jpnn.com - JAKARTA - Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menggelar sidang kode etik, Senin (19/9). Agenda utamanya adalah membahas Irman Gusman yang kini menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menerima suap terkait kuota impor gula.
Dalam sidang itu, BK DPD mengundang dua pakar hukum tata negara. Yakni Zain Badjeber dan Refly Harun.
BACA JUGA: Pengumuman Bidan Desa PTT Diulur, Mafia CPNS Merajalela
Refly menyarankan agar Irman diberhentikan dari jabatan ketua DPD. Menurutnya, kasus itu sama seperti yang pernah terjadi pada Akil Mochtar saat masih menjadi ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.
Akil yang ditangkap KPK pada 2013 karena menerima suap dalam penanganan gugatan pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Kabupaten Lebak, Banten, akhirnya dilengserkan dari posisi ketua MK. "Itulah menjadi kesimpulan pemberhentian MK," ujar Refly.
BACA JUGA: OTT KPK Cuma Rp 100 Juta, Ada Apa?
Kendati demikian Refly juga mengingatkan agar sebelum DPD mencopot Irman dari posisi ketua, BK terlebih dulu mendapatkan keterangan tertulis dari KPK terkait status tersangka yang disandang senator asal Sumatera Barat itu. "Saya menganggap itu perlu," katanya.
Zain Badjeber juga menyarankan ke Ketua BK DPD, AM Fatwa untuk memberhentikan Irman dari posisi ketua. Rujukannya adalah Pasal 52 ayat 3 huruf c Tata Tertib DPD yang mengatur bahwa ketua dan/atau wakil ketua DPD akan diberhentikan apabila berstatus tersangka dalam perkara pidana.
BACA JUGA: Dor... Satu Lagi Pengikut Santoso Tewas Dipelor
"Tata tertib mengatakan seperti itu," katanya.
Sebagaimana diketahui, KPK menangkap Irman pada Sabtu (17/9) dini hari karena menerima uang Rp 100 juta dari Direktur Utama CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto dan istrinya Memi, serta adiknya Willy Sutanto. Uang itu diduga untuk suap agar Irman membantu CV Semesta Berjaya mendapatkan kuota impor gula untuk wilayah Sumatera Barat.(cr2/JPG)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gubernur Lukas: Jangan Rampas Kekayaan Papua
Redaktur : Tim Redaksi