jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai teriakan simpati Kopda Asyari Tri Yudha kepada Habib Rizieq Shihab memunculkan kesan bahwa pemerintah kurang memperhatikan anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Menurut Ujang, kemungkinan teriakan Kopda Asyari tentang Habib Rizieq juga didasari anggapan bahwa imam besar Front Pembela Islam (FPI) itu sebagai antitesis bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
BACA JUGA: Kopda Asyari Mendapat Sanksi Berlapis-lapis
"Mungkin para prajurit TNI saat ini terabaikan, terpinggirkan, dan tak teperhatikan oleh pemerintah. Maka mereka simpati pada HRS (Habib Rizieq Shihab, red) yang dianggap antitesis bagi pemerintah," kata Ujang dalam pesan singkatnya kepada jpnn.com, Kamis (12/11).
Ujang menambahkan, kurangnya perhatian pemerintah terhadap TNI juga tercantum dalam surat Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo kepada Presiden Jokowi.
BACA JUGA: Kopda Asyari Kena Sanksi, Fadli Zon Menyampaikan Pesan untuk TNI
Mantan Panglima TNI itu pun enggan menghadiri penganugerahan Bintang Mahaputera dari Presiden Jokowi di Istana Negara, Rabu (11/11).
"Gatot Nurmantyo tidak hadir menerima bintang tanda jasa. Dalam suratnya ke Jokowi, salah satu poinnya, presiden harus lebih perhatian pada TNI," ucap Ujang.
BACA JUGA: Kopda Asyari Teriakkan Kami Bersama Habib Rizieq, Jelas Ada Persoalan di Pembinaan TNI
Terkait pelanggaran hukum dalam kasus teriakan Kopda Asyari, dosen Universitas Al Azhar Indonesia itu menyerahkan hal tersebut kepada polisi militer. Jika memang terdapat kesalahan dalam kasus teriakan, Kopda Asyari harus dihukum.
"Jika itu dianggap salah sesuai ketentuan undang-undang, yang bersangkutan (Kopda Asyari, red) memang perlu diberi sanksi. Indonesia memang negara hukum, jadi harus taat hukum," beber dia.(ast/jpnn)
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan