Kisah Haru Prajurit di Perbatasan Melepas Rindu pada Keluarga

Selasa, 18 Agustus 2015 – 05:52 WIB
Prajurit TNI Satuan Tugas (Satgas) Pengamanan Lintas Batas Indonesia-Malaysia, di Desa Long Nawan, Kayan Hulu, Malinau, Kalimantan Timur. Foto: Ken Girsang/JPNN

MEREKA hanya mengandalkan hujan untuk kebutuhan air minum sehari-hari.  Dua bak berukuran sekitar 1,5 meter x 2 meter disiapkan persis di samping kanan, areal pos  Satuan Tugas (Satgas) Pengamanan Lintas Batas Indonesia-Malaysia, yang terletak di Desa Long Nawan, Kayan Hulu, Malinau, Kalimantan Timur.
-----------------
Ken Girsang-Malinau
----------------
Sementara untuk ‎kebutuhan mandi, mencuci dan lain-lain, sekitar 15 prajurit TNI dari Yonif 527 Baladibya Yudha, Brawijaya yang bertugas, harus mengandalkan air dari cerukan menyerupai alur kecil, terletak sekitar 20 meter di depan pos yang sebenarnya sudah berada di wilayah Malaysia.

Kondisi ini menurut Wakil Komandan Jaga, Sertu TNI Nuryanto, harus mereka jalani setiap hari. Karena posisi pos lintas batas berada di ‎ketinggian 970 meter di atas permukaan laut. Bahkan ketika musim kemarau tiba, mereka harus siap-siap naik turun bukit berjarak lebih dari 10 kilometer.

BACA JUGA: HEROIK! Perayaan HUT RI di Perbatasan, Mas Tjahjo Tampak Gagah

"Pergantian petugas itu sembilan bulan sekali mas. Kami baru bertugas di sini selama dua bulan. Untuk air minum kami menampung air hujan," ujar Nuryanto, Senin (17/8).

Di tengah kondisi serba keterbatasan, Nuryanto mengaku siap menjalankan tugas tidak hanya di pos lintas batas yang ada. Namun harus berpatroli secara berkala menyusuri  800 patok batas yang terbentang di sekitar Long Nawan.

BACA JUGA: Kisah Si Cantik Semampai Asal Lampung yang Punya Pengalaman dengan Jokowi

Apalagi beberapa minggu terakhir alat-alat berat milik perusahaan kayu asal Malaysia sudah terdengar beroperasi dari pos lintas batas. Diperkirakan jaraknya hanya sekitar 500 meter sampai satu kilometer. Karena itu penjagaan lebih intensif dilakukan.

"Kalau gangguan belum ada mas. Cuma dulu katanya pernah ada alat berat Malaysia masuk (ke wilayah Indonesia,red)," ujarnya.

BACA JUGA: Misteri Bau Pesing di Kota Modern Shenzhen

Pandangan‎ Nuryanto diperkuat pendapat yang disampaikan Kepala Bidang Pengelolaan Batas Negara Kalimantan Utara, Ihin Surang. Pria yang sebelumnya pernah menjabat Camat di Kayan Hulu ini mengatakan, alat berat milik Malaysia pernah masuk sekitar tahun 2008 lalu.

Persisnya di hulu Sungai Pengiyan. Namun peristiwa tersebut tidak berlangsung lama, karena masyarakat sangat membantu memberi informasi pada pemerintah. Sehingga dapat segera diambil tindakan pencegahan.

"Kalau masyarakat di sini sangat bekerja sama mas. Sebagian kan ada masyarakat Indonesia yang bekerja di sana, nah mereka memberi informasi. Misalnya baru-baru ini, katanya kayu di hutan Malaysia, yang dekat perbatasan, sudah hampir habis. Makanya penjagaan terus kami intensifkan, ujar Nuryanto.

Selain itu, ujar Kopral Kepala ‎AH Susanto yang turut mendampingi sejumlah wartawan meninjau pos lintas batas, masyarakat juga sangat berjasa membantu prajurit meninjau patok-patok batas yang ada.

"‎Kalau jalan (patroli mengecek patok batas,red) kami biasa didampingi orang kampung yang biasa berburu," ujarnya.

Meski tugas cukup berat dan akomodasi sangat terbatas, Nuryanto maupun Susanto sama-sama mengakui lebih menikmati bertugas di Long Nawan daripada menjaga perbatasan Indonesia-Papua New Guinea.

"Kami pernah bertugas di Papua tahun 2009 lalu, lebih aman di sini. Dukanya di sana (Papua,red) banyak yang terkena penyakit malaria. Saya baru sebulan bertugas, sudah kena malaria," ujar Susanto.

Duka lain, para prajurit juga rupanya harus rela meninggalkan istri dan anak tercinta paling tidak hingga sembilan bulan. Untungnya, meski di Long Nawan sinyal lumayan sulit, namun terdapat dua buah menara setinggi sekitar dua meter lebih di sekitar pos lintas batas.

Dari tempat yang dinamakan "pondok cinta" ini paling tidak mereka dapat melepas rindu dengan orang-orang yang dikasihi.

“Tapi harus pakai handphone jenis lama mas, kalau yang keluaran terbaru enggak bisa. Jaringannya sulit. Makanya di malam hari kami mengisi baterai handphone. Kebetulan kami di sini menggunakan solar shell untuk listrik. Jadi kalau panas terik, itu dayanya cukup untuk menerangi dari maghrib sampai subuh. Cuma kalau sedikit mendung, bertahannya sampai jam dua-tiga dini hari," ujar Susanto.

Melihat lebih jauh kehidupan prajurit penjaga perbatasan Indonesia, mereka juga rupanya memiliki jurus jitu melawan dinginnya malam, sehingga dapat tidur nyenyak.

Di dalam mess, masing-masing prajurit membangun tempat tidur menyerupai kotak kayu. Hanya di bagian samping terdapat lubang seukuran badan.

"Lumayan mas, kalau enggak begitu selimut juga enggak sanggup. Dinginnya kalau malam terasa banget," ujar Nuryanto yang setia bersama tiga prajurit menjaga pos lintas batas.

Mereka rela berbagi tugas dengan 11 prajurit lain yang turun ke Desa Long Nawan, berjarak sekitar 18 kilometer dari pos lintas batas. Mempersiapkan detik-detik peringatan HUT RI ke-70 bersama Mendagri Tjahjo Kumolo dan ratusan penduduk dari lima kecamatan di sekitar Kayan Hulu. (gir/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Simak Nih, Kepulauan Mapia, Pulau Terluar yang Berhadapan Langsung Samudra Pasifik


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler