jpnn.com - CIREBON - Krisis BBM terus melanda wilayah Cirebon, Kuningan, Indramayu dan Majalengka. Untuk mendapatkan premium, warga harus rela antre berjam-jam di SPBU.
Bahkan, kelangkaan itu menyebabkan harga bensin premium di tingkat eceran naik tajam dan menembus angka Rp20 ribu per liter.
BACA JUGA: Tujuh Orang Sudah Diperiksa, Belum Ada Tersangka
Asep Kamaludin, warga Desa Pagundan Kecamatan Lebakwangi, Kabupaten Kuningan mengaku, membeli bensin eceran dengan harga Rp20 ribu di pengecer yang ada di Desa/Kecamatan Ciawigebang.
“Saya dongkol sekali membeli bensin Rp20 ribu. Kalau tidak butuh untuk pergi ke Waled tidak mungkin membeli. Ketika mengetahui harga Rp20 ribu saya sempat bersitegang, namun si penjual tidak mau menurunkan harga dengan alasan beli bensin harus antre,” ucap pria yang juga pengurus Masjid Syiarul Islam Kuningan kepada Radar Cirebon (Grup JPNN), kemarin (24/8).
BACA JUGA: Targetkan Lokalisasi Lamin Ditutup Akhir Tahun
Asep tidak mempermasalahkan kalau harga Rp9.000/liter, tapi kalau sudah Rp20 ribu sudah merupakan tindakan sewenang-wenang, sehingga patut ditegur oleh pihak terkait. Pengecer seperti itu seolah semakin menambah penderitaan warga.
Pengakuan harga Rp20 ribu juga dibenarkan Abdul Kholik, warga Desa Ciureh Kecamatan Cidahu. Ketika pada Sabtu harga masih Rp9.000, tapi kini sudah menembus Rp20 ribu.
BACA JUGA: Balita Dianiaya dan Dibuang di Rel Kereta Api
“Alasannya sama karena sulit memperoleh premium, tapi pengecer jangan memperlakukan seperti itu, karena meski antre juga tetap ketika membeli di pom hanya Rp6.500,” ujarnya.
Sementara itu, Pengawas SPBU Kuningan Rest Area Andri Ramdana mengatakan, karena terjadi pembatasan kiriman BBM dari Pertamina, maka pihak pom memberlakukan aturan bagi konsumen. Untuk yang membeli dengan jeriken hanya diberi Rp100 ribu, motor tidak terbatas, dan mobil Rp200 ribu.
“Kalau tidak seperti ini bahaya. Pada Sabtu malam ketika bensin dan pertamax habis banyak pengendara yang kecewa. Mereka pun membunyikan motor dengan suara keras,” jelas dia.
Di SPBU KRA sendiri jatah dari biasa 24 ribu liter untuk premium, sekarang hanya mendapat 8.000 liter. Tentu dengan adanya pengurangan, jumlah 8.000 liter habis dalam jangka waktu dua jam.
Terpisah, Kadisperindag Kuningan Drs Ucu Suryana MSi menanggapi permintaan dari SPBU agar pengecer dilarang membeli BBM agar tidak terjadi kenaikan harga yang tidak wajar, menurutnya bukan solusi. Sebab, kalau pengecer tidak diberi jatah, maka warga di pedesaan akan kesulitan membeli bensin.
“Dengan adanya kebijakan pengurangan 20 persen secara nasional, maka pihak SPBU tinggal mengatasi, salah satunya mengurangi. Kalau tidak diberi kasihan warga yang jauh dari SPBU,” ucapnya.
Hingga saat ini, lanjut dia, pihaknya masih menunggu mengenai informasi dari pihak Pertamina dan Hiswana Migas. Karena pada Sabtu malam melakukan rapat untuk membahas revisi pengurangan jatah BBM. Apakah pemangkasan BBM 20 persen bisa diubah menjadi 10 persen atau 5 persen.
“Kami tengah menunggu informasi, kalau ternyata hanya dikurangi 5 persen, Pertamina akan langsung melakukan pengiriman,” sebutnya.
Asda 2 Setda Kuningan Drs H Kamil Ganda Permadi setuju dengan adanya pembatasan BBM yang dilakukan Pertamina. Sebab, warga terlalu banyak dimanja, sehingga subsidi layak cabut. Kemudian pembatasan ini agar warga lebih berhemat.
“Lihat saja di luar negeri harga bensin sudah di atas Rp10 ribu/liter. Indonesia hanya Rp6.500 sisanya disubsidi. Selain itu juga harus ada pembatasan jumlah kendaraan,” jelas Kamil sebelum menghidiri Manasik Haji Masal di Gedung Kuningan Islamic Center, kemarin.
Terkait pembatasan BBM, pihaknya sudah menerima surat dari Pertamina, bahkan dalam surat itu disebutkan ada dua SPBU yang jam operasionalnya dibatasi yakni SPBU depan SMPN I Kuningan dan SPBU Ciawigebang.
Wakil Bupati Kuningan H Acep Purnama MH juga turut berkomentar masalah pengurangan BBM. Menurut dia, ada pembatasan seperti ini harus disikapi positif oleh warga. Salah satunya dengan menggunakan BBM seperlunya. “Saya setuju BBM dinaikkan namun tidak sekaligus. Sebab, kalau terus disubsidi nantinya terlalu dimanja,” jelasnya.
Dari pantauan Radar, antrean masih terus berlangsung di tiap SPBU. Banyak pengendara yang harus antre berjam-jam hanya untuk membeli bensin Rp20 ribu. “Pada ke mana pemimpin kita ini, BBM sampai sulit diperoleh. Kalau mau naik silakan asal BBM-nya ada,” ucap Edi warga Desa Kasturi yang ikut antre di SPBU KRA.
Di Cirebon, harga premium dibanderol dari kisaran Rp8-15 ribu, sementara untuk pertamax dibanderol dari Rp13-20 ribu. Salah seorang pedagang eceran di kawasan Perumnas Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon, Eno memutuskan untuk menjual pertamax sejak kemarin (24/8). Mengingat, sejumlah SPBU sudah melakukan pelarangan pembelian premium melalui jeriken. “Kalau waktu kemarin premium masih ada, nggak sampai sepuluh menit juga langsung habis,” tuturnya.
Eno memilih untuk membanderol premium yang dimilikinya dengan harga Rp8 ribu. Sementara untuk pertamax, pihaknya membanderol seharga Rp13 ribu.
Terpisah, salah seorang pedagang eceran di kawasan Sumber, Mulyadi mengaku hanya menjual premium saja. Namun dirinya mengaku, sejak kemarin (24/8), pihaknya agak kesulitan untuk mendapatkan barang dari SPBU. Maka dari itu, harga bensin di warungnya relatif mahal. “Antrenya lama, dan agak susah untuk mendapatkannya karena tidak semua SPBU menerima penjualan untuk jeriken. Ya akhirnya kalau ada saya jual sekitar Rp10 atau Rp12 ribu,” tuturnya.
Salah seorang warga yang membeli bensin eceran di kawasan Sumber Kabupaten Cirebon, Eka Prasetya, terpaksa membeli bahan bakar di pedagang eceran lantara dirinya tidak kuat mengantre di SPBU. Dikatakannya, antrean di SPBU memakan waktu yang cukup lama dan cukup melelahkan. “Kebetulan lewat, dan ternyata ada. Ya sudah saya beli saja, daripada kehabisan bensin,” tuturnya.
Dirinya mendapatkan BBM jenis premium seharga Rp10 ribu untuk satu liter. Meski memang lebih mahal dari harga di SPBU, namun Eka tidak mempermasalahkannya. “Daripada motor mogok dan waktu terbuang lama, ya lebih baik beli di eceran,” tuturnya.
Senada, warga lainnya yang membeli di pedagang eceran adalah Habibi. Namun berbeda dengan Eka, Habibi harus merogoh kocek Rp15 ribu untuk mendapatkan satu liter bensin. “Ya habis mau bagaimana lagi. Sekarang BBM lagi susah, sementara saya harus berangkat, jadi ya sudah, di pinggir jalan ada yang jualan, ya saya beli,” ujarnya.
Salah satu pengecer bensin di Desa Bakung Kidul, Kabupaten Cirebon, Sugi (28) mengatakan, dampak dari pengurangan kuota BBM yang membuat para pembeli baik itu pengguna kendaraan maupun pengecer harus mengantre di SPBU selama lebih dari dari satu jam. Sudah begitu, di tingkat pengecer mereka hanya diperbolehkan membeli sebanyak 10 liter premium perhari, itupun hanya untuk pengecer resmi yang memang mempunyai izin. “Untuk memenuhi kebutuhan BBM warga di daerah yang memang jauh dari SPBU, akhirnya dengan pembatasan yang hanya sepuluh liter, pengecer lebih baik membeli pertamax,” ujarnya.
Kondisi ini pun tidak langsung menyelesaikan masalah yang timbul di tingkat pengecer. Lapak Pertamax maupun Premium hanya mampu bertahan beberapa saat saja, bahkan tidak sampai hitungan jam. Stok pertamax dan premium langsung habis diserbu warga.
Sugi sendiri mengatakan terpaksa menaikkan harga eceran BBM karena saat ini untuk mendapatkan jatah dari SPBU, dia harus mengantre bersama pengecer lainnya hingga berjam-jam. Jadi menurutnya wajar jika ia menaikan harga BBM tersebut di atas harga normal. “Jika nanti stoknya sudah normal, harga di eceran juga akan turun lagi,” ungkapnya. (mus/kmg/dri/den/jml)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketakutan Bawa Ekstasi, Nekad Tabrak Polisi
Redaktur : Tim Redaksi