jpnn.com, DENPASAR - Pengamat ekonomi Dradjad H. Wibowo membeberkan pentingnya hilirisasi dan kelestarian lingkungan di depan ratusan mahasiswa Universitas Udayana (Unud), Bali, Rabu (4/9/2024). Menurut dia, dua hal itu penting bagi kelangsungan Indonesia ke depan.
Berbicara pada kuliah umum di Fakultas Pertanian Unud, Dradjad memaparkan keterkaitan hilirisasi dan kelestarian lingkungan, terutama di sektor kehutanan.
BACA JUGA: Selamat, Dradjad Wibowo Terpilih Jadi Board Member PEFC
“Hilirisasi kayu lapis itu hasilnya sangat besar sekali, tetapi karena kita tidak menjaga kelestarian, akhirnya industrinya ambles,” ujar Dradjad.
Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) itu juga mencontohkan kebijakan migas yang tidak disertai hilirisasi. Menurut Dradjad, tiadanya hilirisasi pada sektr migas juga berefek pada industri tekstil.
BACA JUGA: Demurrage Rp 294 M Terlalu Besar, Ekonom Sarankan BPK Lakukan Audit
“Kita kehilangan potensi ekonomi besar sekali, bukan hanya dulu, tetapi sekarang. Efeknya, kan, industri tekstil kita ikut jadi korban karena kita tidak punya industri PET (polyethylene terephthalate),” imbuhnya.
Mantan anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR RI itu menambahkan Indonesia terpaksa mengimpor BBM dari Singapura karena tidak memiliki kilang minyak yang memadai. Tanpa hilirisasi di sektor migas, katanya,Indonesia akan terus menanggung kerugian yang makin besar.
“Kita harus impor (BBM) dari Singapura karena kita tidak membuat pengilangan yang bagus. Jadi, kerugiannya panjang sekali. Hilirisasi harus kita lakukan,” ucapnya.
Selain itu, Dradjad juga menyinggung soal hilirisasi di sektor pertanian. Mantan ketua Dewan Informasi Strategis dan Kebijakan (DISK) Badan Intelijen Negara (BIN) itu menuturkan hilirisasi akan membuat hasil pertanian memiliki nilai tambah lebih tinggi.
“Pertanian itu berasal dari sumber daya yang terbarukan, kita tidak bisa mengulangi kesalahan yang terjadi pada industri kayu lapis. Kita harus belajar dari industri bubur kertas, memenuhi syarat kelestarian yang bukan hanya syarat kelestarian Indonesia, tetapi juga syarat kelestarian yang diakui pasar global,” imbunnya.
Pendiri Indonesia Forestry Certification Cooperatiaon (IFCC) itu menegaskan hilirisasi pada sektor pertanian harus memenuhi tiga prinsip kelestarian, yakni lestari dalam hal produksi, lestari secara sosial, dan lestari bagi ekologi.
Dradjad menjelaskan lestari produksi bisa dilihat dari sisi ekonominya. Adapun lestari sosial berarti melibatkan masyarakat adat maupun warga lokal tanpa eksploitasi pekerja dan diskriminasi.
“Lestari ekologi (berarti) jangan sampai terjadi kerusakan lingkungan, tidak merusak hutan serta alam,” tuturnya.
Pria asal Surabaya yang dipercaya duduk di board member Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC), Swiss, itu juga menyinggung soal potensi Bali.
Dradjad menyebut Bali tidak hanya memiliki potensi pariwisata, tetapi juga pertanian, perikanan, hasil perkebunan, hingga kerajinan berupa ukiran kayu. Produk pertanian tersebut dapat menghasilkan nilai tambah melalui proses hilirisasi.
Dengan tiga prinsip kelestarian, kata Dradjad, Bali akan mampu mempertahankan lingkungan, terutama ketersediaan air.
“Turis perlu air, kalau Bali tidak menjaga kelestarian air, lama-lama orang jadi tidak mau ke Bali karena kurang air. Belum lagi air untuk kebutuhan penduduk,” ucapnya.(antara/jpnn.com)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dorong Konsumen Beli Produk Kehutanan Bersertifikasi Lestari
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi