Benarkan Surat DKP, Mantan Komnas HAM Sebut Prabowo Harus Diadili

Minggu, 08 Juni 2014 – 19:31 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Mantan komisioner Komnas Hak Asasi Manusia, Mayjend (purn) Samsudin membenarkan adanya surat keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) tentang rekomendasi pemberhentian Prabowo Subianto dari ABRI yang diteken pada 21 Agustus 1998. Menurut Samsudin, harusnya DKP tak perlu dibawa-bawa lagi karena langkah selanjutnya adalah membawa Prabowo ke Pengadilan HAM.

“Ini sudah benar, bawa ke Pengadilan HAM. Nggak perlu lagi DKP diikutsertakan,” kata Samsudin saat ditemui di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (8/6).

BACA JUGA: Mantan Anggota Komnas HAM: Penculikan Aktivis Pelanggaran HAM Berat

Samsudin menjelaskan, proses penyidikan Komnas HAM tentang kasus pelanggaran HAM berat 1997-1998 yang menyeret nama Prabowo sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung. Namum, kata Samsudin, Kejagung tak pernah menunjukkan kemauan untuk melanjutkan penyidikan Komnas HAM ke proses penuntutan dan membawa Prabowo ke Pengadilan HAM.

Unwilling, tidak ada kemauan. Bukan unable, bukan tidak mampu, tapi tidak ada kemampuan. Mampu pasti mampu,” ucap Samsudin.

BACA JUGA: Prabowo Junjung Filsafat Mikul Dhuwur Mendhem Jero

Mantan Pangdam Lambung Mangkurat yang dikenal vokal saat menjadi anggota DPR RI itu menambahkan, DKP bentukan ABRI pada 1998 bukan lembaga yang punya kewenangan untuk menyatakan Prabowo melakukan pelanggaran HAM atau tidak. Sebab, dewan yang kala itu dipimpin Soebagyo HS tersebut hanya meneliti tentang kesalahan yang dilakukan Prabowo dan mengeluarkan rekomendasi untuk memberhentikan mantan Pangkostrad itu dari ABRI. “Yang menyatakan pelanggaran berat HAM adalah komnas HAM,” tandas Samsudin.

Seperti diketahui, beberapa hari ini beredar dokumen surat keputusan DKP tentang pemberhentian Prabowo. Dalam salinan dokumen tahun 1998 itu disebutkan bahwa Prabowo diberhentikan karena melampaui kewenangan dan bertindak tidak profesional, bahkan sebagai perwira tidak mencerminkan etika perwira sebagai pembela kebenaran, keadilan, perikemanusaiaan maupun korps TNI yang kala itu masih bernama ABRI.

BACA JUGA: PKB Siap Menangkan Jokowi-JK di Kampung Hatta Radjasa

Surat berklasifikasi rahasia itu ditandatangani oleh para petinggi TNI yang kala itu duduk di DKP antara lain Subagyo HS  sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), Susilo Bambang Yudhoyono, Agum Gumelar, Djamari Chaniago, Arie J Kumaat, Fahrul Razi dan Yusuf Kartanegara.

Samsudin mengakui bahwa dirinya tidak pernah melihat surat itu. Namun, katanya, tanpa surat itupun keterlibatan Prabowo dalam kasus HAM berat sudah nyata.

Karenanya Samsudin yang juga pernah berkarier di Kopassus itu menambahkan, Prabowo harus dibawa ke Pengadilan HAM. “Supaya ada benang merahnya. Kalau tidak dia (Prabowo) akan (termasuk) pidana biasa. Menculik, menangkap, membunuh, itu pidana biasa?”  ucapnya.

Samsudin justru meragukan pembelaan Prabowo. Misalnya soal Tim Mawar yang disebut Prabowo berinisiatif menculik, dianggap Samsudin sebagai pembelaan yang aneh. Sebab, Tim Mawar hanya beranggotakan 20 orang sehingga tidak mungkin Prabowo sebagai Danjen Kopassus kesulitan mengendalikannya.

“Anak buahnya malah masuk pengadilan militer. Kasihan dong. Mereka ada hukuman. Lembarannya ada, si komandan (Prabowo, red) melanglang buana ke mana saja?” sindirnya.(boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kapolri dan Korlantas Digugat


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler