jpnn.com, JAKARTA - Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri pada Jumat lalu (16/6) membekuk dua orang terduga teroris di Bima, Nusa Tenggara Barat. Kedua terduga teroris berinisial K dan NH dan itu merupakan anggota Jamaah Ansoru Daulah (JAD).
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, anak buahnya sampai saat ini masih memeriksa kedua terduga teroris. “Sekarang terus dimintai keterangannya,” kata di Silang Monas, Jakarta Pusat, Senin (19/6).
BACA JUGA: Kapolri: Jam Dua Nanti Saya akan ke KPK...
Densus 88 juga mengamankan barang bukti berupa bahan peledak dan bom rakitan yang sudah jadi. Kedua orang yang ditangkap Densus 88 itu belajar cara membuat bom pada Bahrun Naim.
"Itu berikut bom yang sudah jadi, bahan peledak TATP (triacetone triperoxide, red), semua sama. Mereka belajar dari online dari Bahrun Naim," tuturnya.
BACA JUGA: Dua Terduga Teroris Poso Ditangkap, Gubernur: Butuh Pendekatan Merangkul
Mantan Kapolda Papua itu menambahkan, dua orang terduga teroris itu sudah punya target. Keduanya berencana menyerang Polsek Woha, Bima, NTB.
“Mereka berencana menyerang menyerang Polsek Woha. Kami ketahui di Bima ada beberapa kali kejadian," ucapnya.
BACA JUGA: Densus Tangkap Dua Terduga Teroris Asal Bima, Wagub Merasa Terpukul
Menurut Tito, kelompok itu sengaja mengincar polisi lantaran banyak anggotanya yang ditangkap Polri dan meninggal dunia. Selain itu, kelompok teroris juga punya ideologi yang menyimpang, yakni ideologi takfiri sehingga apa saja yang bukan berasal dari Tuhan berarti kafir.
"Ini takfiri yaitu apapun yang bukan berasal dari Tuhan dianggap haram. Kalau manusia bukan kelompok mereka, termasuk muslim (selain kelompoknya) juga boleh dibunuh," ujarnya.
Hal itu sudah terlihat dari beberapa kasus serangan aksi teroris. Salah satunya, beberapa waktu lalu, kasus penyerangan aksi bom di Masjid Polres Cirebon yang tengah melaksankan Solat Jumat. Bahkan Kapolresnya juga menjadi korban dan 17 orang korban lainnya.
“Semua yang bukan kelompok dia adalah kafir. Tapi yang kafir agresif menyerang mereka dianggap sebagai kafir harbi. Harbi itu perang dalam bahasa Arab jadi wajib diperangi duluan. Sedangkan yang lain yang tidak menyerang mereka dianggap kafir dini suatu saat kalau mereka sudah menguasai negara maka kafir dini harus membayar pajak kepada mereka itu konsepnya,” urai dia.(elf/JPG)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Terduga Jaringan Teroris Poso Incar Markas Polisi
Redaktur : Tim Redaksi