Berkunjung ke Ladies Market di Hongkong, PKL pun Tertata, Beberapa Kali Diumpat

Jumat, 21 Agustus 2015 – 10:27 WIB
Ladies Market. FOTO: Kurniawan Muhammad/RADAR MALANG

jpnn.com - Di sela membanding-bandingkan mal di Hongkong, rombongan APPBI (Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia) Malang Raya mengunjungi Ladies Market. Namanya saja yang keren. Padahal, itu sebenarnya hanyalah kumpulan PKL yang ditata tertib dan rapi. Berikut catatan Direktur Radar Malang (JPNN Grup) KURNIAWAN MUHAMMAD, yang baru saja dari Hongkong

---------------------------    

BACA JUGA: Di Balik Kisah Tragis Maysi Angelia Putri, Tewas di Tangan Ayahnya

Anda yang  pernah ke Hongkong, mungkin sudah tak asing dengan nama Ladies Market. Kepergian saya ke Hongkong sekarang ini sebenarnya sudah ketiga kalinya. Namun, dua kali sebelumnya tidak sempat jalan-jalan.     

Baru kali ini saya lebih banyak waktu untuk berjalan-jalan di Hongkong.  Ketika pertama kali diberitahu bahwa di Hongkong ada Ladies Market, dan itu adalah lokasi yang dianjurkan untuk didatangi, saya sempat penasaran. Mengapa diberi nama Ladies Market? 

BACA JUGA: Sekarang tidak Takut, Belanda Sudah tak Ada di Sini

Apakah itu hanya khusus untuk para perempuan, sesuai dengan namanya? Apa istimewanya tempat ini hingga dianjurkan untuk dikunjungi? Bagi yang belum pernah ke sana, berbagai pertanyaan itu mungkin cukup mewakili.    

Ladies Market (LM) terletak di Tung Choi Street, Mong Kok. Ini adalah kawasan yang berada di pinggiran Hongkong. 

BACA JUGA: Kisah Haru Prajurit di Perbatasan Melepas Rindu pada Keluarga

Begitu sudah tiba di lokasi, saya sungguh terkejut. Ternyata, namanya saja yang keren: Ladies Market. 

Tapi itu sesungguhnya lebih tepatnya layak disebut: Street Market alias kumpulan para PKL (pedagang kaki lima).      

Lokasi LM juga berada di areal yang agak kumuh dan bau. Meski demikian, stan-stan tempat para penjual menjajakan dagangannya ditata cukup rapi. Ada di sisi kanan dan kiri. 

Para pedagang di LM juga cukup bersih dan rapi dalam menjaga stan-stan mereka. Sehingga, meski lokasi LM berada di areal agak kumuh, tapi begitu masuk ke  LM, pemandangan kumuh sama sekali tidak tampak.   

Para PKL yang menempati LM jumlahnya ada sekitar seratusan pedagang. Mereka menempati areal memanjang, kira-kira satu kilometer. Jika kita mulai berjalan memasuki areal LM, jalannya lurus, hingga mentok.  

Kalau sudah sampai di penghujung stan dan ingin pulang, maka harus berbalik arah. Antara pintu masuk dan pintu keluar jadi satu.  
   
Barang-barang yang dijual di LM sangat beragam. Mulai dari aneka suvenir (gantungan kunci, tempelan yang dipasang di kulkas, kaus, dan lain-lain), makanan, pakaian, sepatu, peralatan make up, kecantikan, peralatan elektronik (tape, radio, handphone, charger handphone), hingga berbagai macam kerajinan dari kulit. Pokoknya, hampir lengkap.     

"Kebanyakan yang berjualan di sini bukan warga Hongkong. Tapi, berasal dari daerah-daerah pedesaan di Tiongkok," kata Chang Chung An, tour guide yang mendampingi rombongan kami selama berada di Hongkong.  
   
Sebelum kami masuk ke areal LM, dia lebih dulu mewanti-wanti agar kami pandai-pandai menawar.  "Kalau pinter menawar, maka Anda beruntung," kata pria paro baya ini. 
    
Benar saja. Jurus "pandai-pandai menawar", memang harus dimainkan selama berbelanja di LM. Dan seperti itulah "hukum tak tertulis" yang berlaku untuk barang dagangan yang dijual di pinggiran jalan. Kita memang harus kejam dalam menawar. Saya beberapa kali diumpat oleh pedagang di LM karena saya terlalu berani menawar.

Saya selalu menawar sepertiga dari harga yang disebutkan. Misalnya kalau si pedagang menyebut harga 150 HKD, maka saya akan mulai menawar dengan harga 50 HKD. Kalau si pedagang tetap tidak mau, tapi saya agak berminat dengan barang itu, maka akan mulai saya naikkan     tahap demi tahap, hingga separo dari harga awal. Kalau si pedagang tetap tidak mau, ya saya tinggal. 

Beberapa kali, jurus seperti ini ampuh. Baru beberapa langkah saya pergi, sudah dipanggil oleh si penjual, dan harga yang saya tawarkan disetujui.    
  
Namun, seringkali cara seperti ini gagal. Dan itu terkadang disertai dengan umpatan.    
 
Saya pun cuek-cuek saja meski diumpat dengan suara keras. Toh, saya juga tidak mengerti bahasa mereka. Saya ingin menjadi "orang yang beruntung" seperti yang dimaksud Chang Chung An tadi. Kalau memang tawaran saya diterima, ya syukur (berarti saya beruntung dapat barang dengan harga murah). 

Tapi kalau ditolak, terus ditambahi dengan umpatan, ya tidak apa-apa. Seperti itulah yang saya terapkan selama berada di areal LM.    

Keberadaan LM di Hongkong, menurut saya, bisa diadaptasi untuk diberlakukan di Kota Malang. Setidaknya ada tiga catatan yang bisa ditiru dari Hongkong dalam menata, menertibkan, dan memberdayakan PKL di LM. 

Pertama, para PKL yang ada di LM sangat lah beragam.  Mereka dikumpulkan di satu tempat, dan dibagi-bagi ke dalam stan-stan berdasarkan jenis dan macam dagangannya. 

Dengan cara ini, kesan yang ingin dibangun adalah, barang-barang yang dijual di LM sangat beragam dan cukup dibeli di satu lokasi.
 
Kedua, pemerintah Hongkong memberikan beberapa regulasi yang harus ditaati oleh para PKL yang berjualan di LM. Di antaranya, tidak boleh menjual belikan stannya kepada pihak lain. Dan diharuskan menjaga kebersihan, serta menaati jam buka dan tutup.  

Ladies Market buka sore hari sekitar pukul 15.00, dan tutup sekitar pukul 21.00 waktu setempat (satu jam lebih awal dari WIB). 
 
Ketiga, pemerintah Hongkong mengemas dan mempromosikan areal PKL-nya dengan sangat apik. Yakni dengan memberinya nama:     Ladies Market. 

Ibarat makanan, mengunjungi Ladies Market adalah menu yang harus disajikan kepada para wisatawan oleh para pengelola tour di Hongkong.  
   
Kota Malang bisa meniru seperti yang diterapkan di Hongkong dalam menata, mengatur, dan menertibkan PKL.     

Saya melihat PKL di sekitar Pasar Besar, jika ditata seperti yang dilakukan Hongkong ala Ladies Market itu, sangatlah mungkin diwujudkan. Bukankah para PKL di sekitar Pasar Besar itu juga sangat beragam barang yang dijualnya?     

Saya yakin, PKL di Kota Malang bisa diatur. Asal, yang mengatur memang sungguh-sungguh punya niat mengatur dan harus diiringi dengan semangat memberdayakan serta membina PKL, bukan membinasakan PKL. Saya termasuk yang setuju bahwa PKL memang harus diatur dan ditata. Tidak boleh dibiarkan liar. Bagaimana menurut  Anda? (*/c2/abm)    

BACA ARTIKEL LAINNYA... HEROIK! Perayaan HUT RI di Perbatasan, Mas Tjahjo Tampak Gagah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler