Bersihkan Kampus dari Penyebaran Paham Radikal

Kamis, 19 Oktober 2017 – 16:00 WIB
Mahasiswa. Ilustrasi Foto: Dipta/dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Dede Rosyada mengatakan, kampus merupakan tempat kaum intelektual dan calon intelektual.

Untuk itu, kampus harus bisa mencegah masuknya radikalisme dan terorisme.

BACA JUGA: Ini Latar Belakang Radikalisme Merambah Dunia Maya

Menurut dia, ada beberapa cara agar lingkungan kampus terbebas dari paham radikal.

“Pertama yakni pekuliahan. Perkuliahan ini yang sesuai kalender akademik atau program studi yang telah ditentukan sesuai pilihan mahasiswa dan juga pendidikan yang di luar program studi seperti kegiatan kemahasiswaan,” ujar Dede di Jakarta, Kamis (19/10)

BACA JUGA: Tidak Ada Tempat Lagi Bagi Kelompok Perongrong Pancasila

Langkah kedua adalah memperkuat mata kuliah tertentu seperti penguatan tafsir, ideologi negara itu sendiri, dan mata kuliah tertentu lainnya..

“Selain itu, mahasiswa yang berkuliah di kampus tersebut tidak hanya diberikan teori, namun juga dibekali dengan praktik di lapangan,” ujarnya.

BACA JUGA: Habis Sudah, Duterte Nyatakan Marawi Bebas dari Teroris

Cara ketiga dari tenaga pendidik atau dosen. Kampus harus berani menolak dosen yang memiliki ideologi ekstrem.

“Rekrutmen dosen di fakultas agama maupun umum dan tenaga kependidikan lainnya benar-benar diseleksi dengan ketat terkait paham dan komitmennya terhadap nilai-nilai keislaman dan kebangsaan. Di sinilah peran kampus dalam melakukan seleksi terhadap dosen sangat besar agar kampus itu terbebas dari benih-benih radikal,” ujar Dede.

Dewan Pembina Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) itu menambahkan, setiap tenaga pengajar di perguruan tinggi juga harus mampu mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila.

Tidak hanya dalam aktivitas belajar mengajar, tetapi juga dalam setiap ketiatan kemahasiswaan.

“Komitmen ini penting untuk dilakukan mengingat penyusupan paham radikal bisa dilakukan dengan berbagai cara. Kelompok radikal yang telah menyusup di dalam kampus umumnya menyasar mahasiswa yang baru masuk,” ujar Dede.

Selain itu, sambung Dede, hal lain yang bisa dilakukan adalah menjadikan moderasi Islam sebagai gerakan segenap civitas academica di lingkungan kampus.

“Kami di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) mempunyai modal cukup untuk  ini. Sebab diskursus pemikiran keislaman berkembang baik sehingga tinggal didorong agar moderasi bisa menjadi gerakan bersama,” ujarnya.

Langkah lainnya adalah memperkuat wawasan kebangsaan mahasiswa dan civitas academica kampus.

Selain sesi perkuliahan, upaya lain bisa dikemas dalam ragam aktivitas positif yang dapat mencegah secara dini berkembangnya paham ekstrem yang tidak sesuai dengan nilai moderasi Islam, Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

“Ini harus diikuti dengan penguatan semangat kebangsaan dan moderasi Islam, bukan justru sebaliknya,” ujarnya.

Menurut dia, kampus juga harus ikut serta mengawasi segala bentuk kegiatan unit kegiatan mahasiswa (UKM).

“Mahasiswa harus diberi pemahaman pendidikan tentang ideologi bangsa ini. Di kampus kami (UIN Jakarta), kegiatan mahasiswa tentunya juga kami awasi agar paham radikal tidak masuk melalui UKM,” kata Dede.

Dia mengatakan, komitmen UIN Jakarta dalam memerangi radikalisme dan terorisme sangat kuat.

UIN Jakarta juga sudah meneken memorandum of understanding (MoU) dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada 2015 silam untuk mengurus kerja sama terkait penelitian, advokasi, dan pelatihan tentang terorisme dan radikalisme.

“Indonesia tidak bisa menanggulangi berkembangnya radikalisme agama dan terorisme tanpa adanya dukungan dan kerja sama dari pemerintah dan kelompok masyarakat lainnya," ujar pria kelahiran Ciamis, 5 Oktober 1957 itu. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gus Yaqut: Masyarakat Jangan Diam Hadapi Kelompok Radikal


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler