jpnn.com, JAKARTA - Para tokoh separatis Papua dinilai tidak berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat di provinsi ujung timur Indonesia tersebut. Pimpinan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Benny Wenda dan beberapa tokoh lainnya bahkan tidak tinggal di tanah Papua.
Pakar resolusi konflik dari Universitas Parahyangan I Nyoman Sudira mengatakan, selama ini kontribusi Benny Wenda yang telah mendeklarasikan pemerintahan sementara tak terlihat bagi masyarakat Papua.
BACA JUGA: Benny Wenda Telah Melakukan Makar, Tangkap!
"Gini saja, selama ini apa sih catatan yang sudah dilakukan Beni Wenda terhadap Papua yang merasa dia wakili? Di dalam teori resolusi konflik seorang mungkin bisa menjadi first maker. Kalah kelompok ini masih jauh. Masih banyak tahapan yang harus ditempuh," kata I Nyoman dalam webinar bertajuk “Pendekatan Kemanusiaan dan Keamanan Bagi Papua” yang diselenggarakan Pusat Studi Kemanusiaan dan Pembangunan (PSKP), Kamis (3/12).
Dia juga mempertanyakan kepentingan Benny Wenda dan para tokoh separatis lainnya di Papua, termasuk bentuk pemerintahan yang ingin dibangun oleh mereka.
BACA JUGA: Mahfud MD: Benny Wenda Membuat Negara Ilusi
"Saya masih mempelajari kelompok-kelompok yang ingin merdeka. Kalau merdeka mau mendirikan negara apa, mau membentuk pemerintah seperti apa, mau bagaimana struktur organisasisnya. Jelas enggak ini. Itu menjadi persoalan juga," ujarnya.
Dia menyebut, ada banyak kelompok separatis di Papua, termasuk di ULMWP sendiri.
"Bicara mengenai Benny Wenda, kita bicara ULMWP. Jangan salah, tokoh ULMWP itu ada empat bisa disebut tiga tokoh besarnya. Ada Benny Wenda di London, Octavianus Mote di New York, ada Rex Rumakiek yang di Australia," sebutnya.
BACA JUGA: OPM: Benny Wenda WN Inggris, Merusak Perjuangan Bangsa Papua
ULMWP, kata dia, jalur perjuangannya bukan lokal atau nasional, melainkan dari jalur internasional.
"Dia enggak berjuang lagi dengan pemerintah Indonesia. Perjuangan mereka adalah dari sisi apa yang dilakukan selama ini mencari dukungan internasional, paling tidak memberikan dukungan terhadap perjuangan mereka untuk memisahkan diri dari Indonesia," ujar I Nyoman.
Isu yang digembor-gemborkan di luar negeri pun, kata dia, adalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Karena hanya HAM yang bisa menjadi jembatan kekuatan internasional bisa masuk.
Masih dalam kesempatan yang sama, Mantan Kepala BAIS Laksda TNI (Purn) Soleman B Ponto menilai, deklarasi yang dilakukan Benny Wenda hanya kepentingan kelompoknya saja.
Hal itu, menurutnya, terlihat dari banyaknya kelompok di Papua yang menentang deklarasi tersebut.
"Saya lihat bahwa ada kelompok-kelompok yang menolak deklarasi Benny Wenda. Berarti mereka merasa tidak diwakili. Dari situ kita bisa nyatakan bahwa itu hanya kepentingan golongan saja, tidak untuk kepentingan semua," katanya.
Soleman mengungkapkan, Benny Wenda saat ini sudah menjadi warga negara Inggris. Karena itu, sangat tidak masuk dia mengklaim sebagai wakil masyarakat Papua.
"Bagaimana warga negara Inggris kok mewakili Papua, itu enggak masuk akal. Yang ketiga, untuk negara yang mendukung, dalam resolusi PBB melarang negara manapun untuk mendukung suatu gerakan yang dapat memisahkan diri dari negara yang sudah punya pemerintahan. Jadi tidak mungkin ada suatu negara yang mendukung kelompok-kelompok dari suatu negara yang sudah berpemerintahan," tegasnya.
Sementara itu, Manajer Departemen Politik dan Pemerintahan PSKP Eveline Cabuy mengatakan, pemerintah perlu meningkatkan pendidikan di wilayah pedalaman.
Selain itu, kata dia, pemerintah juga masih belum memerhatikan permasalahan HAM yang ada di Papua.
"Di mana juga banyak masyarakat Papua yang masih belum merasa aman berada di tanah airnya sendiri. Kemanusiaan yang adil dan beradab ini belum terasa di Papua. Pemerintah belum bisa menangani kasus HAM yang ada di Papua. Rasa aman ini bukan hanya tentang keamanan suatu daerah tetapi juga rasa keamanan bagi setiap individu di Papua," ujarnya.
Pemerintah, kata dia, juga perlu memberikan kepercayaan kepada anak-anak Papua dalam mengekspos kreatifitasnya. Termasuk memberikan ruang untuk anak-anak Papua membuktikan dirinya.
"Provinsi Papua memiliki 7 wilayah adat, setiap wilayah adat memiliki antropologi yang berbeda-beda," ujar dia.
"Pendekatan budaya dengan membuka ruang dialog juga membuka daerah otonomi baru dengan melihat karakteristik suatu daerah," ucapnya. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil