jpnn.com, PADANG - Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) menangkap belasan masyarakat Sumatera Barat (Sumbar) sejak beberapa hari lalu.
Mereka ditangkap karena diduga terlibat jaringan dan aksi terorisme.
BACA JUGA: Generasi Muda Punya Peran Penting Perangi Radikalisme
Hal itu dikemukakan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi (Komjen Pol) Suhardi Alius di sela-sela pembukaan pelatihan duta damai Indonesia, di Hotel Basko Padang, Senin (7/8) malam.
Secara nasional, BNPT sudah menangkap 1.200 terduga teroris.
BACA JUGA: Sumsel Harus Waspadai Terorisme saat Asian Games
”Secara kuantitatif memang sudah ada belasan (warga Sumbar, red) yang kami tangkap, namun kami terus melakukan pemantauan dan pelacakan,” terang dia seperti dilansir Padang Ekspres (Jawa Pos Group) hari ini.
Penangkapan terhadap pelaku sendiri, menurut dia, setelah melakukan aksi di luar Sumbar.
BACA JUGA: Indonesia dan Selandia Tukar Informasi Cara Hadapi Foreign Terrorist Fighters
Dalam kesempatan itu, putra Solok itu membeberkan sejumlah inisial warga Sumbar yang sudah ditangkap. Di antaranya, R alias I alias Z alias AZ di Bukittinggi. Lalu, YS alias KH di Padangpanjang.
Selanjutnya, Jt alias H alias Haf dari Payakumbuh, DS alias A alias AI dari Sangir Solok Selatan, Y alias H dari Koto Kecil Pasaman dan lainnya.
Dia juga memastikan bahwa tidak satu pun provinsi, kabupaten, dan kota di seluruh Indonesia yang bebas dari ancaman terorisme. ”Artinya, tugas dan tanggung jawab kita untuk menciptakan langkah-langkah pencegahan,” terang Suhardi.
Maraknya penyebaran paham-paham radikal dan terorisme, menurut Suhardi, tidak terlepas dari perkembangan teknologi dan infomasi saat ini, khususnya internet dan media sosial. Internet disalahgunakan kelompok teroris seperti ISIS untuk menyebarkan paham dan ajarannya, serta merekrut anggota.
”Namun, tidak sedikit pula yang belajar dan bergerak sendiri atau lone wolf yang tidak terstruktur,” ungkap mantan Kabareskrim Polri.
Dia mengakui, target perekrutan itu didominasi anak muda yang dinilai masih labil dan mencari jati diri. ”Ya, anak muda sangat rentan, mereka mudah diprovokasi dengan ajaran yang tidak sesuai dan itu mudah sekali,” ujarnya.
Kendati sudah ada belasan warga Sumbar ditangkap, namun menurut Suhardi belumlah terlalu menonjol. Hal ini diyakininya berkat kultur masyarakat yang menjunjung tinggi adat, sehingga mempunyai punya daya tahan. Biar begitu, keluarga dan lingkungan memiliki andil penting dalam pencegahan.
Dia berharap, kehadiran duta-duta damai bisa menyebarkan informasi positif dan melakukan pencegahan bersama. ”Orang tua perlu pula memantau anaknya. Bila mereka sudah menyendiri dan membuat kelompok eksklusif yang tidak boleh dimasuki orang lain, maka keluarga harus ambil alih,” katanya.
Sementara itu, Gubernur Sumbar Irwan Prayitno mengakui, keberadaan teroris di Sumbar memang agak sulit. Kalaupun ada, kebanyakan warga Sumbar yang merantau dan kembali membawa paham-paham tertentu, sehingga mempengaruhi lingkungan.
”Kalau di kampung halaman bisa dideteksi, namun di rantau tidak ada pemantauan. Yang jelas, mari kita bersama mengawasinya,” cetusnya.
Kapolda Sumbar, Irjen Pol Fakhrizal, menambahkan, pihaknya bakal melakukan pengawasan lebih lanjut terhadap informasi yang diberikan BNPT. ”Memang, kami terus bekerja melakukan pemantauan dan pengawaaan. Harapan kita, tentunya tidak ada teroris,” tukas dia.
Di sisi lain, ulama Sumbar Buya Mas’oed Abidin menuturkan, terlibatnya masyarakat Sumbar dalam jaringan teroris akibat hilangnya akar budaya yang berlandasan Islam dalam dirinya.
”Adat dan agama di Minang itu sejalan. Jadi, orang beragama dengan kearifan lokal tidak akan bisa masuk kepada kelompok teroris. Jikapun ada, berarti orang itu sudah meninggalkan adat dan agamanya, dan menggunakan adat orang lain,” cetus dia.
Dia melihat, persoalan ini harus menjadi perhatian dan tanggung jawab bersama untuk mengawasinya.
Terpisah, Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar, M Sayuti Datuk Rajo Panghulu menuturkan, banyaknya warga Sumbar terlibat jaringan teroris akibat tidak adanya tokoh atau panutan yang patut dicontoh anak kamanakan.
”Kalau dulu, kita bisa melihat tokoh-tokoh yang bisa jadi panutan, seperti Bung Hatta, Buya Hamka dan lainya,” ungkapnya.
Menurut dia, ninik mamak perlu lebih berperan guna memberikan arahan kepada anak kemenakan. ”Saya mengimbau kepada para ninik mamak bisa lebih beperan dengan menegur dan memberi arahan kepada anak kamanakanya,” ujarnya. (cr17/e)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PSN Harus Berdampak pada Pertumbuhan Ekonomi Sumbar
Redaktur & Reporter : Budi