Berebut Menggali Rezeki Emas di Negeri Dewi Sri Bombana (2)

Bayar Dua Gram untuk Yang Berparas Cantik

Selasa, 27 Januari 2009 – 00:42 WIB

Kedatangan puluhan ribu penambang emas benar-benar menyulap wajah lahan transmigran di Sentra Permukiman Delapan (SP 8)Kawasan padang ilalang yang dulu tak terjamah itu pun berubah menjadi sebuah kota baru

BACA JUGA: Berebut Menggali Rezeki Emas di Negeri Dewi Sri Bombana (1)

Pusat keramaian Bombana seolah pindah ke SP-8


AGUS MUTTAQIN, Bombana

DALAMNYA emas memang sulit diduga

BACA JUGA: Di Balik DetEksi Basketball League dan Kehebohan Basket di Papua (3-Habis)

Ada yang baru menggali dua meter sudah mengumpulkan material emas
Tapi, ada juga penambang yang baru dapat setelah berpeluh-peluh menggali hingga kedalaman enam meter

BACA JUGA: Di Balik DetEksi Basketball League dan Kehebohan Basket di Papua (2)

”Sebagian penambang malah ada yang tidak mendapatkan sama sekaliPadahal, sudah menggali dalam-dalam,’’ kata Andi Mansyur, pendulang emas dari Siwa, Sulsel

Material diambil dari sebuah lubang berukuran sekitar 1,5 x 1,5 meterKalau material di sebuah lubang galian dianggap sudah habis, para penambang pindah ke lokasi baruLubang yang lama plus tanah sisa galian dibiarkan begitu sajaDari pantauan Jawa Pos, jumlah lubang sisa galian sudah mencapai ratusan ribuEmas kadang membutakan segalanyaTermasuk risiko nyawaMau hemat ongkos dan tenaga, ada penambang yang nekat membuat terowongan antarlubang untuk mencari material baruNah, saat membuat lubang tikus itulah, banyak penambang mati karena tanah longsor

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana dr Gazali Sjamsuddin mencatat, sejak September hingga Desember 2008, sudah 39 penambang tewas”Penyebabnya beragamMayoritas tertimbun tanah longsorSisanya jatuh, tertindas batu, dan kelalaian kerja,’’ kata Gazali.

Material yang mengandung emas biasanya dikumpulkan dalam karungSetelah dianggap cukup, karung berisi material itu dibawa ke lokasi pendulanganDari proses pendulangan, akan dipisahkan serbuk atau buliran emasUntuk mendulang, diperlukan air yang cukup sehingga 80 persen proses pendulangan dilakukan di kawasan aliran sungai

Saking banyaknya para pendulang, aliran sungai di sana menjadi mampetBahkan, badan sungai tidak berbentuk lagi
Mirip kubangan besarItu disebabkan banyak pendulang yang nekat menggali dasar atau pinggir sungai yang mengandung material emasYang memprihatinkan, seluruh aktivitas keseharian penambang tersebut dilakukan di kubangan ituMulai membangun kemah, makan-minum, beristirahat, hingga buang air besarTak sedikit pendulang yang terkena diare karena kondisi kotor tersebut.

Itu belum termasuk proses pendulangan yang menggunakan air raksa alias merkuri pada mesin tromol untuk memudahkan pengikatan serbuk emasLimbah beracun tersebut juga dibuang seenaknya di kubangan ituTak pelak, para pendulang pun menjadi korbanAda yang sekujur badannya mengalami iritasi dan gatal-gatal.

Sekelompok penambang dari Subang, Jawa Barat, memilih mendulang di lokasi terpisahMereka memanfaatkan sumber air dari sisa galianTak banyakPaling hanya dapat 3–4 liter per galianItu pun airnya sudah sangat keruh karena berkali-kali digunakan untuk mendulang”Kami biasa mendapatkan (emas) maksimal lima gram per hari,’’ kata Hendra, anggota kelompok penambangDari emas lima gram tersebut, mereka mengantongi Rp 1,25 jutaHasil jerih payah itu masih dibagi rata seluruh anggota kelompok”Karena anggota kami ada 10, maka per orang dapat Rp 125 ribuDan, setelah dikurangi biaya makan, tinggal Rp 100 ribu,’’ ujar Hendra

Menurut dia, seluruh penambang bekerja secara berkelompokTujuannya memudahkan penambanganDalam satu kelompok, anggota bertugas menggali tanah, menyediakan air, mendulang, dan menyiapkan logistikHendra tidak perlu repot untuk menjual buliran emas hasil mendulangnyaSebab, di SP-8, ratusan pengepul emas siap membeli dengan harga bersaing”Kalau saat ramai-ramainya, dua tiga bulan lalu, harganya masih murah sekitar Rp 185 ribu per gramTapi, sekarang sudah banyak pengepulJadi, harganya naik turun dari Rp 250 ribu,’’ ujar HendraSelain di SP-8, pembeli emas banyak bertebaran di Pasar Kasipute

Selain penambang liar, proses pendulangan canggih dilakukan PT Panca Logam Makmur (PLM)Perusahaan itu bisa dikatakan bekerja secara legal karena mengantongi izin kuasa pertambangan (KP) dari Pemkab Bombana untuk lokasi seluas 1.200 hektareMereka masih tahap eksplorasi alias penelitian sebelum proses eksploitasiPT PLM menggunakan alat berat, seperti ekskavator (untuk menggali material), dump truck (pengangkut material ke lokasi pendulangan), empat mesin molen (untuk mempercepat pendulangan), hingga ekstraktor (pengumpul serbuk emas)Khusus alat ekstraktor didatangkan dari Kanada

”Kami mempekerjakan beberapa pendulang sebagai mitra kamiKami pakai sistem bagi hasil 70:30,’’ jelas Leonardus, bos PT PLMArtinya, apabila dalam sehari mendapatkan 100 gram, bagian PT PLM sebanyak 70 gram dan sisanya milik pekerja.

Sebenarnya ada dua kawasan yang mengandung emas di BombanaSatu di kawasan padang ilalang dan sebuah sungai SP-8, Kecamatan RarowatuYang kedua di Sungai Tahi Ite, Kecamatan Rarowatu UtaraDua lokasi itu hanya dipisahkan oleh sebuah bukit yang bisa dilalui sepeda motorJaraknya sekitar 10 kilometer.

Para penambang awalnya bebas menggali lubang untuk menambangNamun, seiring adanya pembatasan penambang dari Pemkab Bombana, sejumlah tokoh Suku Moronene mulai memberlakukan pungutan terhadap penambangMereka menganggap para penambang itu beraktivitas di wilayah tanah ulayat merekaTak terkecuali pada PT PLM yang telah mengantongi KP dari bupati.

Tak diketahui berapa nilai kompensasi dari pemanfaatan tanah ulayat tersebutYang jelas, sejak ramainya pendulang, pungutan mengatasnamakan masyarakat setempat mulai marakPara penambang bahkan dikenai pungutan lebih sekali dalam sehariNilainya bervariasiYang termurah Rp 10.000 setiap penambang per tiga hari.  

Selain pungutan, pemilik tanah ulayat menerapkan bagi hasil bagi penambang liarMisalnya, yang dilakukan Budirman, tokoh setempat, yang menetapkan bagi hasil 5:2 terhadap para penambangArtinya, setiap 5 gram emas yang diperoleh pendulang, 2 gram diserahkan kepada Budi –sapaan Budirman.

Bagi mayoritas penambang dan warga Bombana, nama Budi ramai dikaitkan dengan penambangan emasDia diklaim sebagai orang pertama yang menemukan emas di Sungai Tahi IteCeritanya memang agak berbau mistisSebab, Budi disebut mendapat wangsit dalam mimpi, disuruh mencari emas di desanya, Raurau, Kecamatan Rarowatu Utara, yang punya banyak perbukitan tandus

Sebelum penemuan emas, Budi memang berkali-kali mendatangi perbukitan tersebut karena hendak membangun area peternakan sapi di kawasan ituPada saat yang sama, ada kenalan Budi yang kebetulan pernah bekerja di PT Freeport, Timika, Papua, ikut datang ke lokasi perbukitan tersebutNah, saat beristirahat sejenak, sang teman itu melihat struktur tanah di Sungai Tahi Ite mirip di FreeportDia lantas mengajak Budi meneliti tanah dan mencoba-coba mendulangnyaTak diduga, tanah tersebut mengandung buliran emas

Kontan Budi membatalkan niatnya membangun area peternakanSejak menemukan emas, keseharian Budi berubah 100 persenDia lebih banyak kungkum (mendulang) emas di sungaiCaleg Partai Patriot untuk DPRD Bombana itu sering bepergian ke Kendari untuk menjual butiran emasnyaNamun, karena emas yang hendak dijual cukup banyak, seorang pembeli menyarankan agar Budi menjualnya ke Makassar

Karena sering menjual emas ke Makassar itulah, sang pemilik toko curiga karena Budi sebelumnya tidak punya latar belakang dalam perdagangan logam mulia tersebut’’Dia (pemilik toko emas) berpikir jangan-jangan emas itu hasil curian,’’ ujar Zainuddin, warga BombanaPemilik toko tersebut lantas menghubungi polisiBudi sempat diinterogasi sehari

Di depan polisi, Budi lantas menceritakan temuan emas tersebutMaka, kisah bahwa Bombana memiliki hamparan tanah dengan emas melimpah itu pun beredar.  Jawa Pos sempat mendatangi rumah Budi di Desa RaurauNamun, yang bersangkutan sedang berada di BombanaSaat ditelepon melalui ponselnya, Budi menolak diwawancarai’’Saya sedang ada acara,’’ ujar Budi dari balik teleponnya.
 
Saat ini, di desa Budi yang berada di pinggiran Sungai Tahi Ite serta lahan SDP-8 ada puluhan ribu pendulang yang membangun tenda (kemah) sebagai ’’rumah sementara’’Ribuan tenda itu umumnya seragam: berbahan terpal biru.
Saking banyaknya tenda, kawasan SP-8 dan pinggiran Sungai Tahi Ite mirip perkampunganBahkan, khusus di SP-8 sebagai lokasi terpadat malah mirip sebuah kotaDi sana ada pasar yang menjajakan segala kebutuhan para penambangMulai beras hingga linggisBahkan, praktik lokalisasi liar pun tersedia.

Perputaran uang di SP-8 dan Desa Raurau bisa mencapai miliran rupiah per hariSebab, setiap pendulang rata-rata mendapatkan 1 gram emas per hari, maka saat itu juga dia pegang uang kontan Rp 250 ribuJika di dua kawasan penambangan terdapat 60 ribu penambang, total uang kontan yang berputar bisa mencapai Rp 15 miliar per hariItu dengan asumsi seluruh pendulang menjual emasnya tidak di luar lokasi penambangan

Tingginya perputaran uang dan jauhnya lokasi penambangan membuat harga kebutuhan sehari-hari menjadi mahalHarga mi rebus plus telur, misalnya, bisa mencapai Rp 15.000 per porsiAir dalam kemasan ukuran 1,5 liter yang biasanya Rp 3 ribu dijual dengan harga tiga kali lipatHarga ayam bisa mencapai Rp 200 ribu per ekor.

Terbatasnya uang kontan sering memaksa penambang menggunakan emas sebagai mata uang baruKhususnya, ketika mereka terbentur oleh kebutuhan mendesakBahkan, sudah menjadi rahasia umum, transaksi seks menggunakan tarif gram-graman emas’’Kalau (PSK) yang parasnya lumayan, ada yang tarifnya sampai 2 gramYang biasa-biasa saja, ya 1 gram sudah cukuplah,’’ ujar Santoso, penambang dari Lamongan, lantas tersenyum(bersambung)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Di Balik DetEksi Basketball League dan Kehebohan Basket di Papua (1)


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler