jpnn.com, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) menjadikan biofuel atau bahan bakar berbasis tanaman sebagai salah satu kunci strategis dalam mendukung transisi energi Indonesia.
Upaya itu pun didukung penuh oleh legeslatif maupun pemerintah.
BACA JUGA: Dukung Transisi Energi Berkelanjutan, Pertamina Genjot Kapasitas Pembangkit Panas Bumi
Wakil Ketua MPR RI dan Anggota Komisi XII DPR RI Eddy Soeparno menjelaskan Indonesia memiliki potensi dan sumber biofuel yang melimpah.
Program B35 yang dilakukan oleh Pertamina menjadi bukti konkrit dari upaya penurunan emisi.
BACA JUGA: Pertamina Bawa Para Peserta UMK Academy Bertransformasi Menuju UMKM Hijau
"Indonesia juga memiliki sumber biofuel yang melimpah. Saat ini kita menggunakan B35, biodiesel 35, dari CPO. Kita memiliki sumber tebu, singkong, yang bisa digunakan sebagai bahan bakar nabati," kata Eddy Soeparno dalam panel di COP29, Rabu (13/11).
Apalagi, saat ini Pertamina sendiri sudah memiliki Sustainability Aviation Fuel (SAF) yang berbasis biofuel, termasuk dari minyak goreng bekas.
BACA JUGA: Pertamina Manfaatkan Proyek Perdagangan Karbon Demi Kejar Target NZE di 2060
Indonesia bahkan berhasil mencampur 5% bahan bakar penerbangan berkelanjutan, dan ini telah berhasil diuji coba dalam penerbangan sekitar dua tahun lalu dan akan terus ditingkatkan.
CEO of Pertamina New & Renewable Energy John Anis menjelaskan PNRE merupakan pionir dalam bisnis rendah karbon di Pertamina grup.
Selain meningkatkan kapasitas pembangkit EBT juga mengembangkan Biofuel.
"Kami memiliki banyak program, namun ini didasarkan pada apa yang kami sebut sebagai strategi pertumbuhan ganda. Karena kita masih memerlukan bahan bakar fosil, namun lebih bersih, dan pada saat yang sama kita harus mulai beralih ke bisnis rendah karbon," kata John Anis.
Dia menjelaskan PNRE telah memiliki peta jalan pengembangan bioetanol hingga tahun 2031 untuk mendukung dekarbonisasi di sektor transportasi.
Hingga 2034 mendatang, John menjelaskan proyeksi demand atas biofuel bisa mencapai 51 juta liter.
Saat ini Pertamina NRE bekerjasama dengan PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) berencana membangun pabrik bioetanol di Banyuwangi dengan kapasitas produksi 30 ribu kiloliter (KL) per tahun.
"Untuk bioetanol, kita memiliki ambisi meningkatkan kapasitas produksi, salah satunya dengan reaktivasi pabrik di Banyuwangi, Glenmore, dengan mengambil molase sebagai bahan baku bioetanol tanpa mengganggu produksi gula," kata John.
Pertamina NRE saat ini telah menjadi pemain utama perdagangan kredit karbon di Indonesia dengan menguasai pangsa pasar 93 persen.
Kredit karbon Pertamina NRE bersumber tidak saja dari pembangkit listrik energi rendah karbon tapi juga bersumber dari nature based solutions (NBS).
Sejak mempelopori perdagangan karbon di bursa karbon tahun lalu, sebanyak 864 ribu ton CO2 kredit karbon saat ini telah terjual habis.
Dalam inisiatif NBS, Pertamina telah bermitra dengan partner strategis. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jaga Pelayanan BBM, Pertamina Patra Niaga Tindak Tegas SPBU Nakal di Yogyakarta
Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Dedi Sofian, JPNN.com