BNNP Tangkap Jaringan Bandar Alumni Medaeng

Sabtu, 23 Agustus 2014 – 16:16 WIB

jpnn.com - SURABAYA – Rutan Medaeng masih menjadi salah satu tempat pendadaran para bandar narkoba. Terbukti, tiga bandar besar yang tergabung dalam satu jaringan peredaran narkoba di sejumlah kota merupakan alumni Medaeng. Jaringan yang juga melibatkan seorang penghuni Lapas Pamekasan tersebut berhasil diungkap tim penindakan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jatim.  

Berdasar pemeriksaan sementara, jaringan itu terbentuk sejak empat tahun lalu dan belum pernah tertangkap sampai 2014. ”Sebagian besar bandar tercatat pernah dipenjara,” kata Kepala BNNP Jatim Brigjen Pol Iwan Anwar Ibrahim, Jumat (22/8).

BACA JUGA: Dijambret, Korban Terluka, Puluhan Juta Melayang

Pengungkapan tersebut bermula dari penangkapan seorang kurir bernama Agam, 21, warga Candi, Sidoarjo. Petugas mendapati bukti bahwa dia sering disuruh mengantarkan sabu-sabu ke pemesan. Temuan itu kemudian dikembangkan dan polisi berhasil menangkap pasangan suami istri (pasutri) Choirul Huda, 28, dan Chodidjah, 24, warga Simo Sidomulyo, Surabaya.

Petugas pun melakukan penggeledahan di rumahnya, tapi tidak menemukan barang bukti. Penggeledahan berlanjut di rumah orang tua pasutri tersebut di Perumahan Candi Loka, Candi, Sidoarjo. Hasilnya, ditemukan sabu-sabu 63,8 gram. ”Barang bukti itu masih jadi satu bungkus. Tapi, ada bekas dikurangi. Mungkin sudah ada yang beli,” jelasnya.

BACA JUGA: Ngamar di Hotel, Sepeda Motor Raib

Pasangan tersebut ternyata bandar narkoba, tapi masih level bawah. Mereka bekerja sama memasarkan narkoba kepada para pengedar di Sidoarjo dan Surabaya. Meski tinggal satu rumah, dua orang itu memiliki pelanggan narkoba sendiri-sendiri. Jika ada pemesan, keduanya menyuruh Agam mengirimkan barang dengan sistem ranjau (pembeli dan penjual tak pernah bertemu muka).

Lembaga negara yang berkantor di Jalan Ngagel tersebut semakin penasaran dengan jaringan pasutri itu. Petugas kemudian menelusuri lebih dalam dan menemukan keterkaitan dengan seorang perempuan bernama Chintia Dewi alias Nita, 29, warga Jambi.

BACA JUGA: Mabok Tiga Dimensi, Pemuda Bacok Tetangga Sendiri

Petugas BNNP Jatim terbang ke Jambi untuk melacaknya. Ibu muda itu bisa ditangkap di rumahnya di Jambi. Dari pemeriksaan terungkap, Nita menjadi bandar karena dikader suaminya yang bernama Suherman. Pria tersebut merupakan alumnus Rutan Medaeng. ”Sebenarnya dia yang punya jaringan, tapi diberikan ke tersangka N (Nita, Red) untuk menjalankannya,” beber Iwan.

Sayangnya, saat digerebek di rumahnya di Jambi, Suherman tidak ditemukan. BNNP menetapkan dia sebagai buron dan masih mencarinya. Sebab, Suherman-lah yang memegang kunci jaringan bandar tersebut.

Dari penangkapan itu, Nita akhirnya membeberkan jaringannya. Dia mengaku membeli narkoba dari Tan Chandra Sutanto. Petugas yang menelusurinya berhasil menangkap pria 52 tahun tersebut di rumahnya di Bebekan, Kenjeran, Surabaya. Sampai saat ini petugas masih mendalami ke mana Candra membeli barang.

Kabid Penindakan BNNP Jatim AKBP Basuki Efendi menambahkan, dari pemeriksaan terungkap, para jaringan bandar itu memiliki latar belakang yang sama sebagai pengedar. Bahkan, tiga orang tersangka pernah dipenjara di Rutan Medaeng. Mereka adalah Chandra, Choirul, dan Suherman. ”Mereka masuk penjara di tahun yang sama,” katanya.

Mereka keluar penjara akhir 2009 dan langsung membentuk jaringan bandar narkoba. Hanya, Suherman tidak menjalankan bisnisnya sendiri, tapi menyerahkan kepada Nita. Jalinan bisnis haram itu terhitung sudah berjalan 4 tahun 8 bulan.

Dari pemeriksaan terungkap pula, bisnis narkoba tersebut juga terkait dengan seorang bandar bernama James yang sedang menjalani hukuman di Lapas Pamekasan. Agam ternyata juga sering mendapat tugas mengirim barang atas perintah James.

Pria yang juga menjabat kepala BNN Kota Malang itu menjelaskan, petugas juga menyita sejumlah aset milik Nita dan Suherman yang diduga dihasilkan dari bisnis narkoba. Nanti aset tersebut dijadikan dasar untuk penjeratan pasal tindak pidana pencucian uang.

Aset itu berupa sebuah ruko di Jalan Melati, Malang, senilai Rp 2 miliar. Ada juga satu unit rumah di Perumahan Dwiga, Malang, senilai Rp 1 miliar. Bukan hanya itu, rumah di Jalan Pandang Wangi, Blimbing, Malang, senilai Rp 600 juta juga ikut disita. Termasuk sebuah usaha pijat refleksi di sebuah mal di Malang. Jika ditotal, aset yang disita senilai Rp 4 miliar.

Basuki mengatakan, pihaknya masih menelusuri jaringan lain yang terkait dengan jaringan bandar Suherman dan Nita. Sebab, diduga kuat, ada jaringan lain yang terhubung dengan para tersangka. ”Bayangkan, mereka sudah bekerja hampir lima tahun dan tidak pernah tertangkap,” ujarnya.(eko/c9/ib)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ringkus Kelompok Ranmor Bersenpi Ibu Kota


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler