BMKG Beber Fakta tentang Gempa Sepanjang 2021, Daryono: Ini Tidak Lazim

Kamis, 21 Januari 2021 – 09:45 WIB
Kantor Gubernur Sulbar rusak berat akibat gempa berkekuatan M6,2 pada Jumat (15/1) lalu. Foto: dok. BNPB.

jpnn.com, JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) membeberkan fakta adanya peningkatan aktivitas gempa bumi signifikan yang guncangannya dirasakan masyarakat sepanjang 2021.

Koordinator bidang Mitigasi Gempa bumi dan Tsunami BMKG Daryono memaparkan data bahwa selama periode 1 hingga 20 Januari 2021, lembaganya sudah mencatat sebanyak 52 kali gempa dirasakan.

BACA JUGA: BMKG Keluarkan Peringatan Serius soal Potensi Cuaca Ekstrem pada Januari-Februari

Menurut Daryono, jumlah tersebut tergolong tinggi. Setelah dianalisis sejak 1 Januari hingga 20 Januari 2021, hampir setiap hari dirasakan terjadi gempa.

"Kecuali pada 10 Januari dan 17 Januari tidak terjadi gempa yang dirasakan oleh masyarakat," ucap Daryono dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (20/1).

BACA JUGA: 4 Pelaku Penyiraman Air Keras Tertangkap, Mereka Ternyata Dibayar, Sadis

Data tertinggi bahkan terjadi dalam sehari pada 14 Januari 2021, di mana gempa yang guncangannya dirasakan oleh masyarakat tercatat sebanyak delapan kali. Di antaranya terjadi di Majene, Sulawesi Barat atau Sulbar.

"Tentu saja hal ini tidak lazim, karena dalam 20 hari saja sudah terjadi aktivitas gempa dirasakan sebanyak lebih dari 50 kali," ucap Daryono.

BACA JUGA: Mendengar Tuntutan Jaksa, Pembakar Mobil Via Vallen Bereaksi, Begini Kalimatnya

Bila dibandingkan dengan data aktivitas gempa pada Januari 2020 tercatat sebanyak 54 kali, jumlah tersebut hampir setara dengan aktivitas gempa selama 20 hari pada Januari 2021.

BMKG belum diketahui penyebab fenomena peningkatan aktivitas gempa, namun yang pasti kejadian lindu adalah proses pelepasan energi yang terjadi secara tiba-tiba pada sumber gempa setelah mengalami akumulasi medan tegangan yang sudah berlangsung sejak lama.

Daryono menyebutkan, gejala meningkatnya aktivitas gempa pada waktu-waktu tertentu masih sulit diterangkan. Ada dugaan, perubahan pola tegangan global, regional, bahkan lokal tampaknya dapat menerangkan gejala ini.

"Tetapi terkonsentrasinya aktivitas gempa pada kawasan dan kurun waktu tertentu saat ini sudah dapat dilakukan dengan mudah. Namun demikian yang paling penting adalah bagaimana mengenali dan membedakan berbagai ragam kejadian bencana gempa yang terjadi," terangnya.

Hal ini menurutnya penting dilakukan untuk kepentingan kajian bahaya dan risiko gempa untuk tujuan mitigasi agar dapat memperkecil dampak kerusakan fisik pada bangunan, dan infrastruktur serta menghindari jatuhnya korban baik manusia yang tak perlu terjadi.

Sebagaimana informasi sebelumnya, gempa Sulbar yang pertama sebagai pembuka atau foreshock dilaporkan terjadi pada Kamis (14/1) pukul 13.35 WIB.

Gempa tersebut berkekuatan magnitudo 5,9 pada episenter 2,99 LS dan 118,89 BT atau di darat pada jarak 4 kilometer (km) arah Barat Laut Majene, Sulawesi Barat, kedalaman 10 km.

Selanjutnya gempa yang kedua atau mainshock terjadi pada Jumat (15/1) pukul 01.28 WIB dini hari dengan magnitudo 6,2 pada episenter 2,98 LS dan 118,94 BT atau di darat pada jarak 6 km arah Timur Laut Majene, Sulawesi Barat, kedalaman 10 km.(antara/fat/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler