JAKARTA - Dampak kisruh bea masuk impor film yang mencuat awal tahun ini sudah mulai dirasakan penikmat bioskopSejumlah film favorit besutan Hollywood yang sudah diputar di Amerika Serikat tak kunjung tayang di Indonesia
BACA JUGA: AKRA Garap Jalan Konsesi Pertambangan di Kaltim
Anda penggemar film Fast and Furious" Siap-siap saja kecewa
BACA JUGA: Dana Infrastruktur ASEAN Beroperasi 2012
Film dengan suguhan utama aksi kebut-kebutan karya sutradara Justin Lin tersebut diproduksi Universal Studios, satu di antara enam studio utama anggota Asosiasi Produsen Film Amerika Serikat (MPA).Hingga kini, MPA mempertanyakan cara penghitungan bea masuk yang dipungut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Berdasar audit bea dan cukai, tiga importer tersebut harus melunasi kekurangan pembayaran bea masuk pada 2008–2010 sebesar Rp 30 miliar
BACA JUGA: Kemasan jadi Titik Lemah Produk Daerah
Karena buntu, tiga importer itu kini mengajukan banding ke pengadilan pajak’’Kita tunggu saja proses di pengadilan pajak ya,’’ kata Direktur Teknis Kepabeanan Ditjen Bea dan Cukai Heri Kristiono.Sengkarut masalah film impor itu berawal dari pengaduan Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N) yang dimotori sineas nasional Deddy Mizwar pada awal tahun laluMereka mengeluhkan pajak produksi film nasional yang jauh lebih tinggi daripada pajak film impor.
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan lantas menemukan cara penghitungan yang dinilai keliru atas film sebagai barang kepabeananHingga pada awal Januari tahun ini, muncul surat edaran yang meminta aparat bea cukai menghitung bea masuk impor film ’’sesuai dengan UU Kepabeanan yang berlaku’’.
Karena berbentuk surat edaran, tidak ada tarif baru yang berubahNamun, perubahan dasar penghitungan bea masuk dan pajak membuat importer harus membayar jauh lebih besar daripada yang selama ini mereka setor.
Importer film dikenakan tarif bea masuk 10 persen, pajak pertambahan nilai 10 persen, dan pajak penghasilan 2,5 persenNamun, selama ini importer mendasarkan hitungan bea masuk dan pajak dari cetakan film yang dihargai USD 0,43 per meterSatu film rata-rata memiliki panjang rol film 3.000 meter
Dalam surat edaran yang dirilis awal tahun ini, importer film wajib mendasarkan pula nilai pabean kepada royalti yang disetor ke produsen, sesuai dengan UU Kepabeanan 2006’’Penghitungan berdasar royalti itu sudah sesuai dengan ketentuan WTO (Organisasi Perdagangan Dunia),’’ kata Heri.
Gara-gara pemberlakuan itu, tiga importer film menunggak Rp 30 miliar yang terdiri atas 1.759 judul filmItu baru tunggakan pokok sajaSetiap judul film yang tertunggak bea masuknya dikenakan denda yang besarannya bervariasi antara 100 persen hingga 1.000 persen.
Karena tunggakan itu, Ditjen Bea dan Cukai telah mencabut sementara izin tiga importer pada 12 Maret laluHampir bersamaan dengan pencabutan sementara izin itu, para importer mengajukan banding ke pengadilan pajakNamun, selama proses banding itu importer tetap harus mengangsur tunggakan jika izin impor bisa berlaku kembali.
Sesuai dengan klausul kerahasiaan wajib pajak, Ditjen Bea Cukai tidak bersedia menyebut identitas tiga importer tersebutNamun, saat ini diketahui ada tiga importer besar yang menguasai jaringan distribusi MPAMereka semua berada dalam Grup 21, yakni PT Camila Internusa Film, PT Satrya Perkasa Esthetika Film, dan PT Amero Mitra Film.
Selain bermain di bisnis impor film, Grup 21 juga dikenal memiliki jaringan bioskop paling dominan melalui PT Nusantara Sejahtera RayaGrup itu menguasai 130 bioskop di antara total 178 bioskop di tanah airDihubungi via ponsel, Dirut PT Camila Internusa Film Harris Lesmana sempat meresponsNamun, telepon ditutup ketika ditanya tentang proses keberatan atas bea masuk film impor(sof/c4/iro)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Indonesia Partisipasi 12 Ribu Ton untuk Pangan ASEAN
Redaktur : Tim Redaksi