JAKARTA – Desakan agar pemerintah segera menindak Greenpeace makin menguatSetelah beberapa kali membuat ulah, kali ini LSM Asing asal Belanda ini diduga kerap membawa pejabat Amerika Serikat meninjau hutan tanpa koordinasi terlebih dahulu dengan pihak berwenang
BACA JUGA: 90 Persen Belum Pernah Naik Pesawat
Hal ini tentu saja membuat Wakil Ketua Komisi IV RI Firman Soebagyo, geram
BACA JUGA: Golkar Bentuk Tim Khusus Kasus Gayus
Bahkan, Badan Intelijen Negara (BIN) dan Polri harus segera mengusut tuntas kasus tersebut untuk mengetahui siapa dalang besar di balik gerakan Greenpeace.“Selama ini kan Greenpeace membawa Duta Besar AS dan Menteri Luar Negeri AS ke lapangan (hutan) tanpa kordinasi kepada pemerintah
BACA JUGA: Hakim Konstitusi Belum Diperiksa
Pemerintah harus tegas,” katanya, kepada INDOPOS (grup JPNN), di Jakarta, kemarin (24/11).Lebih lanjut Firman mengatakan, LSM asing yang berada di tanah air, tentunya punya kewajiban untuk melakukan hal-hal yang sesuai dengan undang-undang di IndonesiaWalaupun nama mereka sudah mendunia, tapi tidak bisa seenaknya mengobok-obok kedaulatan Indonesia“Oleh karena itu, BIN dan Polri sudah saatnya harus mengusut tuntas, siapa di balik Greenpeace,’’ kata Politisi Golkar ini.
Selain itu, dirinya juga menyoroti laporan Greenpeace bertajuk “Protection Money” yang dirilis beberapa waktu laluMenurutnya, laporan tersebut tidak objektif dan tidak rasionalMisalnya, kata Firman, soal tudingan Greenpeace bahwa dana bantuan sebesar 1 miliar dolar AS dari Norwegia rawan dikorupsi.
"Itu sangat berlebihanGreenpeace tidak boleh asal menuduhJangan bikin suasana semakin keruhMekanisme penyerahan dananya saja belum jelas, bagaimana mau dikorupsiIni bisa memicu kemarahan rakyat IndonesiaKalau terus begini, Greenpeace akan menjadi musuh bersama,” tandas dia.
Sebelumnya, Staf Khusus Presiden untuk Perubahan Iklim Agus Purnomo mengatakan kalau terdapat kekeliruan dalam laporan Greenpeace berjudul “Protection Money”. Hal yang tidak benar dalam laporan tersebut yaitu mengenai luas hutan yang akan dikonversi untuk industri dan dana internasional perubahan iklim yang diterima Indonesia bakal dikorupsiDalam laporan tersebut, Greenpeace menganalisa bakal ada 63 juta hektar hutan sampai 2030 untuk pengembangan pulp dan papper, palm oil, pertambangan, dan energi terbarukan.
“Kita bingung, mereka (Greenpeace) menemukan angka itu dari manaKarena setelah kita telusuri dari berbagai hal, kita tidak menemukan angka sebesar ituAngka itu ngawur, karangan mereka saja,” tukas Agus kepada wartawan di Jakarta, Selasa (23/11/2010) lalu.
Agus juga mempertanyakan kekhawatiran Greenpeace terkait dana internasional untuk perubahan iklim yang bakal didapat Indonesia akan dikorupsi“Itu tidak benar, karena dana tersebut akan diperoleh setelah Indonesia terbukti berhasil menurunkan emisi karbondioksida,” tandasnya.
Berdasarkan catatan Kementerian Kehutanan, Indonesia dijanjikan 220 juta dolar Amerika untuk dana perubahan iklim di luar dana dari Norwegia dan hanya sekitar dua persen atau 5,5 juta dolar Amerika yang dikelola oleh pemerintah“Dana yang lain dikelola oleh program-program internasional dan bilateralJadi bagaimana pemerintah bisa mengkorupsi dana itu?” tanya Agus.
Hal senada juga diungkapkan pihak Kementerian KehutananMereka membantah tudingan Greenpeace yang menyebutkan adanya rencana pemerintah mengkonversi 63 juta hektar kawasan hutan sampai 2030 untuk pengembangan pulp dan papper, palm oil, pertambangan, dan energi terbarukan
Bantahan tersebut dikatakan oleh Sekjen Kementerian Kehutanan Hadi DaryantoMenurutnya, pemerintah hingga 2030 hanya akan memakai hutan seluas 24 juta hektarRinciannya, 10 juta hektar untuk hutan tanaman industri, 6 juta hektar untuk perkebunan kelapa sawit, pembangunan industri biofuel seluas 4 juta hektar, dan 4 juta hektar untuk pertambangan“Jadi tidak benar kalau kemudian muncul angka 63 juta hektar, darimana asalnya, toh kami yang di lapangan,” tegasnya(dms)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menag Kecam Lambatnya Imigrasi Arab Saudi
Redaktur : Tim Redaksi