jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 sebagai aturan pelaksana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Namun, Ketua Umum Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) dr. Mahesa Pranadipa menilai PP itu menimbulkan pro dan kontra, salah satunya terkait penggabungan banyak kluster.
BACA JUGA: Masyarakat Sipil Dukung PP Kesehatan, Lindungi Anak dari Candu Rokok
Menurut dr. Mahesa, dengan menggabungkan seluruh kluster di dalam satu PP akan menimbulkan kesulitan ke depan jika terdapat substansi yang harus direvisi.
"Mengingat peraturan turunan dapat bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, maka revisi atau perbaikan merupakan keniscayaan, karena ini bertujuan untuk mempertahankan supremasi hukum,” kata dr. Mahesa dikutip di Jakarta, Minggu (4/8).
BACA JUGA: Menteri Linda Sebut PP Kesehatan Reproduksi Tetap Perketat Aborsi
Dr. Mahesa menjelaskan, UU 17/2023 mencakup sekitar 100 isu yang harus diatur dalam PP.
Umumnya, lanjut dia, PP turunan dari sebuah UU dibuat berdasarkan kluster isu dan melibatkan berbagai pihak terkait.
BACA JUGA: Pemerintah Didesak Segera Terbitkan PP Kesehatan Jiwa
Namun, dalam kasus PP No. 28 Tahun 2024, penggabungan berbagai macam bahasan terkait kesehatan hanya diatur dalam satu aturan.
"Pendekatan bisa menimbulkan kesulitan di masa mendatang jika nantinya diperlukan revisi pada substansi peraturan," ungkap dr. Mahesa.
Selain itu, dia juga menyoroti masalah lain yang berpotensi muncul akibat minimnya keterlibatan pemangku kepentingan dalam proses perumusan aturan kesehatan.
Sebab, pemangku kepentingan akan menjadi pihak yang paling terdampak dari disahkannya sebuah aturan.
Dia berpendapat hal ini akan berpotensi menimbulkan polemik di masyarakat.
"Hal lain juga, dengan minimnya keterlibatan stakeholder dalam penyusunan PP, akan berpotensi menimbulkan polemik,” ucap dr. Mahesa.
Beberapa pasal dalam PP 28/2024 mendapat sorotan tajam dari masyarakat, terutama terkait pengetatan aturan yang akan membawa dampak masif bagi masyarakat dan industri.
Persoalan lain mengenai susu formula, donor ASI, hingga dokter asing juga turut mendapat respons pro-kontra dari masyarakat.
Dokter Mahesa menjelaskan masih membutuhkan waktu untuk mengkaji secara menyeluruh isi peraturan baru ini apakah sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau tidak.
Selain itu, dia menyoroti munculnya perdebatan di beberapa pasal yang menjadi fokus perhatian banyak pihak.
"Terbukti banyak uji materi terhadap produk regulasi yang diuji di Mahkamah Konstitusi maupun Mahkamah Agung. Banyak jurisprudensi regulasi yang direvisi atau dibatalkan. Jika banyak polemik maka perlu perbaikan" jelasnya.
Dr. Mahesa menegaskan setiap regulasi, baik dalam bentuk UU maupun turunannya, tidak ada yang sempurna dan menegaskan perlunya perbaikan sebuah aturan apabila aturan tersebut justru menjadi permasalahan di masyarakat.
Sebelulnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam siaran persnya mengatakan pengesahan PP No. 28 Tahun 2024 ini akan menjadi aturan pelaksana yang mengatur sistem kesehatan di Indonesia.
“Dengan penerbitan PP ini, ada 26 Peraturan Pemerintah dan lima Peraturan Presiden yang tidak lagi berlaku,” tegasnya.
Untuk itu, diperlukan perhatian mengenai bagaimana implementasi aturan ini ke depan, dengan memastikan tidak ada pihak yang justru dirugikan oleh aturan ini. (mcr10/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Elvi Robiatul