BI Tuding IMF Ngawur

Selasa, 21 September 2010 – 03:03 WIB

JAKARTA - Publikasi Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) terkait stress test terhadap perbankan Indonesia mendapat respons keras dari Bank Indonesia (BI)Bahkan, BI menyatakan IMF ngawur karena menggunakan asumsi yang tidak realistis dengan kondisi perekonomian Indonesia ke depan.

Kepala Biro Humas BI Difi A

BACA JUGA: Kenaikan TDL Jangkau 4 juta Pelanggan PLN

Johansyah mengatakan, skenario yang digunakan IMF tidak mencerminkan proyeksi realistis atas perekonomian Indonesia
"Skenario anjloknya ekonomi yang diusulkan tim IMF tidak realistis dengan kondisi ekonomi Indonesia ke depan," ujarnya dalam keterangan resmi BI yang diterima Jawa Pos via email, Senin (20/9).

Pekan lalu, IMF memang merilis laporan Financial System Stability Assesment (FSSA) setebal 108 halaman

BACA JUGA: Penurunan PPh Badan Tidak Tepat

Dalam laporan tersebut, IMF menggunakan asumsi kontraksi laju ekonomi Indonesia minus 5 persen
Dengan asumsi tersebut, maka kredit macet atau non-performing loan (NPL) perbankan Indonesia pada kuartal III-2011 bakal melonjak hingga 31,5 persen

BACA JUGA: Subsidi BBM Tetap Sesuai Anggaran

Padahal, saat ini, NPL hanya ada di kisaran 3,5 persen.

Menurut Difi, dalam penyusunan awal skenario dan metode stress test, telah ada pembicaraan di level teknis antara BI dan IMFDalam diskusi penyusunan skenario tersebut, BI sudah sangat berkeberatan"Jika "skenario risiko yg dipilih adalah sangat ekstrim negatif," katanya.

Difi menyebut, kondisi ekstrim negatif tersebut tidak realistisSebab, lanjut dia, pemerintah dan BI tentunya tidak akan tinggal diam kalau ekonomi sudah gawat, karena pasti akan mengambil langkah langkah penyelamatan untuk mencegah hancurnya perekonomian"Artinya pemerintah dan BI pasti bertindak pre emptif untuk mencegah skenario krisis tersebut terjadi," terangnya.

Difi mengatakan, BI juga berkeberatan kalau nantinya hasil stress test IMF tersebut disalah artikan di kemudian hariSebab, stress test tersebut menyangkut kondisi perbankan yang terkait dengan nasabah serta perbankan yang listing di pasar modal"Karena itu, pemberitaan stress test IMF di media perlu diluruskan agar tidak menimbulkan salah paham," ucapnya.

Menurut Difi, hasil stress test yg dilansir bukanlah suatu prediksi atau ramalan, tapi "gambaran yang terjadi kalau ekonomi sudah sangat gawatKarena itu, hasil NPL yang terjadi akan sangat berbeda kalau baseline skenarionya juga berbeda.

"Jadi, kalau skenarionya lebih positif maka NPL yg dihitung juga akan semakin baikBI sendiri dalam melakukan stress test menggunakan skenario yang lebih sesuai dengan kondisi perekonomian," paparnya.

Difi menambahkan, jika dilihat secara general, maka kondisi sebagaimana stress test tersebut baru bisa terjadi jika ekonomi benar-benar gawat, seperti pertumbuhan ekonomi yang negatif, serta nilai tukar Rupiah anjlok, NPL melonjakJika itu terjadi, bukan hanya perbankan, tapi sektor keuangan secara keseluruhan akan kolaps"Hal ini secara realistis tidak sesuai dengan baseline outlook ekonomi Indonesia ke depan," ujarnya(Owi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... YLKI: Sasaran Pertama Mobil Pribadi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler