jpnn.com, BALIKPAPAN - Ketua Realestat Indonesia (REI) Balikpapan Edi Djuwaedi mengatakan, pasar properti belum membaik meski kondisi perekonomian daerah cukup bagus.
"Beberapa calon pembeli dan penyewa masih akan mengambil pendekatan wait and see, terutama pada semester pertama tahun ini," kata Edi, Rabu (17/4).
BACA JUGA: Warga Asing Kini Dapat Kemudahaan Beli Properti di Indonesia
Dia menambahkan, pasar properti akan melonjak seperti yang terjadi setelah Pemilu 2014 lalu.
“Seperti pemilu sebelumnya, setelah wait and see lalu meningkat. Jadi, nanti pada semester II properti akan kembali kencang,” imbuh Edi.
BACA JUGA: Peringatan Pemerintah Kepada Broker Properti
Walaupun market kurang bergairah, kebutuhan properti itu masih terus ada.
Dengan demikian, pengembang akan terus membangun proyek sesuai dengan tren pasarnya, terutama untuk rumah murah.
BACA JUGA: Jayaland Ubah Masterplan Demi Kota Mandiri
Dia mengungkapkan, gairah properti masih di rumah murah. Akan tetapi, sektor perumahan komersial mulai menunjukkan asa.
Secara khusus, permintaan rumah dengan harga Rp 300-400 juta mulai bermunculan.
“Yang masih menjadi PR (pekerjaan rumah) harga Rp 800 sampai miliaran. Masih sulit mencari pasar. Apalagi pasar lokal. Kami sekarang lebih suka ke rumah murah yang sudah pasti pasarnya ada,” tutur Edi.
Para pengembang juga menyambut baik rencana pemerintah menaikkan harga rumah subsidi.
Meskipun masih dalam pembahasan, dalam usulannya harga rumah subsidi naik pada kisaran 3-7,75 persen.
Khususnya bagi rumah yang menggunakan kredit pemilikan rumah (KPR) lewat skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP).
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) REI Kaltim Bagus Susetyo mengatakan, saat ini masyarakat Indonesia masih memerlukan sekitar sebelas juta rumah. Di sisi lain,
pengembang hanya bisa memenuhi tak lebih dari setengah kebutuhan tersebut. Aturan itu bisa menggairahkan kembali pembangunan hunian.
Kenaikan harga rumah bersubsidi akan ada kekurangan dan kelebihannya di dunia pengembang.
Segmen rumah subsidi memang masih yang paling diminati. Pada 2018, dalam setahun di Kaltim hanya bisa menjual lima unit rumah mewah di atas Rp 500 juta.
Rumah subsidi dengan harga di bawah Rp 200 juta berhasil terjual Rp 2.600 rumah. Tahun ini direncanakan membangun sekitar 11.808 rumah subsidi.
“Menurunnya penjualan rumah komersial dengan harga Rp 500 juta ke atas, membuat pada pengembang banting setir ke rumah subsidi meskipun keuntungannya sangat sedikit,” kata dia. (ctr/aji/ndu/k18)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penjualan Properti Diyakini Bakal Meningkat Usai Pemilu
Redaktur : Tim Redaksi