jpnn.com - Mendongeng bukan sekadar ritual lawas menjelang tidur. Bila dilakukan secara tepat, kebiasaan itu merupakan investasi jangka panjang. Manfaatnya sangat besar dalam pembentukan karakter dan pola pikir anak.
Setelah puas bermain di taman belakang rumahnya yang asri di kawasan Jakarta Selatan, siang itu, 14 Desember, Abelle, 2,5 terlihat agak rewel. Dia merajuk kepada sang mama, Chica. Perempuan berambut sebahu tersebut sudah paham. Putrinya kelelahan dan ingin tidur siang.
BACA JUGA: Attitude, Gaya Urban untuk 2015
Dengan lembut, Chica mengusap rambut Abelle yang berkeringat. Lantas meminta Abelle memilih sendiri buku yang ingin dibacakan. ’’Setiap mau tidur, Abelle suka dibacakan cerita. Kakaknya, Anya, juga begitu,’’ kata perempuan 33 tahun tersebut.
Setelah memilih sendiri buku yang diinginkan, Abelle menggelayut manja di pelukan sang mama. Awalnya, Abelle ikut antusias menunjuk gambar di dalam buku cerita, sesekali berceloteh menimpali cerita mama. Tak lama kemudian, sambil mendengarkan suara mama, perlahan-lahan bocah cute itu memejamkan mata.
BACA JUGA: Simpel, tapi Itu Magic Words
Chica berbisnis dari rumah. Karena itu, dia bisa intens merawat dua buah hatinya. Dia menyatakan sudah membiasakan mendongeng sejak anak-anaknya bayi. Menurut dia, dongeng bukan hanya kisah pengantar tidur. Ia memperkuat bonding (ikatan) antara orang tua dan anak. Selain itu, ada nilai-nilai positif yang bisa diselipkan dalam jalinan cerita tersebut.
Elizabeth Santosa MPsi, psikolog dari Yayasan Praktik Psikolog Indonesia, memaparkan, banyak aspek yang bisa dikembangkan dari mendongeng. Selain emotional bonding, mendongeng adalah momen bagi orang tua untuk mentransfer nilai moral kepada si buah hati. ’’Bila dilakukan dengan tepat, manfaat dongeng besar sekali,’’ ucapnya.
BACA JUGA: Resolusi Sehat 2015: Jangan Takut Menjadi Tua
Lalu, seperti apa cara mendongeng yang tepat?
’’Jangan lupakan aspek interaksi dan komunikasi,’’ papar perempuan yang juga berpraktik di Wellness Development Center itu. Ketika anak sudah bisa berbicara, setelah orang tua bercerita, ajaklah mereka membahas isi cerita, tokohnya, bagaimana sifatnya, serta mana sikap yang boleh dicontoh dan mana yang tidak.
Menurut dia, dongeng sudah bisa dibiasakan sejak anak masih di dalam kandungan. Para bunda bisa mengajak si kecil di dalam perut berbicara. Tentu, kebiasaan tersebut kudu dilanjutkan saat si anak lahir.
Lantaran setiap hari mendengarkan cerita dari ayah dan bunda, kosakata anak tentu bertambah. Dengan berdiskusi tentang isi cerita, anak diajak memberikan pendapat. Hal itu pasti juga merangsang pola pikir kritis anak dan melatih logika berpikirnya. Yang tak tertinggal, unsur kreativitas dan imajinasi anak terangsang.
’’Kadang kita tidak menyadari betapa besar manfaatnya. Mendongeng itu investasi jangka panjang. Ia terbawa hingga proses tumbuh kembang anak,’’ urai perempuan yang akrab disapa Lizzie tersebut.
Melatih kreativitas dan menggali imajinasi anak bisa dilakukan dengan memintanya bercerita. Jadi, bukan hanya orang tua yang membacakan cerita, mintalah si kecil yang bercerita. Dia bisa mengarang sendiri karakternya. ’’Berikan dia tantangan. Besok giliran Adik ya yang cerita. Misalnya, bikin karakter si janggut panjang, sifatnya suka menolong, siapa saja yang ditolong, minta si kecil melanjutkan ceritanya,’’ ujar Lizzie. Untuk merangsang memori anak, lakukan pengulangan terus-menerus.
Karena pada usia batita anak belum memiliki konsep abstrak, orang tua bisa menggunakan media bantuan. Misalnya, buku cerita bergambar atau boneka. Selanjutnya, orang tua bisa ikut mengasah kreativitas dengan memanfaatkan peranti bercerita buatan sendiri atau yang ada di sekitar rumah. (nor/c5/dos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Michael Jackson Show
Redaktur : Tim Redaksi