Berebut Menggali Rezeki Emas di Negeri Dewi Sri Bombana (1)

Pendulang Wajib Beli Kartu Rp 1 Juta Per Enam Bulan

Senin, 26 Januari 2009 – 08:21 WIB
Foto: Agus Muttaqin/JPNN

Puluhan ribu orang kini berdatangan ke Bombana, sebuah kabupaten di Sulawesi Tenggara (Sultra)Mereka berebut rezeki nomplok setelah di sebuah kawasan tandus bekas lokasi transmigran ditemukan persebaran cadangan emas yang melimpah.

AGUS MUTTAQIN, Bombana

TEMA pembicaraan seputar tambang emas di Bombana begitu terasa sejak mendarat di Bandara Wolter Monginsidi, Kendari, Sulawesi Tenggara

BACA JUGA: Di Balik DetEksi Basketball League dan Kehebohan Basket di Papua (3-Habis)

Sejumlah kru pesawat, pekerja bandara, dan sopir taksi cukup fasih membicarakan fenomena emas di Bombana
Informasinya pun beragam

BACA JUGA: Di Balik DetEksi Basketball League dan Kehebohan Basket di Papua (2)

Mulai ribuan penambang "dadakan" yang berbondong-bondong menuju Bombana, fenomena orang kaya baru di sana, hingga perilaku seks para penambang liar.

Mereka tahu detail informasi karena sebagian warga Kota Kendari, ibu kota Sultra, yang kepincut dan ikut menambang di Bombana
Sisanya lagi hanya mendengar cerita dari para pendulang.

Bandara Monginsidi adalah satu-satunya lokasi pendaratan terdekat bagi para penambang dari luar Sultra

BACA JUGA: Di Balik DetEksi Basketball League dan Kehebohan Basket di Papua (1)

Para pendulang berasal dari berbagai kota di wilayah tanah airMulai Banda Aceh, Tasikmalaya (Jabar), Lamongan (Jatim), Manado, hingga warga Timika, PapuaBahkan, ada beberapa penambang berkelompok yang datang dari Kuala Lumpur, Malaysia.

Saat mendarat di Bandara Monginsidi pada Senin (13/1) lalu, Jawa Pos satu pesawat dengan rombongan beranggota 10 penambang dari Banyuwangi, Jawa Timur.

Sejak ditemukannya emas, lalu lintas penerbangan dari dan ke Bandara Monginsidi semakin padatTingkat isian (load factor) pesawat menuju gerbang udara satu-satunya ke Sultra itu selalu penuhDinas Perhubungan Pemprov Sultra menyebut, rata-rata isian pesawat menembus 90 persen.

Sejumlah maskapai pun jorjoran menyervis penumpangSriwijaya Air, misalnya, yang pada 10 Desember 2008 atau berselang dua bulan sejak ditemukannya emas, menambah jadwal kursi penerbangan dari 125 seat menjadi 144 seat per hariGaruda Indonesia bahkan harus mempercepat rencana membuka rute baru Kendari-Jakarta melalui Makassar dari Maret 2009 menjadi 16 Januari lalu.

Dari Bandara Monginsidi, para penambang harus melewati Kota Kendari sebelum menuju BombanaJarak Kendari-Bombana sekitar 230 kilometerItu belum termasuk jarak menuju dua lokasi penambangan di Sentra Permukiman (SP)-8, Rarowatu Utara, dan Sungai Tahi Ite, RarowatuDisebut SP-8 karena dulu wilayah yang berbatasan dengan area Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Barito Pasific Timber itu merupakan bekas lokasi transmigrasi.

Bombana yang didiami suku Moronene dimitoskan sebagai Negeri Dewi SriSebab, kawasan itu menjadi sentra lumbung padi di SultraSebelum ditemukannya emas, mata pencaharian penduduk adalah bertani dan nelayan.

Bombana sendiri merupakan nama kabupaten hasil pemekaran dari Kabupetan ButonIbu kota Bombana adalah KasiputeAngkutan umum menuju Kasipute amat terbatasSetiap hari dilayani dua kali keberangkatanYakni, pagi dan siangArmadanya Isuzu Panther, Toyota Kijang, Mitsubishi Kuda, dan Suzuki APVPerjalanan menuju Kasipute ditempuh dalam waktu lima hingga enam jam dengan transit sekitar 15 menit di sebuah rumah makanTarifnya Rp 50 ribu untuk sekali jalan.

Perjalanan dari Kendari menuju Bombana melewati Kabupaten Konawe Selatan (Konsel)Jalanan melintasi hutan dan padang SavanaPadang itu bagian dari Taman Nasional Aopa yang pernah menjadi koloni ratusan ribu rusaDi sana sinyal telepon hanya sesekali muncul saat berada di dekat kantor kecamatan.

Sepanjang jalan menuju Bombana sudah terasa suasana penambanganWartawan Jawa Pos berpapasan dengan konvoi belasan sepeda motor yang membawa peralatan sama: ransel pakaian, wajan besar, sekop, linggis, jeriken, dan tenda terpalBaik pengemudi maupun pemboncengnya rata-rata berpakaian lusuh oleh sisa lumpurMaklum, mereka baru saja selesai menambang emas berhari-hari di wilayah SP-8Para penambang liar itu pulang karena bekal logistiknya sudah habis atau sudah mendapat beberapa gram emas hasil penambangan.

Selain sepeda motor, sesekali terlihat mobil berpenggerak empat roda (four-wheel-drive/4WD) beraneka merek, seperti Mitsubishi Strada, Toyota Hillux, dan Ford RangerMobil-mobil itu juga menuju atau pulang dari SP-8Para pemilik mobil bertenaga besar itu adalah para cukong berkantong tebal yang punya anak buah di lokasi penambangan.

Mereka disebut penambang liar karena mayoritas tak memiliki kuasa pertambangan (KP) dari Pemkab BombanaDinas pertambangan setempat selama ini hanya mengeluarkan izin KP kepada dua perusahaan, yakni PT Panca Logam Makmur (PLM) dan PT Tiran IndonesiaIzin KP itu untuk proses eksplorasi alias penelitian, belum sampai pada tahap eksploitasi.

Di pasar Kasipute berderet sejumlah kios bertuliskan "beli emas" yang siap membeli emas hasil penambanganHarga yang dipatok biasanya seragam, yakni Rp 250.000 per gramHarga ini jauh lebih mahal dibanding saat pekan-pekan pertama ditemukannya emas yang hanya dihargai sekitar Rp 180.000 per gram.

Sampai di Bombana, mobil yang kami tumpangi berhenti di Terminal KasiputeJarak dari terminal menuju lokasi tambang sekitar 30 kilometerUntuk mencapai lokasi, tak tersedia angkutan umumSatu-satunya angkutan adalah Mitsubihi Strada dan mobil 4WD lainItu pun ikut nebeng saat pemiliknya hendak menuju SP-8 pada pagi hari.

Sebenarnya ada ojek yang bisa menjangkau lokasi tambangNamun, sejak ditemukannya tambang emas, para pengojek jarang beroperasiMereka lebih suka mendulang emasDan, pilihan itu masuk akalSebab, sekali mendulang emas, mereka dapat mengantongi 0,5 gram hingga 1 gramItu setara dengan sepuluh kali lipat dari penghasilannya sebagai tukang ojekKalaupun ada pengojek, itu pun hanya satu duaMereka mematok tarif mahalBisa sampai tiga lipat bahkan lebih dari tarif biasanya.

Jawa Pos terpaksa merogoh kocek hingga Rp 400 ribu untuk menyewa ojek setengah hari berkeliling SP-8 dan Sungai Tahi Ite''Saya kebetulan libur mendulang, jadi sesekali bolehlah mengojek,'' ujar Amin, seorang pengojek beralamat di Rumbia.

Dari Kasipute, perjalanan menuju SP-8 memerlukan waktu sekitar tiga jamAmin mengisi tangki bensin motornya penuh-penuhDia khawatir kehabisan bensin ketika sampai di lokasi SP-8Untuk mencari bensin, Amin perlu berputar-putar di Kota KasiputeSatu-satunya SPBU di dekat kantor bupati sejak pagi pukul 09.00 sudah kehabisan stok BBM''Tak sampai dua jam (diisi), POM bensin itu pasti tutup kehabisan bensinBiasanya yang antre mobil-mobil yang mau ke SP-8,'' kata Amin.

Sejak adanya tambang emas, kondisi Kota Kasipute mendadak berubah drastisAktivitas ekonomi menggeliat kencangSPBU yang sebelumnya sepi pembeli, belakangan diserbu berbagai kendaraanMulai sepeda motor yang rata-rata baru, hingga mobil 4WD yang akan menuju lokasi penambanganSaat stok bensin di SPBU habis, pengendara tak punya pilihan selain membeli dari penjual eceran dengan harga Rp 10.000 per liter.

Untuk mencapai SP-8 perlu perjuangan ekstrakerasSebab, kondisi jalanan sangat memprihatinkanRuas jalan tak ubahnya kubanganDi sana-sini penuh lubangSetiap kali hendak melewati jembatan, pengendara terpaksa turun dari sepeda motor.

Kami terpaksa melintasi badan sungai yang kebetulan keringSebagian jalan agak menanjak karena lokasi menuju SP-8 berada pada Pegunungan Verbeek.

Di tengah perjalanan, kami mendapati pos pemeriksaan yang dijaga petugas berseragam Satpol PPPetugas itu menanyakan kartu izin masuk lokasi penambanganAmin lantas menyodorkan sebuah kartu dari dompetnyaSang petugas akhirnya membuka pintu portal dan menyilakan kami melanjutkan perjalanan''Kalau nggak punya kartu, penambang (liar) biasanya lewat jalan tikusItu di sana jalan-jalannya,'' kata Amin sambil menunjukkan rerimbunan hutanKalaupun terpaksa, penambang bisa saja menyogok Rp 20.000 kepada petugas untuk bisa melintas.

Lokasi penambangan emas awalnya bebas dimasuki siapa punTak terkecuali penambang dari luar SultraSejak "tambang emas" itu tercium warga pada September 2008, sekitar 60.000 penambang liar tumpah ruah ke sanaItu berarti sudah lebih separo dari jumlah penduduk Kabupaten Bombana yang pada 2005 tercatat "hanya" 110.029 jiwa.

Sejak muncul berbagai dampak sosial, Pemkab Bombana per November 2008 membatasi penambang melalui penerbitan kartuHanya penambang berkartu yang dapat masuk lokasiBiaya pengurusan kartu sesuai domisili penambangPenambang ber-KTP Bombana dipungut Rp 100.000 per enam bulanSedangkan warga ber-KTP di luar Bombana ditarik biaya Rp 1 jutaKartu izin memasuki lokasi galian golongan A dan B itu berlaku enam bulan.

Setelah dua jam menyusuri jalanan off-road, kami singgah sejenak di kawasan SP-9, WububangkaIni lokasi penambangan emas paling dekat dari KasiputeAktivitas penambangan terlihat berada di tengah-tengah padang ilalangDi tengah padang ilalang itu terlihat aktivitas penambangan liarPara penambang membentuk kelompok-kelompok kecil saat menggali lubangDari lubang sedalam 5-6 meter, penambang mengumpulkan tanah material yang mengandung serbuk dan buliran emas''Istilahnya, kalau lagi bernasib baik, kami dapat satu hingga dua kaca,'' kata Andi Mansyur, pendulang emas dari Siwa, SulselKaca adalah istilah untuk menghitung berapa bulir emasSepuluh kaca berukuran sedang setara dengan 1 gram.(bersambung)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menelusuri Terowongan Rahasia Penghubung Gaza dengan Mesir (3-Habis)


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler