BI Mestinya Sudi Diawasi

Rabu, 01 September 2010 – 21:57 WIB

JAKARTA -- Guru Besar pada Fakultas Ekonomi Manajemen (FEM) IPB Prof Hermanto Siregar, menegaskan kinerja yang baik itu memang bermula dari sebuah pengawasan yang baik pulaDia mengatakan hal tersebut usai diskusi ekonomi bertema Design Arsitektur Keuangan Indonesia: OJK atau Bank Sentral, yang digelar oleh Focus group discussion (FGD), di Crowne Plaza Jakarta, Rabu (1/9).

"Tanpa pengawasan yang baik, maka sebagus apapun kinerja BI, apalagi yang menilai kinerja bagus itu berasal dari IMF atau Bank Dunia, maka penilaian itu tidak berdampak positif bagi rakyat Indonesia

BACA JUGA: RUU OJK Dinilai Kerdilkan BI

Jadi, ikhlas sajalah untuk diawasi," kata Hermanto Siregar.

Oleh karena itu, lanjut Hermanto Siregar, proses kelahiran OJK yang salah satu wewenangnya akan melakukan pengawasan terhadap otoritas moneter dan fiskal yang saat ini tengah dibahas oleh pemerintah bersama DPR, harus didorong seiring dengan amanat UU BI Nomor 6 tahun 1999.

Menurut Hermanto, terhadap efektifitas kinerja OJK nantinya, ada lima hal yang harus jadi perhatian kita bersama
Pertama soal aspek legalitas kehadiran institusi OJK dan itu sudah terpenuhi dalam Pasal 34 UU BI Nomor 6 tahun 1999

BACA JUGA: Asumsi Makro RAPBN 2011 Disorot Habis-habisan

Kedua, lanjutnya, adalah soal independensi OJK ke depan
"OJK harus steril dari pengaruh pemegang wewenang moneter dan fiskal yang selama ini berada di tangan BI dan Kementerian Keuangan," ujarnya.

Ketiga, kehadiran OJK hendaklah disikapi secara positif dengan cara memaknai bahwa lahirnya OJK justru untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap bank sentral yang akhir-akhir ini kian terpuruk

BACA JUGA: Cadangan Devisa Capai USD 80,2 Miliar

Keempat, dalam kerangka membangun kembali kepercayaan tersebut, lanjut Hermanto, OJK dari awal harus konsisten dan transparan dalam menerapkan akuntabilitasnya.

Kelima, kata dia, adalah soal teknis pembiayaanSeluruh atau sebagian dari biaya operasional OJK nantinya tidak boleh disalurkan melalui BI atau Kementerian Keuangan"DPR selaku pemegang hak budget harus secara tegas merumuskan bahwa biaya operasional OJK ditanggung oleh rakyat," tegasnya.
 
Kalau dibiayai oleh BI atau Kementerian Keuangan, lanjutnya, dipastikan OJK tidak akan mampu bekerja secara optimalBedanya halnya kalau dibiayai oleh rakyat, maka OJK wajib melaporkan pertanggung-jawabannya ke rakyat Indonesia, bukan kepada BI apalagi IMF atau Bank Dunia," pungkas Hermanto Siregar(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Beli Raskin, Pemerintah Gunakan Dana Cadangan Rp1 Triliun


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler