jpnn.com, LUWU TIMUR - Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman tegas menyatakan, "kedaulatan negara ini harga mati. Dalam sektor pertanian, kami tidak ingin dicampuri. Apalagi mau didikte oleh negara lain. Termasuk Eropa."
Pernyataan bertenaga itu disampaikan Amran di Perkebunan Sawit Burau Luwu Timur (PTPN XIV), Sulawesi Selatan, Rabu, 26 April 2017, menjawab pertanyaan wartawan tentang sasus embargo sawit di Eropa.
BACA JUGA: Menteri Pertanian: Lahan untuk Petani!
Peraih gelar doktor dari Universitas Hasanuddin Makassar itu menjelaskan, bahwa yang sering ngotot itu sebenarnya Prancis.
"Mereka mengambil CPO (crude palm oil atau minyak sawit mentah--red) hanya 200 ribu ton. Sangat kecil…sangat kecil. Eropa itu membutuhkan hanya 3,2 juta ton. Eropa mengambil CPO dari Indonesia."
BACA JUGA: Menuju Swasembada Gula, ini Jurus Menteri Pertanian
Indonesia, sambung Amran, sudah konversi CPO menjadi biofuel. Dan sudah mencapai 3.2 juta. Artinya, tidak ada masalah buat Indonesia.
"Ratas (rapat terbatas) dua minggu yang lalu, kami sampaikan di hadapan Bapak Presiden, bahwa konversi CPO menjadi biofuel ini ditingkatkan B20 menjadi 7 juta. Target tahun ini kan harusnya 7 juta."
BACA JUGA: Pulang Kampung, Menteri Amran Kasih Trik Tingkatkan Panen Tebu
Sejurus kemudian, dia bertanya kepada awak media, "kalau mencapai 7 juta, artinya apa? Ada negara yang sering kita kirimi CPO tidak kebagian. Logik gak? Berarti ndak ada masalah kan? Jangan dibesar-besarin. Ini gak ada masalah."
Bagi dia, yang terpenting di sini adalah Indonesia tidak didikte oleh negara lain. Indonesia punya standar sendiri.
Indonesia punya ISPO, Indonesian Sustainable Palm Oil. Malaysia punya RSPO, Roundtable Sustainable Palm Oil.
"Ini menjadi satu. Kita sudah sinergi. Kita punya CPO terbesar dunia. Kalau gabung dengan Malaysia, kita menguasai 80 sampai 90 persen. Masa orang lain yang membuat standarnya? Tak mungkin dong. Indonesia yang buat sendiri," tandasnya.
Kerusakan Hutan?
Belum lama ini, Menteri Pertanian Amran Sulaiman bertemu dengan Menteri Pertanian Jerman, Denmark dan Spanyol.
"Aku diskusikan tentang ini. Saya katakan, jangan pendekatannya hanya environment. Jangan hanya lingkungan. Tapi, ada community dibawah sawit ini. Maka, sekali-kali pendekatannya community welfare…kesejahteraan komunitas."
Di ruang lingkup perkebunan sawit ada pedagang, tukang sawit, pekerja sawit, pengambil TBS (tandan buah segar--red) dan seterusnya. Pendeknya, ada komunitas manusia.
"Kalau harga CPO turun karena black campaign yang dibuat european countries, dampaknya secara logika, semua petani sawit plasma akan bergerak masuk hutan mencari pendapatan lain. Ya gak?" pungkasnya bernada tanya.
"Kalau mencari pendapatan lain, apa yang terjadi…menebang hutan kan? Berarti hutan rusak. Lingkungan rusak. Pertanyaan saya, secara tidak langsung, siapa sebenarnya yang merusak lingkungan?"
Sejenak hening, Amran meneruskan, "heran. Orang utan saja di Kalimantan itu menjadi perhatian mereka. Ini orang beneran.
Aku juga mencintai lingkungan!"
Pendeknya, Indonesia yang berdaulat, jangan sesekali didikte oleh negara lain. (wow/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mentan: Saya Titip Pak Rachmat kepada Penjabat Gubernur
Redaktur & Reporter : Wenri