Beragam Modus Politik Uang, Paket Sembako hingga Token Listrik, Merusak Demokrasi

Kamis, 09 Februari 2023 – 14:55 WIB
Ditjen Pol & PUM Kemendagri menggelar webinar Pengembangan Literasi Politik Melalui Forum Media dengan tema "Politik Uang: Potensi, Pencegahan, dan Penindakan", Kamis (9/2/2023). Foto: Humas Kemendagri

jpnn.com - JAKARTA - Direktur Politik Dalam Negeri Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Ditjen Pol & PUM) Kemendagri Syarmadani mengatakan, politik uang sejak awal pemilu merupakan perilaku yang sudah hadir di masyarakat.

Menurut penelitian, keadaannya semakin membahayakan akhir-akhir ini. Terlebih ketika para pegiat politik, pemerhati pemilu, dan generasi muda mulai menyuarakan kegelisahannya terkait politik uang.

BACA JUGA: Awas! Sistem Pemilu Berbiaya Tinggi Picu Politik Uang, Berujung Korupsi

“Ada sebagian bahkan jumlahnya cukup besar yang setuju terhadap keberadaan politik uang ini. Apalagi praktik-praktik lapangan, tentu banyak cerita politik uang ini masih berlangsung,” kata Syarmadani mewakili Dirjen Pol & PUM Bahtiar saat membuka webinar Pengembangan Literasi Politik Melalui Forum Media dengan tema "Politik Uang: Potensi, Pencegahan, dan Penindakan", Kamis (9/2).

Webinar ini digelar Ditjen Pol & PUM, yang merupakan bagian dari peran Kemendagri untuk melakukan peningkatan partisipasi masyarakat dalam Pemilu Serentak 2024.

BACA JUGA: Bahtiar: MIPI Punya Tanggung Jawab Mengedukasi Publik terkait Ilmu Pemerintahan

Lebih lanjut, Syarmadani mengatakan, praktik politik uang akan menggerus demokrasi, keadilan, dan kesempatan yang sama bagi seseorang untuk mengurus negara.

Bahkan politik uang berpotensi menumbangkan demokrasi. Fenomena yang tampak seperti politisi yang mendapat bekal dari pemodal. Praktik ini dianggap berbiaya tinggi dan pada akhirnya akan meminta ganti rugi.

BACA JUGA: Webinar Ditjen Polpum Kemendagri: Ini Jumlah ASN Langgar Netralitas, Mengkhawatirkan!

Dikatakan, karakter publik sangat menentukan dalam pencegahan politik uang. Ketika ada pihak yang memberi, tetapi publik tak mau menerima, maka tidak akan terjadi politik uang.

Kabar baiknya, sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Lingkar Madani, mereka menyebut walaupun masih mengkhawatirkan, persepsi publik terhadap politik uang sudah mulai berubah.

“Kalau dulu, bahwa politik uang ini benar-benar memengaruhi sikap publik, siapa yang memberi akan terpilih, ternyata pergerakan ini sudah mulai bergeser. Yaitu ketika orang bisa saja menerima uang atau sesuatu bernilai uang, tetapi tidak otomatis menjadi pemilih,” jelasnya.

Adapun, narasumber webinar ini antara lain Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) 2022-2027 M. Afifuddin, Kepala Biro Fasilitasi Penanganan Pelanggaran Pemilu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Yusti Erlinayusti, Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Ratna Dewi Pettalolo.

Selian itu, Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Kejaksaan Agung Amir Yanto, Direktur Analisis dan Pemeriksaan Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Beren Rukur Ginting, Kasubdit II Pembangunan Demokrasi Direktorat Politik Badan Intelijen dan Keamanan (Baintelkam) Polri Agus Sutrisno, dan Bagian Pengaturan, Riset, dan Pengembangan Grup Penanganan APU PPT Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Rifki Arif Budianto.

Dampak Politik Uang

Anggota DKPP Ratna Dewi Pettalolo mengatakan, politik uang umumnya dilakukan untuk menarik simpati para pemilih dalam menentukan hak suaranya di Pemilu.

“Tentunya ini akan berimplikasi pada penyelenggaraan pemerintahan yang lahir dalam proses Pemilu,” terangnya.

Anggota KPU 2022-2027 M. Afifuddin menjelaskan, wacana politik uang selalu muncul setiap penyelenggaraan Pemilu dan menjadi musuh utama demokrasi. Hal ini juga menjadi momok bagi pemilih, penyelenggara, dan peserta Pemilu.

Dia menyebut beberapa dampak politik uang dalam Pemilu, seperti pemilih kehilangan kedaulatannya, penyelenggara melanggar prinsip integritas, peserta Pemilu jadi tidak berintegritas, serta Pemilu tidak berjalan secara free and fair election.

“Praktik politik uang ini biasa menjadi kerawanan tersendiri. Menghambat kebebasan dan kerahasiaan pemilih karena didorong oleh semangat finansial dan menjadi situasi yang menakutkan bagi penyelenggaraan Pemilu yang baik,” ujarnya.

Kepala Biro Fasilitasi Penanganan Pelanggaran Pemilu Bawaslu Yusti Erlinayusti mengatakan, di dalam norma Undang-Undang (UU) seperti UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, tindakan yang dilarang dan dianggap sebagai kejahatan yaitu mahar politik dan politik uang.

Sementara sumbangan dana kampanye dibolehkan, meskipun terdapat batasan jumlah dan pihak-pihak yang menyumbang.

Dia menyebut beberapa modus politik uang seperti uang tunai, paket sembako, kupon belanja, uang sedekah, uang ganti, doorprize, sumbangan pembangunan, hingga pemberian token listrik. (sam/jpnn)


Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler