Bisnis Satelit di Indonesia Kurang Dilirik, Pakar Bicara Begini

Rabu, 31 Januari 2024 – 12:38 WIB
Diskusi IndoTelko Forum Menatap Masa Depan Bisnis Satelit GEO, di Kuningan, Jakarta Selatan, baru-baru ini. Foto: Romaida/jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA SELATAN - Founder IndoTelko Forum Doni Ismanto menilai isu bisnis satelit di Indonesia jarang diperbincangkan dan kurang mendapat perhatian.

Hal tersebut sangat disayangkan, mengingat satelit ialah tulang punggung telekomunikasi serta wujud kedaulatan di angkasa.

BACA JUGA: Satelit SATRIA Diluncurkan, Surveyor Indonesia Pastikan Layanan Tepat Sasaran

Saat ini, ada dua satelit yang berada di Indonesia, yakni Geostationery Orbit (GEO) dan Low Earth Orbit (LEO).

Satelit GEO menawarkan kestabilan posisi unggul dengan kapasitas transponder besar yang ideal untuk melayani wilayah geografi Indonesia yang luas.

BACA JUGA: Satelit Satria-1 Sukses Meluncur, Mahfud MD: Tak ada Hubungannya dengan Kasus BTS 4G

Sementara itu, satelit LEO menawarkan latensi rendah dengan kecepatan tinggi, tetapi kapasitas transponder yang terbatas.

Satelit tersebut itulah menjadi primadona dalam 4-5 tahun terakhir, dalam memenuhi kebutuhan broadband yang semakin tinggi.

BACA JUGA: Peluncuran Satelit Korut Dikecam, Adik Kim Jong-un Soroti Kemunafikan Amerika

Hanya saja, umur satelit itu hanya berusia 5 tahun, sehingga membutuhkan banyak satelit untuk mencakup banyak lokasi.

Di luar peluncurannya, Doni Ismanto menuturkan masalah lainnya, yakni Indonesia masih kekurangan sumber daya manusia (SDM) ahli industri satelit.

Selain itu, industri lokal atau startup belum banyak memanfaatkan untuk mengembangkan bisnis satelit.

"Oleh karena itu, kami harus mulai mengatasi tantangan talenta berkualitas, tantangan teknis, dan memperbesar kolaborasi antarpemain industri agar Indonesia jadi pemain besar di bisnis satelit global," kata Doni Ismanto dalam acara Diskusi IndoTelko Forum Menatap Masa Depan Bisnis Satelit GEO, di Kuningan, Jakarta Selatan, baru-baru ini.

Sementara itu, Dosen ITB, Kelompok Keahlian Telekomunikasi M Ridwan Effendy mengungkapkan pentingnya bisnis satelit terutama guna menjaga kedaulatan bangsa.

Namun, sebelum itu, pakar propagasi gelombang tersebut menjelaskan ada beberapa poin yang perlu diperhatikan jika berbicara mengenai satelit dalam menjaga kedaulatan.

"Apakah kita bisa kendalikan bisnis satelit, kendalikan keamanannya, kendalikan dari serangan-serangan yang mengancam dan sebagainya," ujar Ridwan Effendy.

Ridwan menerangkan Indonesia kini sudah memiliki beberapa satelit nasional yang mengorbit, seperti BRIsat yang akan mengorbit hingga 2031, satelit Nusantara Satu hingga 2034, Telkom 3S hingga 2032, dan satelit Merah Putih hingga 2033.

Total kapasitas satelit nasional mencapai 8653 MHz, dengan kapasitas ekuivalen 17Gbps.

Ada pula HTS Bakti Ka Band di orbit 146 BT dan HTS Telkomsel yang rencananya menggantikan Orbit 113.

Namun, nyatanya kapasitas satelit yang tersedia tersebut selalu habis sebelum meluncur.

"Faktanya, kapasitas selalu habis sebelum satelit meluncur, slot itu penuh," kata Ridwan.

Oleh karena itu, dia menilai perlu ada kerja sama dalam membuat satelit asing, dengan catatan pengendalian NMS dan Gateway harus di Indonesia.

Selanjutnya, memberikan peluang kepada swasta dan BUMN untuk menyediakan komunikasi satelit geostasioner.

Mengingat satelit GEO masih dibutuhkan, pembangunannya bisa dengan isentif berupa dana universal service obligation (USO) dan APBN.

"Hal ini penting untuk memastikan agar Negara memiliki kendali atas infrastruktur siber serta kebijakan internet seperti trust positive yang dijalankan oleh Kominfo dan kebijakan lawful intercept dapat dilaksanakan," tutur Ridwan. (mcr31/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... WN Amerika jadi Tersangka Korupsi Satelit Kemhan, Siapa Dia?


Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Romaida Uswatun Hasanah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler