PERSIAPAN warga empat kecamatan di sekitar Sungai Kayan di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara menyambut peringatan kemerdekaan HUT RI ke-70, benar-benar luarbiasa. Mereka tidak hanya merancang puncak perayaan sejak Juni lalu. Bahkan sehari menjelang pelaksanaan, ratusan masyarakat mulai berbondong-bondong memasuki Desa Long Nawang, Kayan Hulu.
-----------------
Ken Girsang-Malinau
----------------
Padahal jarak empat kecamatan luarbiasa jauh. Dari Kayan Hulu ke Kayan Selatan ada desanya yang mencapai 100 kilometer lebih. Demikian juga dari Kayan Hulu ke Sungai Boh maupun ke Kayan Hilir, ada yang mencapai 60 kilometer lebih.
Namun demi momentum perayaan detik-detik proklamasi bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, mereka rela melakukannya. Bahkan persiapan dilakukan melebihi perayaan Natal. Karena perayaan hari besar umat Kristiani biasanya digelar antarkecamatan. Sementara HUT RI kali ini digelar bersama tiga kecamatan.
BACA JUGA: Kisah Si Cantik Semampai Asal Lampung yang Punya Pengalaman dengan Jokowi
Seribu lebih bendera Merah Putih dipasang sepanjang jalan menuju lapangan bola tempat puncak perayaan, yang persis bersebelahan dengan sungai Kayan, di depan Balai Adat Apo Kayan.
Sementara kaum ibu, sejak Senin subuh mulai aktif tidak hanya membersihkan halaman rumah masing-masing. Bahkan sejak pukul 06.00 WITA, dengan menggunakan keranjang khas suku Dayak, mereka mulai mengantarkan makanan yang di masak di rumah masing-masing ke Balai Adat.
BACA JUGA: Misteri Bau Pesing di Kota Modern Shenzhen
Sementara sejumlah pria berpakaian adat lengkap, mulai berbaris di sepanjang jalan, tak jauh dari kediaman Kepala Adat Besar Apo Kayan, Ibau Ala. Ia merupakan tokoh kepala adat dari sejumlah Suku Dayak yang berada di sepanjang Sungai Kayan. Sungai ini memiliki panjang sekitar 530 kilometer, mengalir di dua negara Indonesia dan Malaysia.
Sebagian di antara mereka kembali melatih keseiramaan gerakan-gerakan tarian yang nantinya ditampilkan. Sementara beberapa pemain musik, menyiapkan alat musik khas tradisional Suku Dayak yang disusun dalam sebuah kereta dorong. Baik itu alat musik petik menyerupai kontra bass berukuran raksasa dengan satu senar, alat musik menyerupai angklung maupun kecapi.
BACA JUGA: Simak Nih, Kepulauan Mapia, Pulau Terluar yang Berhadapan Langsung Samudra Pasifik
Karena persiapan telah dilakukan jauh-jauh hari, maka ketika Mendagri Tjahjo Kumolo tiba di Bandara Perintis Long Nawang, sekitar Pukul 09.17 WIB, ratusan masyarakat adat dayak siap menyambut tamu kehormatan dengan adat Dayak Kenyah.
Diawali dengan penyematan sabu, atau kalung manik-manik berhias taring harimau yang dilakukan delapan orang gadis belia usia SMP. Kemudian tak berapa lama, salah seorang dari sekitar 14 tokoh adat, melakukan ritual menyiram Mendagri dengan air yang sebelumnya ditampung dalam sebuah bambu kecil.
Selanjutnya giliran Tjahjo yang melakukan penyiraman pada seluruh masyarakat yang ada. Acara siraman diyakini untuk "membersihkan" masyarakat dari hal-hal yang buruk.
Setelah itu Tjahjo bersama rombongan Penjabat Gubernur Kalimantan Utara, Triyono Budi Sasongko, Bupati Malinau Yansen TP dan pejabat lain termasuk Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, diarak menuju lapangan upacara dengan tarian perang.
Prosesi penyambutan berlangsung sekitar 30 menit. Selanjutnya, upacara detik-detik peringatan HUT RI pun dimulai. Dalam amanatnya selaku Inspektur Upacara, mantan Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan ini mengutip pidato Bung Karno.
“Saya ingatkan, sebelum proklamasi Ir Soekarno pernah mengatakan, "hanya ada satu negeri Indonesia tercinta. Negeri itu tumbuh karena perbuatan dan perbuatan itu adalah perbuatanku bangsa Indonesia",” ujarnya.
Selain mengutip pernyataan Soekarno, Tjahjo mengatakan peringatan detik-detik proklamasi di perbatasan merupakan bentuk konkret wujud nyata membangun Indonesia dari pinggiran. Ini merupakan salah satu pokok pikiran Presiden yang dikenal dengan Nawa Cita.
Usai upacara, rangkaian upacara belum berakhir. Seluruh tokoh adat bersama Mendagri dan sejumlah undangan lain, mulai memasuki Balai Adat Apo Kayan. Prosesi kemudian dilanjutkan dengan pemberian gelar terhadap Mendagri.
Menurut Bupati Malinau, Yansen TP, kedatangan Tjahjo merupakan suatu kebanggaan luarbiasa bagi masyarakat Apo Kayan. Karena sejak Indonesia merdeka, belum pernah sekalipun seorang menteri menjejakkan kaki di Long Nawang. Padahal desa tersebut merupakan desa perbatasan yang memiliki pos lintas batas dengan Malaysia.
“Ini merupakan suatu kebanggaan dan kebahagiaan karena ini menjadi tanda sejarah bagi Apo Kayan. Atas nama pribadi dan seluruh masyarakat saya ucapkan terima kasih. Setelah sekian lama, baru 70 tahun suara pusat terdengar. Namun begitu setitik pun jangan diragukan kecintaan kami pada NKRI. Semangat seperti yang terlihat pada upacara, itulah aslinya masyarakat Apo Kayan,” ujarnya.
Menurut Yansen, dari total luas Provinsi Kalimantan Utara, 52 persennya berada di Kabupaten Malinau. Dengan lima kecamatan berada di perbatasan yang sangat sulit diakses. Sebagai contoh untuk ke Long Nawang, paling tidak harus ditempuh dengan pesawat perintis dari Kota Tarakan selama satu jam penerbangan.
Hanya saja pesawat yang dapat masuk berukuran sangat kecil, dengan daya angkut 4-7 orang penumpang. Maklum, bandara perintis tersebut belum diaspal sama sekali. Akses lain, Bandara Long Ampung, yang berjarak sekitar satu jam perjalanan darat dari Long Nawang. Bandara ini sedikit lebih besar dengan landasan pacu beraspal sepanjang 1.600 meter. Hanya saja jalan ke Long Nawang masih jalan tanah.
“Jadi perbatasan ini blank sport, tak ada masyarakat kecuali 12 km dari tapal batas. Jangkauan areal perbatasan juga sangat panjang dan sulit. Karena itu harapan masyarakat supaya mereka bisa jadi pusat tersendiri. Empat kecamatan sudah terhubungkan.Saya rasakan perbatasan luarbiasa, harus ada perlakuan khusus, membentuk pemerintahan baru di Opo Kayan. Mohon izin pak menteri,” ujar Yansen.
Selain menyampaikan harapan, secara khusus Yansen juga menyatakan kebanggaan masyarakat atas kesediaan Tjahjo berkunjung ke Apo Kayan. Mereka menilai Mendagri merupakan pejabat utsama negara yang bersedia memberi perhatian. Karena itu masyarakat memohon agar Tjahjo bersedia diangkat menjadi tokoh kehormatan. Mendagri kemudian dianugerahi gelar Lencau Ingan. Lencau artinya harimau atau pemimpin. Sementara Ingan artinya memiliki kepedulian pada masyarakat.
“Lencau Ingan artinya pemimpin yang rajin berkunjung, memiliki jika ksatira dan Mendagri peduli perbatasan. Atas gelar ini bisa bertemu langsung dengan masyarakat pedalaman perbatasan. Karena itu kami tidak sungkan menyampaikan permohonan,” ujar Yansen.
Kepala Adat Besar Apo Kayan, Ibau Ala, kemudian memahkotai Mendagri dengan Belukok. Ini merupakan topi khas suku Dayak Kenyah dengan sejumlah helai bulu burung di bagian atas. Selain itu Mendagri juga dikenakan baju khas dengan selipan mandau di bagian pinggang.
“Saya sampaikan terima kasih atas penghargaan gelar adat. Ini kami terima dengan tanggungjawab. Setidaknya suatu saat saya pasti akan hadir kembali, sekaligus meresmikan apa yang tadi telah disampaikan (usulan pemekaran wilayah,red). Kami hanya mengatakan siap melaksanakan tugas, memperjuangkan aspirasi, mudah-mudahan terwujud,” ujarnya.
Menurut Tjahjo, membentuk sebuah daerah otonomi baru sebenarnya tidak terlalu sulit. Apalagi bagi kawasan perbatasan dengan tujuan untuk mempercepat pembangunan. Karena itu ia berharap Bupati Malinau mempersiapkan segala administrasi yang dibutuhkan. Selain itu ia juga menyatakan, usulan pemekaran harus disetujui DPRD dan masyarakat adat. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Eksperimen Sinema Jawa ala Sutradara Termuda Festival Film Berlin Wregas Bhanuteja
Redaktur : Tim Redaksi