jpnn.com - Bendera putih sedang menjadi trending topic. Sejumlah warga Malaysia yang tengah menjalani lockdown mengibarkan bendera putih di rumah-rumah mereka, pertanda minta bantuan.
Bendera putih menjadi simbol penyerahan diri dan permintaan bantuan darurat semacam SOS atau save our soul (selamatkan nyawa kami).
BACA JUGA: Brazil
Dalam tata komunikasi internasional terdapat berbagai simbol dan isyarat yang dapat dipahami secara global. Salah satunya ialah isyarat mengibarkan bendera putih sebagai tanda menyerah. Tradisi ini sudah digunakan sejak masa lampau oleh bangsa China dan Romawi untuk menandakan sikap menyerah.
Penggunaan isyarat itu dimulai pada era Dinasti Han Timur, sekitar tahun 25 hingga 220 Masehi. Namun tradisi tersebut dipercaya telah berusia lebih tua dari itu.
BACA JUGA: Masjid
Buku 'Histories' yang ditulis pengarang Romawi bernama Cornelius Tacitus pada 109 menyebut penggunaan bendera putih pada Pertempuran Cremona Kedua antara bangsa Vitellia dan Vespasia. Saat itu warna putih digunakan sebagai lambang bagi prajurit yang menyerah.
Warna putih digunakan karena lebih mudah dikenali di tengah kondisi pertempuran. Pada saat itu sebagian besar orang menggunakan kain warna putih dan merupakan sebuah bahan yang mudah diperoleh.
BACA JUGA: Mundur
Dalam budaya China, warna putih merupakan lambang duka dan kematian, sehingga bendera putih dianggap pertanda duka dan kesedihan yang mereka alami karena kekalahan.
Selain sebagai tanda menyerah, bendera putih juga berkembang sebagai tanda gencatan senjata dan ajakan negosiasi dalam peperangan. Pada saat perang, banyak utusan negosiasi yang mengibarkan bendera putih ketika mendekati kubu lawan. Warna putih juga digunakan oleh petugas kesehatan untuk mengangkut orang-orang yang terluka.
Pada beberapa abad terakhir, makna-makna yang muncul dari bendera ini telah disepakati secara global melalui Konferensi Jenewa dan Den Haag. Bendera putih dianggap sebagai sebuah simbol yang sakral untuk melindungi penggunanya dari berbagai serangan. Simbol ini tidak boleh dimanfaatkan sebagai sebuah cara terselubung untuk menyerang.
Di tengah perang melawan pandemi sekarang, bendera putih kembali muncul dan menjadi perbincangan ramai. Kampanye bertagar #benderaputih ramai di media sosial sejak lockdown ketat diterapkan di beberapa negara.
Warga Malaysia yang mengalami kesulitan selama lockdown memunculkan kampanye bendera putih. Mereka mengibarkan bendera putih di depan rumah sebagai isyarat permohonan bantuan darurat.
Kampanye itu mendapat respons bagus dari warganet. Banyak warga, selebritas, dan pengusaha yang langsung menawarkan bantuan, termasuk menyediakan makanan dan kebutuhan lain.
Dalam beberapa pekan terakhir, berbagai media massa menyajikan kisah emosional keluarga-keluarga yang terpaksa makan hanya sekali sehari karena tidak lagi mempunyai stok makanan dan tabungan sudah terkuras.
Tingkat bunuh diri pun meningkat. Menurut data kepolisian, terdapat 468 orang mengakhiri hidup dalam lima bulan pertama tahun ini. Perbandingan itu jauh lebih besar dibanding 631 jiwa di sepanjang 2020 maupun selama tahun sebelumnya yang sebanyak 609 jiwa.
Di Facebook, kelompok-kelompok #benderaputih dibentuk untuk membantu pemilik akun yang bersangkutan guna mengirim foto dan alamat warga yang butuh bantuan. Yang lainnya berbagi foto barang-barang kebutuhan pokok yang bisa mereka sumbangkan, begitu pula informasi mengenai lokasi pembagian bantuan makanan.
Sebuah kampung nelayan di Kedah menerima bantuan dari seorang sukarelawan dari dinas pemadam kebakaran setelah muncul 20 bendera putih yang dikibarkan di rumah-rumah lingkungan itu. Banyak keluarga di sana yang sudah tidak bisa lagi mencari nafkah selama enam pekan dan khawatir tidak bisa mempertahankan hidup mereka.
Jaringan toserba Econsave lewat Facebook minta bantuan warganet untuk memberi tahu di mana saja warga mengibarkan bendera putih, sehingga bisa menyalurkan bantuan. Awesome Canteen, kafe yang populer di Petaling Jaya, juga memberi bantuan dengan menawarkan makan gratis bagi siapa pun yang datang kepada kasir sambil membawa secarik kertas putih.
Kalangan selebritas seperti rapper Altimet di Instagram mengumumkan bahwa dia dan teman-temannya akan membagikan kebutuhan pokok di setiap pintu rumah yang mengibarkan bendera putih.
Di tengah kondisi global yang serba individualistis seperti sekarang, ternyata solidaritas sosial terbukti masih hidup. Di Indonesia pun masyarakat bahu-membahu membantu orang-orang yang mengalami kesulitan di tengah penerapan kondisi darurat yang mencekam.
Sosiolog Ferdinand Tonnies (1887) membagi kelompok sosial menjadi dua, yaitu kelompok paguyuban atau gemeinschaft, dan masyarakat patembayan atau gesellschaft. Masyarakat paguyuban hidup berdasarkan hubungan komunal yang rekat secara badaniah dan batiniah yang menjadi ciri masyarakat pedesaan.
Masyarakat patembayan hidup berdasarkan hubungan sosial berdasarkan kesamaan kepentingan individu dan didasari oleh kepentingan transaksional. Hubungan di antara anggota masyarakat berlaku secara profesional. Ciri ini melekat pada masyarakat seperti ini tinggal di perkotaan besar.
Masyarakat paguyuban cenderung mempunyai solidaritas sosial yang lebih tinggi dibanding masyarakat patembayan yang lebih individualistis. Tetapi, di era digital seperti sekarang pola-pola hubungan sosial berubah seiring dengan meluasnya penggunaan internet.
Kasus bendera putih menunjukkan bahwa media sosial bisa bermanfaat untuk menggalang dukungan sosial dengan jangkauan yang lebih luas. Jaringan sosial tidak hanya dibatasi oleh lingkup geografis, tapi sudah bisa menembus lintas bangsa secara global.
Di Indonesia, solidaritas sosial di tengah pandemi terlihat masih cukup kuat di beberapa komunitas. Sebuah penelitian internasional menempatkan Indonesia sebagai negara paling dermawan di dunia.
Badan amal Charities Aid Foundation (CAF) menerbitkan World Giving Index 2021 yang menempatkan Indonesia pada peringkat pertama dengan skor indeks keseluruhan 69 persen, naik dari 59 persen pada indeks tahunan terakhir yang dikeluarkan 2018.
Indonesia menempati peringkat teratas dalam partisipasi memberikan sumbangan. Sebanyak 83 persen orang Indonesia menyumbangkan sebagian uangnya untuk kepentingan sosial dan agama.
Indonesia juga menempati posisi tertinggi dalam partisipasi pada kegiatan kesukarelawanan. Sebanyak 60 persen penduduk Indonesia menyatakan bersedia melakukan kegiatan kesukarelawanan.
Di tengah situasi yang serba suram seperti sekarang, ternyata masih sangat banyak orang-orang yang mau berbuat baik. (*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... (Bukan) Lockdown
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi