jpnn.com, KUPANG - Para sopir truk pembawa kebutuhan pokok dari Kupang ke sejumlah pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur mengeluhkan pembiayaan rapid test atau tes cepat corona.
"Kami minta agar ada keringanan biaya rapid test, selama ini sungguh terasa menguras kantong kami para sopir," kata Yonvenius Doa seorang sopir truk yang membawa sembako, saat ditemui awak Antara di lokasi pemeriksaan darah menggunakan alat rapid test di Pelabuhan Bolok, Kupang, Kamis (4/6).
BACA JUGA: Ribuan Pasukan Oranye dan Sopir Angkutan Umum Ikut Rapid Test bersama Sandiaga
Saat ini harga atau biaya rapid test berkisar Rp300 ribu per orang. Menurut Yonvenius, hari ini saja baru puluhan truk logistik yang diizinkan berangkat ke Rote setelah dirinya melakukan rapid test kedua kali dengan biaya total Rp 600 ribu.
Ia mengaku bahwa dengan sistem rapid test yang sangat menguras kantong itu, sudah tak sanggup lagi, karena gaji sebulan hanya Rp 1,5 juta yang dipakai buat makan dan minum.
BACA JUGA: Tenang, Biaya Rapid Test Anggota DPR dan Keluarga adalah Hasil Patungan
"Sementara jika sebagian digunakan untuk rapid test otomatis kami sangat kewalahan, apalagi ini sangatlah mahal dan menguras kantong kami," tutur dia.
Dia juga mengaku khawatir jika setiap tiga hari mereka diwajibkan melakukan rapid test akan banyak kebutuhan pokok yang akan tertahan di pelabuhan, karena kesulitan mendapatkan biaya rapid test.
BACA JUGA: Untuk Warga Surabaya: Rapid Test Massal yang Digelar BIN Gratis
Hal yang sama juga diakui Wilfrid. Ia mengaku bahwa kesulitan jika pemerintah daerah tak membantu untuk memberikan subsidi bagi dirinya dan sejumlah rekan-rekannya untuk biaya rapid test mandiri.
"Masa di daerah lain bisa gratis, di sini kok tidak gratis, atau setidaknya diturunkan biayanya sehingga tidak terlalu membebani kami," ujar dia.
Sebelumnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Rote Ndao menyatakan bahwa kebijakan surat keterangan bebas COVID-19 yang berlaku hanya tiga hari justru menghambat masuknya kebutuhan pokok ke Rote.
"Saya rasa perlu dikaji lagi masa berlaku surat keterangan bebas COVID-19 sehingga tak merugikan banyak pihak, seperti sopir truk yang membawa pasokan kebutuhan pokok ke pulau-pulau, seperti di Rote ini," kata Ketua Komisi A DPRD Rote Feky Michael Boelan.
Politisi partai Hanura ini juga mengaku tak setuju dengan kebijakan surat keterangan bebas COVID-19 yang berlaku hanya tiga hari tersebut, karena NTT sendiri adalah provinsi kepulauan.
Karena menurut dia jika antrean makin panjang dan lama, dengan cuaca yang belum tentu baik, akan membuat pasokan kebutuhan pokok ke pulau-pulau akan terhambat.
"Kalau cuaca buruk dan sopir-sopir antre lama dan setiap tiga hari harus lakukan rapid test berbayar, tentunya akan merugikan mereka. Jika hal ini dibiarkan pemerintah justru membuat jurang kemiskinan tambah dalam," tambah dia. (antara/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Adek