Biaya Logistik Indonesia Tinggi, Wamen BUMN: Harus Integrasi Pelabuhan

Rabu, 30 Juni 2021 – 14:06 WIB
Kementerian BUMN menjelaskan perlu adanya integrasi pelabuhan untuk menekan biaya logistik Indonesia yang tinggi. Foto: ANTARA/Kemenhub

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo mengatakan perlu adanya integrasi pelabuhan untuk menekan biaya logistik Indonesia yang tinggi. 

Menurut dia, biaya logistik nasional saat ini masih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain, terutama di ASEAN.

BACA JUGA: Efisiensi Biaya Logistik, Peremajaan Kapal Harus Segera Dilakukan  

Hal itu, salah satunya karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang besar, sehingga biaya logistiknya pun beragam mulai dari laut, darat, pergudangan, stok, dan suplai lainnya. 

"Untuk itu integrasi pelabuhan ini menjadi sebuah keharusan karena menimbulkan beberapa dampak yang positif," kata Kartika Wirjoatmodjo dalam raker dengan Komisi VI DPR RI yang ditayangkan secara virtual, Rabu (30/6).

BACA JUGA: Mentan Syahrul Dorong Para Bupati Perbaiki Sistem Logistik Pangan dan Manfaatkan KUR

Kartika menjelaskan integrasi logistik berdampak positif pada pelayanan dan efesiensi penurunan cost diberbagai area fungsional pengelolaan.

"Juga memberikan fokus berbeda kepada fungsi-fungsi yang ada di Pelindo," ujarnya.

BACA JUGA: Trafik Truk Logistik dari Jawa ke Sumatera Naik 24 Persen, Bagaimana dengan Penumpang?

Direktur Utama Pelindo II Arif Suhartono menyebutkan biaya logistik di Indonesia mencapai 23,5 persen dari PDB Indonesia.

Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia yang hanya 13 persen dari PDB.  

"Dari 23 persen itu dibagi untuk inventori (persediaan barang) 8,9 persen dan untuk darat 8,5 persen, laut 2,8 persen, administrasi 2,7 persen, dan 0,8 persen untuk yang lainnya," kata Arif Suhartono. 

Lebih lanjut, dia menjelaskan lima penyebab utama yang menyebabkan biaya logistik di Indonesia menjadi yang tertinggi di Asean, pertama regulasi pemerintah yang tidak kondusif, kedua efesiensi value yang tidak kondusif.

"Ketiga efesiensi untuk value chain maritim yang rendah, keempat operasi dan infrastruktur pelabuhan yang tidak optimal, dan yang terakhir yakni supply-demand tidak seimbang," tutur Arif Suhartono. (mcr8/jpnn)


Redaktur & Reporter : Kenny Kurnia Putra

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler