Beraksi Dekat Istana, Pedemo Bonyok Diinjak-injak Polisi

Senin, 22 Maret 2021 – 15:00 WIB
Para pedemo prodemokrasi memadati jalan saat aksi protes antipemerintah di Bangkok, Thailand, Rabu (14/10/2020). Foto: ANTARA FOTO/REUTERS/Jorge Silva/FOC

jpnn.com, BANGKOK - Lebih dari 30 warga sipil dan polisi terluka dalam protes anti pemerintah di Thailand, kata sebuah pusat medis darurat pada Minggu setelah polisi menggunakan meriam air, gas air mata dan peluru karet untuk membubarkan demonstrasi pada malam sebelumnya.

Video yang beredar di media sosial menunjukkan polisi memukul dan menginjak orang-orang. Beberapa pedemo terlihat melarikan diri dari polisi yang berperlengkapan anti huru hara dan beberapa orang meninggalkan sepeda motor mereka.

BACA JUGA: Polisi Berharap Pedemo Urungkan Niat Gelar Aksi, Begini Alasannya

Video lain menunjukkan orang-orang berlindung dari gas air mata di restoran McDonald's.

Tiga belas petugas polisi dan 20 lainnya terluka, kata Pusat Medis Erawan.

BACA JUGA: Temui Para Pedemo Arya Wedakarna, Pernyataan Bupati Klungkung Bikin Adem

Polisi mengatakan pada Minggu tindakan mereka sesuai dengan standar internasional dan bahwa 20 pengunjuk rasa ditangkap karena melanggar undang-undang pertemuan publik dan menghina monarki.

"Kekerasan berasal dari pihak pengunjuk rasa dan polisi harus membela hukum dan melindungi fasilitas negara," kata wakil kepala polisi Bangkok, Piya Tavichai, kepada wartawan.

BACA JUGA: Ombudsman Ungkap Dugaan Maladministrasi Usai Penangkapan Pedemo Tolak UU Ciptaker

Para pengunjuk rasa tidak setuju. "Kekerasan dimulai oleh polisi terlebih dulu, menggunakan gas air mata dan meriam air sebelum pengunjuk rasa melakukan sesuatu," kata aktivis Rukchanok Srinork, 27, yang berada di lokasi demo itu.

"Mereka memiliki helm, perisai, pelatihan pengendalian massa, jika ada batu, angkat perisaimu."

Potret raja dirusak pada protes Sabtu malam, yang melibatkan lebih dari 1.000 orang.

Protes anti pemerintah bulan ini menyebabkan lebih dari 20 pengunjuk rasa terluka.

Gerakan protes pemuda Thailand muncul tahun lalu dan telah menjadi tantangan terbesar bagi pemerintah Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, seorang pensiunan jenderal angkatan darat yang merebut kekuasaan pada 2014 dari pemerintah terpilih.

Para pengunjuk rasa mengatakan Prayuth merekayasa proses yang melestarikan pembentukan monarki militer dan membuatnya tetap berkuasa setelah pemilu 2019. Prayuth dan pendukungnya menolak pernyataan itu.

Para pengunjuk rasa menuntut reformasi monarki, melanggar tabu tradisional, mengatakan konstitusi yang dirancang oleh militer setelah kudeta 2014 memberi raja terlalu banyak kekuasaan.

Istana Kerajaan, yang menolak berkomentar pada Minggu, telah menghindari berkomentar langsung tentang protes tersebut. Pemerintah mengatakan kritik terhadap raja itu melanggar hukum dan tidak pantas. (ant/dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler