jpnn.com, JAKARTA - Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) dan Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menuruti Pansus Angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menurut kajian akademi mereka, Pansus Angket DPR atas KPK itu cacat hukum.
Namun, klaim ini ditepis Wakil Ketua Komisi III DPR Benny Kabur Harman. Dia mengkritik pendapat yang diklaim sebagai sikap atau kajian akademik tersebut.
BACA JUGA: Nasdem: Kami Berharap Jangan Sampai Buntu
Benny mengatakan, sikap akademik itu dibangun dan diambil berdasarkan informasi dan data yang keliru tentang ide lahir dan usul untuk DPR menggunakan Hak Angket terhadap kinerja KPK.
"Sikap akademik itu sarat dengan tafsir sepihak dan subjektif atas berbagai peraturan yang menjadi dasar yuridis penggunaan Hak Angket tersebut oleh DPR," kata Benny, Rabu (15/6).
BACA JUGA: Pansus Ajukan Surat untuk Panggil Miryam
Dia mengatakan, sikap akademik itu disemangati oleh pikiran segelintir orang yang beranggapan bahwa Hak Angket dibuat untuk mengintervensi KPK dalam proses penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus e-KTP.
"Jelas ini logika sesat!" tegas anak buah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Partai Demokrat itu.
BACA JUGA: DPR Mau Panggil Miryam, KPK Bakal Buka Bukti di Persidangan
Menurut dia, sikap akademik dibangun atas prasangka buruk terhadap DPR bahwa Hak Angket dipakai sebagai senjata pamungkas untuk mematikan KPK. Padahal filosofi Hak Angket adalah untuk memperkuat KPK dan penegakan hukum dalam hal pemberantasan korupsi yang transparan, akuntabel, adil dan nondiskriminasi.
"Dan ini jalan yang benar," ungkap dia. Benny menjelaskan, Hak Angket adalah hak DPR yang konstitusional sebagai perkakas rakyat untuk mengontrol Kerja KPK secara politik. Hak Angket, tambah dia, adalah alat DPR untuk memastikan apakah KPK telah tebang pilih atau tidak dalam pemberantasan korupsi.
“Pendapat para ahli hukum itu bukan pendapat hukum tetapi pendapat politik atas nama kepentingan akademik. Justru nilai akademiknya sama sekali kosong melompong," kata politikus asal Nusa Tenggara Timur (NTT) ini.
Menurut Benny, Hak Angket bukan hanya untuk mengawasi presiden. Namun, kata dia, hak angket dipakai untuk mengontrol pemerintah dalam arti luas. "Dalam arti luas pemerintah adalah eksekutif, legislatif dan yudikatif," paparnya.
Benny menegaskan KPK adalah bagian dari eksekutif yang independen dan mandiri dalam bekerja dengan tugas khusus memberantas kejahatan luar biasa dalam hal ini korupsi.
“Jadi, lanjutkan Pansus Angket pergunakan dengan batasan yang ketat untuk lebih memperkuat KPK, memperkuat agenda pemberantasan korupsi ke depan, memperkuat KPK yang akuntabel, transparan dan nondiskriminasi serta produktif,” pungkas Benny.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Yakinlah, Pansus Angket KPK Cacat Hukum
Redaktur & Reporter : Boy