jpnn.com, JAKARTA - Masa kampanye telah berakhir. Pada Sabtu, 23 November 2024 ditutup dengan kampanye akbar atau rapat umum oleh pasangan calon gubernur dan wakil gubernur.
Komisioner Bawaslu DKI Jakarta Benny Sabdo mengatakan Bawaslu menggelar apel siaga dengan tema spesifik patroli pengawasan politik uang pada Minggu, 24 November 2024.
BACA JUGA: Benny Sabdo Ingatkan Pengawas Pemilu Mesti Berjiwa Merdeka
Dalam patroli tersebut, menurut Benny Sabdo, Bawaslu DKI Jakarta melibatkan seluruh jajaran dan tim Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), yaitu Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Benny mengimbau masyarakat berani melaporkan segala bentuk politik uang, mulai sembako, voucher dan lain sebagainya.
BACA JUGA: Bawaslu Sleman Tangani Praktik Politik Uang Oleh Tim Paslon Nomor Urut 01
“Kita menyamakan persepsi dan aksi. Mari kita wujudkan Pilkada yang demokratis, jujur dan adil,” ujar Benny Sabdo di sela-sela Rakor Penanganan Pelanggaran Bersama Stakeholder di Sunlake Watrfront Resor & Convention, Sunter, Jakarta Utara, Minggu (24/11/2034).
Menurut Benny, DKI Jakarta sebagai barometer politik nasional.
BACA JUGA: Benny Sabdo: Mahar Politik Melahirkan Bandit Demokrasi
Pada apel siaga, kata Benny, Bawaslu DKI menyerukan tolak politik uang.
Benny pun mengajak masyarakat untuk menjadi pemilih cerdas dan menolak segala bentuk politik uang.
“Politik uang adalah racun bagi demokrasi. Politik uang memberi efek buruk bagi kehidupan demokrasi. Bahkan, ancaman politik uang ini dapat membunuh kehidupan demokrasi,” tegas Benny Sabdo yang juga Koordinator Penanganan Pelanggaran Bawaslu DKI ini.
Pada masa tenang kali ini, menurut Benny, Bawaslu melakukan patroli pengawasan politik uang setiap hari.
Lebih lanjut, Benny Mengatakan Bawaslu DKI Jakarta juga melibatkan personel Gakkumdu dan seluruh jajaran hingga pengawas TPS melakukan patroli pengawasan politik uang.
Benny menyebut Bawaslu DKI memiliki pengawas TPS berjumlah sebanyak 14.835, yang tersebar di 44 kecamatan dan 267 kelurahan se-Jakarta.
“Pelaku politik uang dapat dijerat dengan pidana pemilihan, baik pemberi maupun penerima. Sanksinya yaitu hukuman penjara dan denda,” ujar Benny.
Berdasarkan Pasal 73 Ayat (4) juncto Pasal 187A UU 10/2016 dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari