Berkali-kali Gagal, Syekh Panji Beli Tanah 1.200 Hektare untuk Pesantren, Uangnya dari Mana?

Jumat, 26 Mei 2023 – 08:51 WIB
Dahlan Iskan berbincang dengan Presiden Santri Al Zaytun yang tahun ini santriwati. Foto: Disway

jpnn.com, JAKARTA - Kolumnis kondang Dahlan Iskan menulis perjuangan Syekh Panji Gumilang mencari tanah ke berbagai daerah untuk membangun pesantren yang belakangan diberi nama Al Zaytun.

Konon Syekh Panji punya banyak pilihan lokasi calon pesantren yang didirikannya. Dia pernah ke Sukabumi mencari tanah luas di sana.

BACA JUGA: Dahlan Iskan di Ponpes Al Zaytun: Ucapan Assalamualaikum Tak Sebanyak Pekikan Merdeka

"Dapat. Pemilik tanah minta ikut memimpin pesantren. Syekh Panji tidak mau. Gagal," tulisan Dahlan, Disway edisi Rabu (24/5).

Alumni Pondok Pesantren Modern Gontor itu lantas melanjutkan pencarian Banyuwangi, Jawa Timur.

BACA JUGA: Dahlan Iskan Tidak Menyangka Syekh Panji Pendiri Ponpes Al Zaytun Jago Bahasa Mandarin

"Tidak menemukan tanah luas. Lokasi yang ia incar sudah dikuasai keluarga Cendana. Lalu ke Lampung. Juga gagal," lanjut Dahlan.

Pencarian juga dilanjutkan ke Subang. Meski tanahnya dapat, tetapi harganya tiba-tiba naik.

BACA JUGA: Dahlan Iskan Terkejut atas Ucapan Syekh Panji soal Mimpi Mendirikan Ponpes Al Zaytun

"Ia kalah bersaing dengan industri: tanah itu juga diincar Sinivasan. Jadilah lokasi itu pabrik Texmaco," tulisan Dahlan.

Syekh Panji terus ke timur menaiki mobil Panther model jip yang rodanya sudah diubah menjadi mobil off road.

Mobil itu siap untuk menerabas desa-desa yang belum ada jalan beraspal. "Prinsipnya: cari tanah murah. Jelek pun tak mengapa. Kian jauh dari Jakarta, mestinya, kian murah," demikian Dahlan mengisahkan.

Berikutnya Syekh Panji terus ke timur, masuk Indramayu. Ke pedalamannya. Dia berkeliling dari desa ke desa hingga suatu ketika terbacalah di salah satu gapura bertuliskan Desa Gantar.

Baru sekali itu dia tahu ada desa bernama Gantar. Asosiasinya langsung ke Gontor. Gantar dan Gontor. Mirip sekali. Akhirnya dia memutuskan mencari tanah di situ.

Saat mampir ke sebuah warung sate, Panji didekati seorang warga yang menanyakan apakah dia mencari tanah.

Awalnya Panji tidak mengaku. Tetapi warga di situ tahu gelagat orang yang cari tanah. "Ada tanah luas di sana, tetapi tanahnya jelek," tulisan Dahlan menirukan perkataan warga desa itu.

Mendengar kata "tanah jelek" Panji senang. Pasti harganya murah. Kawasan itu memang gersang. Tidak banyak pohon. Belum ada gerakan penghijauan. Belum ada irigasi. Yang ada padang ilalang. Sejauh mata memandang.

Panji lantas minta dibawa ke tanah jelek itu. Luasnya 60 hektare. Harganya murah sekali sehingga dia langsung membayarnya. Lalu membuat rumah gubuk di lokasi itu.

Berita dari mulut ke mulut pun menyebar: siapa yang mau menjual tanah jelek bisa datang ke gubuk itu. Langsung dibayar. Lama-lama terkumpul tanah 1.200 hektare untuk pesantren.

"Dari mana Syekh Panji Gumilang mendapatkan uangnya?" tulisan Dahlan.

Konon pembelian tanah itu dilakukan setelah Panji 10 tahun bekerja di luar negeri. Dengan gaji dolar. Da juga punya tabungan.

"Ditambah wakaf dana dari sekitar 20 orang sahabat aktivis lamanya. Salah satu sahabatnya itu adalah pendiri pondok pesantren Prenduan, Sumenep, Madura. Alumni Gontor juga," lanjut Dahlan.

Jadi, setelah pulang bekerja dari luar negeri, yakni di lembaga internasional: Rabithah Alam Islami, Panji ingin mengabdi di dalam negeri guna mewujudkan mimpi-mimpi lamanya mendirikan pesantren rahmatan lil alamin.

Pulang ke Indonesia dia mulai menjual gagasan madrasah seperti Gontor tetapi tidak seperti Gontor. Banyak yang menolak gagasan awal Panji. Salah satunya Adi Sasono –menteri koperasi di zaman Presiden Habibie.

"Ada 20 orang yang mendukungnya. Mereka menyumbangkan uang untuk membeli tanah di Gantar. Akadnya: wakaf," tulisan Dahlan.

Maka, didirikanlah Yayasan Pesantren Indonesia. Kalau saja Ibu Tien Soeharto tidak membangun masjid At-Tin, Panjilah yang akan pakai nama itu untuk pesantren di Gantar.

Akhirnya dipilihlah nama Al Zaytun. Tien dan Zaytun disebut dalam Al-Qur'an dalam satu tarikan napas: Tuhan bersumpah demi Tin dan Zaytun.

"Tangkai Zaytun sendiri lantas menjadi simbol perdamaian dunia: tangkai itulah yang digigit burung merpati ke mana-mana," tulisan Dahlan.(fat/disway/jpnn)

Artikel ini telah terbit pada kolom Disway dengan judul: Zaytun Gantar.


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Tim Redaksi, M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler