jpnn.com - MALANG nasib Tarmidi (48). Sopir taksi yang biasa mangkal di Budi Luhur, Jakarta Selatan, ini menjadi korban pencurian dengan kekerasan para perampok. Bahkan, dia sempat dilempar ke dalam jurang sebelum akhirnya bisa merayap naik dengan kondisi tangan terikat. Bagaimana kisahnya?
M. Kusdharmadi, Jakarta
BACA JUGA: Dulu Jualan Samsung-Adidas, Kini Kebab Baba Rafi-Keripik Maicih
Nasib tragis harus dialami Tarmidi pada 30 Oktober 2013 lalu. Niat tulus mencari rezeki dan membantu orang yang beralasan tengah dalam kesusahan, malah mendapatkan perlakuan tak manusiawi.
Pria kelahiran Brebes, Jawa Tengah ini menjadi korban pencurian dengan kekerasan di dekat Pintu Tol Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
BACA JUGA: Pamit dan Minta Diantar ke Stasiun Kota Terakhir Kali
Akibatnya wajahnya mengalami luka-luka akibat dianiaya dan dikeroyok. Bahkan, saat ini pendengarannya masih sedikit terganggu.
Mengenakan kemeja batik hijau, Tarmidi dihadirkan polisi di Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, Rabu (13/11) sore.
BACA JUGA: Media Makin Getol Investigasi Setelah Veteran Tak Berdaya
Di sampingnya ada Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto yang didampingi Kepala Unit V Sub Direktorat Kejahatan dan Kekerasan Ditreskrimum Polda Metro Jaya Komisaris Polisi Antonius Agus.
Kemudian di belakangnya, berdiri enam pria yang mengenakan baju tahanan Polda Metro berwarna orange.
Mereka menghadap ke dinding. Menunduk dan “malu” untuk menghadap ke depan. Empat dari enam pria inilah yang menghajar Tarmidi saat merampok mobil Toyota Innova berplat nomor B 1185 ST.
Di dalam mobil ini pula Tarmidi mendapat pukulan bertubi-tubi dan ancaman akan dihabisi jika berani melawan.
Empat tersangka itu adalah ER, H, HS, dan T. Dua lainnya merupakan penadah mobil curian, AHL dan ASA.
Awal naas bagi Tarmidi itu bermula saat ia mangkal di Blok M, Jakarta Selatan. Sehari-hari ia merupakan sopir taksi dengan label Transport.
Saat mangkal, ada seseorang saksi bernama Agus memperkenalkannya kepada ER, salah satu tersangka.
ER berpura-pura menyewa mobil pribadi. Bukan mau naik taksi. Alasan ER hendak menjemput istrinya yang tengah sakit di Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi, Jabar untuk dibawa ke Jakarta.
Tarmidi lalu menyanggupi. "Karena saya terharu," ujar warga Meruya, Jakarta Barat ini.
Ayah tiga anak ini pun kemudian membantu mencarikan mobil. Dia pun akhirnya mendapatkan mobil Innova milik temannya untuk mengantar ER. "Mobil teman, Pak Asnawi," katanya.
Menurut Tarmidi, pelaku menjanjikan akan membayar imbalan Rp 700 ribu untuk mengantar mereka.
Setelah mengambil mobil, Tarmidi menjemput ER di Pancoran, Jaksel. ER tak sendiri di sana. Ia naik mobil bersama dua rekannya, T dan HS. Mereka bertiga yang disopiri Tarmidi meluncur menuju Cikarang via jalan tol dari Pancoran. “Mobil itu diikuti oleh mobil lain yang dikendarai oleh satu tersangka lain,” kata Rikwanto.
Tidak ada firasat apapun yang dirasakan Tarmidi saat membawa ketiga tersangka ini. "Saya tidak ada kecurigaan, karena dia beralasan istrinya lagi sakit," cerita Tarmidi.
Keanehan pun muncul saat tiba-tiba di tengah Tol Cikarang sekitar pukul 20.00. Para tersangka meminta Tarmidi membawa mobil keluar tol.
Setelah keluar tol, mobil diminta untuk memutar arah.
Pelaku kemudian meminta Tarmidi menghentikan mobil di tengah jalan. Alasannya menunggu istri ER yang sakit diantar oleh keluarganya.
Namun, tiba-tiba pukulan bertubi-tubi didaratkan ke sekujur wajah dan tubuh Tarmidi. Ia mengaku diancam dibunuh kalau melawan.
Pelaku melakban mata, mulut hingga wajah korban. Tak hanya itu, Tarmidi juga diborgol. Kakinya juga diikat.
Tarmidi lantas ditarik pindah ke jok belakang. Pelaku mengambil alih mobil. Mereka sempat berkeliling di Cikarang.
Selang 15 menit kemudian, Tarmidi dipindah ke mobil lain, Avanza, yang dari awal sudah mengikuti Innova itu.
Di mobil itu, Tarmidi dibawa berkeliling sejenak. Tarmidi sempat meminta ongkos Rp 20 ribu untuk pulang dalam kondisi teraniaya. Namun tak diberi. Pelaku malah memintanya diam dan tidak berteriak. "Kalau tidak akan dibunuh," kata Tarmidi.
Lantas, Tarmidi pun pura-pura pingsan. "Diancam dibunuh, saya pasrah," katanya.
Dompet jam tangan diambil pelaku. Setelah itu, Tarmidi diturunkan dari mobil dengan muka dilakban, tangan diborgol dan kaki diikat.
Tarmidi ditengkurapkan pelaku. Setelah itu digelinding ke jurang. Dia sempat sangkut di sebuah dahan. Pelaku pun menendang korban sehingga jatuh ke jurang. Usai melakukan aksi itu, pelaku kabur membawa mobil Innova.
Tarmidi terjerumus di jurang. Ia mengaku berupaya menyelamatkan diri dan naik ke atas jalanan. "Dalam kondisi dilakban, saya merayap naik sekitar lima meter (dari jurang). Saya merayap kayak kuntilanak," kata Tarmidi sambil tertawa dan mengundang tawa wartawan yang mengikuti konfrensi pers itu.
Saat berhasil naik pukul 22.00, Tarmidi sempat melihat kalau posisinya dibuang saat itu di dekat Pintu Tol Sadang, Cikampek, Purwakarta, Jabar.
Menurut Tarmidi, saat itu mukanya hancur akibat dihajar oleh para pelaku. Bekas luka pun masih terlihat saat dia dihadirkan. "Warga takut awalnya untuk menolong karena muka saya hancur saat itu," katanya.
Akhirnya, ada juga warga yang mau menolongnya. Tarmidi lantas meminta dibawa ke Polsek terdekat untuk melaporkan kejadian yang menimpanya.
Rikwanto menambahkan setelah membuang Tarmidi, para pelaku kemudian membawa mobil yang dirampoknya itu ke penadah. "Mobil itu rencananya dibayar Rp 30 juta. Tapi, baru dibayar Rp 3 juta, karena keburu ditangkap. "Pelaku berhasil ditangkap Unit Jatanras Polda Metro Jaya," kata Rikwanto.
Menurut Rikwanto, ER berperan meyakinkan korban untuk meminjam mobil. ER juga ikut menganiaya dan membantu membuang korban di Sadang.
Tersangka lainnya, H dan T turut menganiaya, memborgol dan mengikat korban kemudian membuangnya di pintuk Tol Sadang. Sedangkan HS, sopir yang mengemudikan mobil Avansa yang mengikuti Innova sejak awal. AHL dan ASA merupakan penadah.
Ihwal penangkapan tersangka berawal dari laporan polisi yang dibuat Tarmidi pada 1 November 2013. Penyidik Unit Jatanras langsung melakukan analisa laporan itu. Mereka kemudian bergerak.
Hanya butuh empat hari, Unit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya berhasil meringkus para tersangka.
Antonius menjelaskan, pada 4 November 2013 ER ditangkap di Tegal Ganas, Cikarang bersama H dan HS saat menunggu as untuk mengantar uang pembelian mobil Innova. Kemudian tersangka AS ditangkap di kontrakannya di Cikarang Pusat. AH ditangkap di kontrakannya di Tegal Ganas. Sedangkan T diamankan di kontrakannya di Ciledug, Tangerang, Banten 4 November pukul 14.00.
Antonius mengatakan bahwa komplotan ini mengaku baru satu kali beraksi. Namun kepolisian tak menelan mentah-mentah begitu saja pengakuan para tersangka ini.
Polisi terus mendalami. Apalagi, mobil Innova itu ditemukan di rumah kontrakkan para penadah. Tak hanya itu, dari rumah penadah juga ditemukan banyak plat nomor mobil lain. “Mobilnya sudah tidak ada, hanya platnya saja,” katanya.
Namun, ini menjadi pintu masuk bagi kepolisian untuk menelusuri kemungkinan ada tindak pidana lain terkait temuan-temuan plat nomor itu. “Kita telusuri karena diduga ada tindakan pidana lain,” ujar Antonius.
Sedikitnya delapan plat nomor yang ditemukan di rumah penadah itu akan di cek di Samsat. Ini untuk memastikan apakah asli atau palsu. “Diduga itu plat nomor mobil curian atau tidak pidana lain,” tegasnya.
Empat pelaku dijerat pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan atau penganiayaan. Dua lainnya yang berperan sebagai penadah dikenakan pasal 480. Para tersangka terancam hukuman di atas lima tahun penjara. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jangankan Perhargaan, BLSM pun Terlewatkan
Redaktur : Tim Redaksi