jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR M Misbakhun menyoroti kinerja Agus Martowardojo selama lima tahun menjadi Gubernur Bank Indonesia (BI). Besok (23/5), Agus akan mengakhiri jabatannya sebagai orang nomor satu di bank sentral.
Misbakhun membuat catatan kritis tentang kinerja Agus selama memimpin BI. Berdasar catatan Misbakhun, kurs USD saat Agus mulai memimpin BI ada di posisi Rp 9.700.
BACA JUGA: Gubernur BI Sebut Rupiah Melemah Karena Pengaruh Global
Sedangkan saat ini nilai tukar USD sudah mencapai Rp 14.200. Alhamdulillah, Bapak Agus mewariskan kepada kita nilai tukar USD di angka Rp 14.200 dan ini akan dicatat oleh bangsa dan negara kita,” kata Misbakhun dalam rapat kerja Komisi XI DPR dengan BI di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Selasa (22/5).
Agenda rapat kerja itu adalah pelaporan tentang capaian Gubernur BI Agus Martowardojo selama menjabat periode 2013-2018. Misbakhun menambahkan, ada selisih Rp 4.200 dalam hal kurs USD saat Agus mulai menduduki posisi Gubernur BI dengan akhir masa jabatannya.
BACA JUGA: Akhir Mei, Rupiah Bisa Tembus Rp 14.300 per Dolar
Karena itu, selisih dan perjalanan rupiah belakangan ini harus menjadi catatan bagi Gubernur BI baru pengganti Agus. Menurutnya, harus ada solusi kongkret untuk mengangkat nilai tukar rupiah.
“Angka Rp 14.200 ini akan menjadi sebuah notifikasi baru bagi kita, akan ke mana nilai tukar ini kita dibawa? Apakah kita akan melakukan redominasi, atau akan kita turunkan melalui mekanisme yang ada?” ujar Misbakhun.
BACA JUGA: Lebaran, BI Siapkan Uang Baru Rp 5 Triliun
Politisi muda Golkar itu menambahkan, cadangan devisa RI pada akhir April lalu di angka USD 124,9 miliar. Sedangkan kini jumlah devisa turun menjadi USD 105,2 miliar karena ada operasi moneter ketika kurs USD memasuki zona Rp 14.000.
Misbakhun pun mempertanyakan efektivitas operasi moneter yang dilakukan BI. Padahal, saat ini BI tak hanya memiliki undang-undang (UU) tersendiri, tetapi juga diperkuat dengan UU Transfer Dana dan UU Devisa Bebas.
Menurut Misbakhun, fundamental ekonomi Indonesia yang kuat seharusnya tak terlalu terpengaruh gejolak di mancanegara. Selain itu, kata mantan pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) itu, harus ada strategi panjang ke depan untuk membangun bank sentral.
“Review panjang saya ini, semoga menjadi bahan refleksi bagaimana BI ke depan dikelola. Bagaimana BI ke depan dijalankan dan dioperasionalkan menjadi kebijakan moneter yang memberi dampak langsung terhadap kemakmuran rakyat,” pungkasnya.(boy/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Saran Ekonom untuk Mengatasi Rupiah yang Makin Terpuruk
Redaktur : Tim Redaksi