BI Telat Larang Produk Spekulatif Perbankan

Transaksi Produk Spekulatif Perbankan

Rabu, 03 Desember 2008 – 06:13 WIB
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) dinilai terlambat dalam mengantisipasi tekanan terhadap nilai tukar rupiah yang disebabkan produk spekulatif yang ditawarkan perbankanBank sentral pekan lalu sudah melarang penerbitan produk spekulatif seperti deposito dual currency dan callable forward

BACA JUGA: Premium Langka, Bajaj Diisi Pertamax

Namun itu langkah lambat dan menunjukkan lemahnya pengawasan BI.

Anggota Komisi XI (Keuangan dan Perbankan) DPR Dradjad Hari Wibowo mengatakan ada dua bank asing dan dua bank nasional yang menawarkan produk spekulatif ini
"Kelemahan BI selalu telat mengawasi produk-produk ini

BACA JUGA: Nilai Ekspor Terjun Bebas

Dari dulu titik lemah pengawasan, dan produk terlanjur merajalela ke mana-mana, ibu-ibu sudah banyak ikut," kata Dradjad dalam rapat kerja dengan Menkeu Sri Mulyani Indrawati di Gedung DPR, Jakarta, Selasa  (2/12)


Menurut Dradjad setidaknya ada 3.000 nasabah yang terjebak pada produk bank yang terkait valas ini.Dradjad mengatakan produk derivatif yang rawan aksi spekulasi banyak membuat adanya permintaan artifisial terhadap dolar

BACA JUGA: Bulan Depan Harga Solar Turun

Dia menyebut produk knock out forward dan callable forward yang dipasarkan PT Bank Danamon Tbk dan PT Bank Permata Tbk"Bank itu dulunya hidup dari obligasi rekap, tapi justru mereka mendorong banyaknya artificial demand," kata Dradjad

Selain dua bank swasta nasional itu, ada pula bank asing, yakni JP Morgan Chase dan CitiDana kelolaan untuk investasi jenis itu pada kedua bank asing ini mencapai antara USD 400 juta sampai USD 1 miliar"Artinya ada pemintaan dolar yang artifisial dari orang-orang yang terlanjur terjebak di dalam market pada produk ini," kata Dradjad.

Menurut Dradjad, pemegang callable forward harus memenuhi kontrak"Dalam masa kontrak tersebut bank akan semakin besar untungnya kalau rupiah semakin terdepresiasiJadi semakin rupiah menuju Rp 12 ribu atau 13 ribu, mereka semakin besar untungnya karena kontraknya rata-rata dipatok Rp 9.600 atau Rp 9.800," kata DradjadInvestor yang mengikuti kontrak ini harus memburu dolar untuk memenuhi kontrak.

Dradjad juga menyesalkan adanya beberapa BUMN yang terjebak dalam kontrak iniMenurut dia, BUMN yang ikut dalam investasi ini antara lain PT Elnusa Tbk , PT PGN Tbk , PT Aneka Tambang Tbk, dan PT Krakatau Steel(sof/fan)

BACA ARTIKEL LAINNYA... PT Industri Sandang Nusantara (Persero) Terpukul Krisis


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler