jpnn.com - JAKARTA - Bank Indonesia (BI) diprediksi tetap menahan tingkat suku bunga acuan (BI rate) pada level 7,5 persen di rapat dewan gubernur (RDG) yang digelar hari ini (13/11).
Sebagian pihak menilai otoritas moneter masih akan mempertahankan BI rate hingga Pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) sebagai akibat dari upaya pengalihan subsidi.
BACA JUGA: Susi Larang Tangkap Lobster dan Kepiting Bertelur
Pengamat ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono mengatakan, sepanjang pemerintah belum memberi kepastian soal kapan BBM dinaikkan, maka BI rate masih bisa tetap.
Namun, apabila harga BBM terkerek, Tony menekankan bahwa BI rate tidak harus dinaikkan. "Karena nanti perlu dilihat apa ada tekanan terhadap rupiah dan capital outflow (arus modal keluar)," ungkapnya kemarin (12/11).
BACA JUGA: Lion Group Terima Pengiriman Pesawat Airbus Pertamanya
Menurut Tony, ada beberapa skema kenaikan BBM yang bisa mendasari terkatrolnya BI rate. Yakni apabila BBM naik Rp 3.000 per liter, sehingga BBM seharga Rp 9.500 per liter. Dengan level kenaikan tersebut, dipastikan inflasi bakal mencapai kisaran 8 persen.
Sebaliknya, apabila BBM naik Rp 2.500 per liter, yang artinya harga BBM menjadi Rp 9.000 per liter, inflasi sepanjang 2014 diperkirakan bisa ditekan di bawah 8 persen. Sementara iflasi pada 2015 hanya di kisaran 5 persen.
BACA JUGA: Kereta Bekas Wajib di Sertifikasi
"Sehingga BI rate tidak perlu dinaikkan dari level sekarang agar likuiditas tidak semakin ketat," terangnya.
Apalagi, Tony menuturkan, dampak inflasi akibat kenaikan harga BBM biasanya bersifat one shot inflation atau temporer. "Dengan modal (BI rate 7,5 persen) ini, pertumbuhan ekonomi 5,6 persen pada 2015 tampakanya masih bisa tercapai," ujarnya.
Sebagaimana diwartakan, tidak adanya kepastian soal waktu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, terus memicu kekhawatiran masyarakat.
Hal ini ditunjukkan hasil survei Bank Indonesia (BI) yang mencatat adanya ekspektasi tekanan harga pada Desember 2014. Indeks ekspektasi harga (IEH) naik 4,5 poin sebesar 156,5 dari survei November 2014. IEH diperkirakan kembali turun menjadi 129,6 pada Maret 2015.
"Kekhawatiran terkait kebijakan BBM bersubsidi itu juga diiringi kenaikan harga barang dari distribusi," ungkap Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara.
Sementara itu, Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo memastikan tingkat harga barang dan jasa di masyarakat tetap terkendali apabila pemerintah menaikkan harga BBM sebagai konsekuensi pengurangan subsidi.
Otoritas moneter tersebut bakal menjalin komunikasi intens dengan tim pengendaliinflasi"daerah (TPID) untuk mencegah terjadi"second round effect"kenaikan BBM.
Dia menjelaskan, setiap kenaikan BBM sekitar Rp 1.000 per liter, akan menyumbang inflasi kurang lebih sekitar 1,1-1,5 persen. Lantaran itu, menurut Perry, pihaknya akan terus berkoordinasi dengan pemerintah dengan memberikan angka-angka pertimbangan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan efeknya terhadap defisit transaksi berjalan.
"Apabila koordinasi baik, kami siap pastikan dampak (kenaikan BBM) terhadap"inflasi"tetap terkendali dan hanya temporer," ujarnya. (gal)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kurangi Subsidi BBM untuk Genjot Pembangunan Infrastruktur
Redaktur : Tim Redaksi