuan. Berbeda dengan umur hidup atau umur kronologis yang ditentukan dari tahun kelahiran.

’’Kami akhirnya menemukan single by marker untuk menentukan jumlah sel telur dalam tubuh perempuan. By marker itu adalah AMH,’’ tuturnya.

Dia mengungkapkan, kadar AMH bisa meramalkan lebih cepat kapan waktu hamil yang pas dibandingkan dengan memakai hormon pemicu folikel (follicle stimulating hormone/FSH) dan jumlah folikel antral (antral follicle count/AFC). Selain itu, diketahui pula bahwa AMH tidak terpengaruh masa menstruasi perempuan. ’’Ini paling stabil,’’ jelasnya.

Setelah mendapat data dari 1.616 pasien, manajer riset Universitas Indonesia itu pun langsung mengembangkan nomogram AMH. Yakni, daftar kadar AMH dari perempuan Indonesia berdasar kelompok umur. Daftar itu kemudian dijadikan patokan untuk mengetahui umur biologis seorang perempuan.

’’Dari nomogram itu, kita tahu bahwa titik kritis perempuan untuk masa kehamilan adalah saat umur 35 tahun dengan kadar AMH 1,4 nanogram per mililiter (ng/mL). Pada umur biologis ini, perempuan harus segera hamil,’’ jelas pria yang baru saja menyabet predikat dosen berprestasi 2015 tersebut.

Keberhasilan itu pun menjadi kepuasan tersendiri bagi Wiweko. Sejumlah pihak langsung melirik hasil kerja kerasnya itu. Yang pertama langsung menawarkan kerja sama adalah sebuah laboratorium klinik.

’’Untuk saat ini, tes AMH sudah bisa dilakukan di mana saja. Kami sudah transfer knowledge ini untuk membantu seluruh masyarakat Indonesia,’’ ujarnya.

Tidak mau setengah-setengah, pria kelahiran Jakarta tersebut ingin penemuannya bisa digunakan masyarakat luas. Bahkan bisa meningkatkan kompetensi dokter untuk membantu pasien.

Awal 2015, Wiweko menggandeng tim Ina Repromed untuk mengembangkan nomogram AMH miliknya ke dalam bentuk aplikasi. Menurut dia, bentuk aplikasi berupa kalkulator akan memudahkan dokter untuk mengetahui umur biologis pasien tanpa perlu membuka catatan nomogram.

’’Kalau manual, kan ribet ya. Harus nyocokin dulu umurnya dari list 18–50 tahun, lalu dilihat AMH-nya,’’ tutur pria yang memenangi best scientific paper di Australia pada 2014 tersebut.

Keinginan itu pun terkabul. Awal November 2015, Wiweko bersama tim akhirnya me-launching aplikasi IKO yang bisa diunduh gratis di App Store. Melalui aplikasi tersebut, masyarakat awam bisa dengan mudah mengetahui umur biologis mereka. Asalkan, mereka mengecek kadar AMH lebih dahulu.

Wiweko mencontohkan seorang perempuan yang memiliki umur kronologis (umur asli sesuai tanggal lahir) 25 tahun. Kemudian, setelah melakukan tes darah dan kadar AMH-nya diketahui 4 ng/mL, angka tersebut dimasukkan ke aplikasi IKO pada fitur AMH ke umur.

’’Nah, akan muncul umur biologisnya. Ternyata 28 tahun. Tiga tahun lebih tua dari umur kronologis. Ini kan yang sering jadi problem. Umur kronologis tidak sama dengan umur biologis,’’ tegasnya.

Pada umur tersebut, kata dia, tidak masalah apabila seorang perempuan ingin menunda kehamilan. Sebab, AMH masih banyak sehingga dapat disimpulkan sel telur juga masih aman. Namun, bila umur biologis menunjukkan 35 tahun, kehamilan harus segera direncanakan jika ingin mempunyai keturunan.

’’Dengan diketahuinya umur biologis, langkah-langkah cepat bisa diambil. Misalnya, untuk perempuan yang menderita kista atau kanker. Sel telur mereka sangat rawan. Nah, kita bisa cek AMH mereka. Kemudian, merencanakan tindakan untuk kehamilan mereka,’’ ujarnya.

Nah, umur biologis tersebut juga bisa membantu dokter untuk mengetahui dosis obat yang dibutuhkan seorang perempuan yang akan ikut program bayi tabung. Dia mencontohkan perempuan dengan umur biologis 36 tahun dan kadar AMH 1 ng/mL. Untuk membesarkan sel telur, berapa dosis yang dibutukan?

’’Nah, tinggal dimasukkan angkanya, ternyata yang diperlukan adalah 226,1 UI. Jadi, lebih mudah kan?’’ paparnya.

Aplikasi itu juga dilengkapi fitur untuk mengetahui kemungkinan sel telur matang yang bisa dihasilkan dari tindakan tersebut. Wiweko menegaskan, akurasi alat itu bisa mencapai 90 persen.

Manfaat aplikasi tersebut sudah dibuktikan Tanti Waluyo, 37. Dokter umum di salah satu rumah sakit itu mengaku pernah mempraktikkannya kepada salah seorang pasiennya. Meski bukan spesialis kandungan, dia bisa memberikan sedikit arahan untuk pasiennya yang mengalami masalah dengan kehamilan.

’’Kami bisa minta yang bersangkutan tes kadar AMH, lalu kami lihat umur biologisnya. Bila ternyata rendah, bisa kami rekomendasikan ke ahlinya sehingga bisa segera ditangani,’’ tuturnya.

Salah seorang pasien yang telah membuktikan manfaat aplikasi tersebut adalah Tanti. Perempuan yang tengah mengandung 13 minggu itu mengaku mendamba kehadiran buah hati sejak 10 tahun lalu.

Saat mengetahui fungsi AMH, Tanti mulai penasaran dengan kualitas sel telurnya. Perempuan 37 tahun tersebut langsung menjalani tes darah untuk mengetahui kadar AMH dalam ovariumnya. Betapa kagetnya dia, kadar AMH miliknya hanya 0,3 ng/mL. ’’Dengan jumlah segitu, umur biologis saya ternyata sudah 44 tahun,’’ ungkapnya.

Dia pun langsung berkonsultasi dengan Wiweko. Lantas, Wiweko menyarankan untuk menjalani program bayi tabung. Tanti pun mendapat sejumlah treatment untuk membantu mematangkan sel telurnya.

’’Sudah suntik beberapa kali, ternyata hanya 7 sel telur yang matang. Padahal, kalau normal bisa sampai 20 buah,’’ jelasnya.

Di antara tujuh itu, tidak semua berkondisi baik. Dua di antaranya pecah. Tersisa lima sel telur yang matang. Di antara lima tersebut, tiga dimasukkan dan dua lainnya disimpan. ’’Namun, yang jadi cuma satu. Ini sekarang sudah 13 minggu,’’ ungkapnya. (*/c5/nw)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sensasi Menyusuri Sungai di Tengah Hutan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler