jpnn.com, JAKARTA - Ribuan petani dan buruh akan melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Kamis (6/7).
Massa merupakan gabungan dari sejumlah organisasi anggota Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), yaitu Serikat Petani Pasundan (SPP), Serikat Tani Indramayu (STI), Pemersatu Petani Cianjur (PPC), Persatuan Petani Suryakencana Sukabumi (PPSS), dan Pergerakan Petani Banten (P2B).
BACA JUGA: Kemnaker Optimistis UU Ciptaker Dorong Peningkatan Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Sedangkan massa buruh yang akan turun, merupakan serikat buruh anggota Konfederasi KASBI yang berasal dari Jakarta, Banten, Jawa Barat.
Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika mengatakan aksi unjuk rasa ini untuk mengawal Sidang Lanjutan Pengujian Formal Undang-Undang No 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
BACA JUGA: 15 Serikat Pekerja Tempuh Upaya Hukum, Sebut UU Ciptaker Langgar Konstitusi
Dia menyebutkan ada beberapa hal yang menjadi permasalahan setelah terbitnya UU Cipta Kerja.
Pertama, menurutnya, lahirnya Lembaga Bank Tanah yang merupakan produk turunan dari UU Cipta Kerja telah meningkatkan eskalasi konflik agraria di lapangan.
BACA JUGA: Hari Buruh, Irwan Fecho Sebut UU Ciptaker Jadi Kado Buruk
"Kedua, keberadaan Lembaga Bank Tanah menghambat agenda reforma agraria. Ketiga meningkatnya ancaman penggusuran dan perampasan tanah atas nama Proyek Strategis Nasional (PSN)," kata Dewi saat konferensi pers di Sekretariat KPA, Jakarta Selatan, Rabu (5/7).
Konflik keempat, jelas Dewi, kemudahan importasi pangan mengancam kedaulatan dan kehidupan petani.
Dia menyebutkan pada 2022 pemerintah mengimpor beras sebesar 429.207 ton, tetapi melonjak hingga dua juta ton sebagai target sampai dengan akhir Desember 2023.
"Padahal produksi beras nasional pada tahun 2022 mencapai 31,54 juta ton beras, sementara konsumsi nasional 30,2 juta ton, artinya ada surplus 1,3 juta ton," jelasnya.
Dia juga menyebutkan saat ini masifnya korporatisasi pangan dan peminggiran petani melalui program Food Estate pemerintah.
"Keenam, pengadaan tanah untuk lawasan ketahanan pangan akan merugikan petani. Masalah ketujuh, kebijakan pengampunan atau Forest Amnesty bagi bisnis ilegal korporasi-korporasi di kawasan hutan," jelas Dewi.
Sementara itu, Ketua Umum Kasbi Sunarno menyebutkan para buruh juga terdampak akibat UU Cipta Kerja itu.
Dia mencatat ada enam permasalahan yang dirasakan oleh buruh. Pertama, bertambahnya ketentuan batas waktu maksimal dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dalam UU Cipta Kerja.
"Kedua, penghapusan pembatasan jenis pekerjaan yang dapat dilakukan dengan alih daya atau outsourcing. Ketiga, penghapusan variabel kebutuhan hidup layak dalam pertimbangan penetapan upah minimum," jelasnya.
Masalah keempat, lanjut Sunarno, pemutusan hubungan kerja menjadi lebih mudah karena dibukanya proses PHK hanya melalui pemberitahuan pengusaha kepada buruh tanpa didahului dengan perundingan.
"Kelima, terjadinya pengurangan hak pesangon kaum buruh. Keenam, UU Cipta Kerja semakin mengurangi kontrol megara terhadap hubungan kerja," pungkas Sunarno. (mcr8/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengamat: UU Ciptaker Beri Kepastian Hukum & Ciptakan Lapangan Pekerjaan yang Luas
Redaktur : Fathan Sinaga
Reporter : Kenny Kurnia Putra