jpnn.com - JAKARTA - Sektor energi baru terbarukan mulai menjadi prioritas untuk mewujudkan politik ketahanan energi bersih. Langkah ini dianggap sebagai upaya melepas ketergantungan nasional terhadap tren harga minyak dan batu bara.
Pakar Energi Terbarukan Universitas Darma Persada (Unsada), Kamaruddin Abdullah mengungkap bahwa pemanfaatan energi bersih dan terbarukan itu terlihat dalam Daftar Isian Penggunaan Anggaran (DIPA) Kementerian ESDM.
BACA JUGA: Kalijodo Bikin Sandiaga Uno Pengin Berdiri
“Angkanya mencapai Rp 8,5 triliun, paling besar dialokasikan ke Ditjen Migas Rp 2,9 triliun disusul Ditjen EBTKE sebesar Rp 2,1 triliun. Mulai ada peralihan yang signifikan,” ujar Kamaruddin dalam Focus Group Discussion tentang Reorientasi Paradigma Politik Kebijakan Energi Nasional, yang digelar Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Angkatan 49 dan Universitas Darma Persada di Jakarta, Selasa (23/2).
Kamaruddin menilai harga energi terbarukan tidak dipengaruhi harga minyak bumi dan batu bara internasional. Selain itu harga energi terbarukan relatif tetap selama masa konsesi sehingga mengurangi risiko APBN atas kenaikan subsidi.
BACA JUGA: Ical dan Agung Sepakat Pilih Nurdin Halid Pimpin SC Munas Golkar
Selain itu, lanjut dia, pasokan bahan baku energi terbarukan seperti surya, angin, hidro, biomassa, panas bumi dan laut merupakan hal yang tidak bergantung pada pasokan dari negara lain sehingga menjamin ketahanan energi nasional.
Sementara anggota Ikatan Keluarga Alumi Lemhannas RI XLIX (IKAL 49), Sampe L Purba menilai upaya pemerintah Jokowi beralih ke energi baru dan terbarukan memiliki arti penting karena merupakan salah satu faktor utama dalam perekonomian negara dalam memproduksi barang dan jasa.
BACA JUGA: PEDAS! Pernyataan Politikus PDIP Ditujukan ke Rizal Ramli
Sampe juga mengungkap, arah kebijakan politik tentang energi nasional memerlukan kajian dalam kerangka re-orientasi. Kebijakan pengelolaan energi nasional harusnya bertumpu pada tiga pilihan tujuan yaitu ketahanan, kemandirian dan kedaulatan.
“Untuk mencapai tujuan kebijakan energi nasional, perlu dikombinasikan dengan dinamika kondisi energi global. Ini akan berdampak pada penyesuaian dan perubahan orientasi atas kebijakan yang ada, sehingga dapat terkendali dampaknya pada ketahanan energi nasional secara jangka panjang,” papar Sampe.
Rektor Universitas Darma Persada, Dadang Solihin, menambahkan, pengembangan energi alternatif dan terbarukan merupakan bagian terintegrasi dalam konteks energi nasional yang memerlukan kebijakan bauran energi dengan melibatkan perguruan tinggi dan industri yang didukung oleh adanya insentif dan alokasi anggaran.
“Kami meminta pemerintah dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan energi selalu berorientasi pada ketahanan menuju kemandirian dan kedaulatan energi nasional yang berkesinambungan,” ujar Dadang.
Selain Rektor Universitas Darma Persada, forum diskusi ini dihadiri pula oleh Ketua IKAL 49 Boedhi Setiadjid, Mayjen TNI (Purn) Hadi Suprapto dari Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI dan pengamat kebijakan energi Hanan Nugroho. (adk/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hari Kerja DPR Malah Bersafari Politik, Papa Novanto Dikritik
Redaktur : Tim Redaksi