jpnn.com, BALI - Indonesia dipercaya sebagai co-host The Second Regional Workshop on Initiative on Addressing the Challenge of Returning Families of Foreign Terrorist Fighters (FTF) di Nusa Dua Bali, 7-8 Mei 2018.
Dalam forum ini, Indonesia akan banyak memberikan pengalaman dalam melakukan penanganan FTF dengan soft approach.
BACA JUGA: Gandeng Kemenkumham, BNPT Perkuat Penanganan FTF dan Napiter
Selama ini, cara itu telah dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
“Workshop GTCF (global counter terrorism forum) ini akan membahas berbagai isu terorisme, dan fokusnya tentang returness dan keluarga FTF. Indonesia kebetulan punya pengalaman masalah itu sehingga kami akan sharing dengan mereka. Intinya, penanganan terorisme tidak selamanya menggunakan hard approach, tapi soft approach seperti yang telah kami lakukan,” ujar Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius usai membuka workshop tersebut, Senin (7/6).
BACA JUGA: BNPT Gali Ilmu Pantau Individu Terindikasi Terorisme ke AS
Suhardi mengungkapkan, saat ini sudah lebih 600 returness FTF dan keluarganya yang kembali dari Suriah.
Menurut dia, hal ini menjadi ancaman tersendiri karena mereka sudah ‘radikal’.
BACA JUGA: Suhardi Alius Beber 3 Kunci Penanggulangan Terorisme
Kalau tidak dimonitor dan diperhatikan, mereka bisa menjadi ancaman.
Apalagi, tidak hanya fighter-nya, tapi ada keluarga yaitu istri dan anak sehingga harus ada penanganan khusus.
BNPT sudah beberapa kali memulangkan keluarga FTF dari Turki ke Indonesia. Mereka tetap ditangani secara intensif bersama stakeholder lain seperti Kementerian Sosial dan Kepolisian agar tidak merasa dimarginalkan.
Artinya, mereka harus disentuh dan terus dilakukan upaya untuk mereduksi tingkat radikal.
Dengan demikian, mereka nantinya bisa kembali di tengah masyarakat dan bisa berreintegrasi secara sosial.
“Itulah yang kami bahas di forum ini. Banyak negara peserta sangat tertarik belajar dengan cara-cara soft approach Indonesia dalam menangani keluarga FTF ini. Selain itu, kami juga bahas berbagai persoalan yang terjadi di negara-negara lain,” tutur mantan Kabareskrim Polri ini.
Suhardi menambahkan, di Indonesia, sejauh ini banyak titik masuk FTF, terutama melalui bandara-bandara internasional seperti Soekarno Hatta, Juanda, Ngurah Rai, dan lain-lain.
Karena itu, BNPT juga terus melakukan kerja sama dengan pihak terkait seperti pemerintah daerah, kepolisian, dan Imigrasi.
BNPT juga telah bekerja sama dengan otoritas keamanan Turki untuk mengawasi daerah perbatasan dengan Suriah.
Tujuannya, mereka bisa memberikan informasi lebih awal bila ada FTF asal Indonesia yang akan kembali.
“Dengan begitu kami bisa monitoring keberadaan mereka. Kalau informasi itu terlambat dan mereka sudah tersebar di sini, akan lebih sulit mendeteksi dan kemudian menangani mereka,” imbuh Suhardi. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Indonesia - Singapura Kerja Sama Penanggulangan Terorisme
Redaktur & Reporter : Ragil