Seorang pemilik properti di Amerika Serikat dilaporkan membunuh seorang anak laki-laki Muslim, serta melukai ibunya, akibat kebencian terhadap Islam atau Islamofobia.
Pria berusia 71 tahun tersebut yang dituduh melukai penyewa rumahnya yang berusia 32 tahun dan membunuh putranya.
BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Penembakan Menghentikan Pertandingan Sepak Bola di Belgia
Pria tersebut kini menghadapi dakwaan melakukan kejahatan rasial.
Korban yang tewas bernama Wadea Al-Fayoume, seorang anak laki-laki keturunan Palestina yang baru berusia enam tahun.
BACA JUGA: Sejumlah Warga Indonesia di Australia Merasa Tidak Nyaman Mendukung Palestina
Menurut kantor polisi Will County di Illinois, perempuan tersebut menelepon layanan darurat untuk melaporkan pemilik rumahnya yang tiba-tiba menyerangnya dengan pisau.
Anak laki-lakinya dinyatakan meninggal di rumah sakit dengan hasil otopsi yang menunjukkan ia sudah ditikam puluhan kali.
BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Australia Tolak Badan Penasihat Warga Pribumi Masuk Dalam Konstitusi
Pihak berwenang mengatakan tersangka ditemukan hari Sabtu, sedang duduk di luar dekat jalan masuk ke rumah tersebut dengan luka di dahinya.
Kantor polisi mengatakan Joseph M Czuba didakwa dengan pembunuhan 'first-degree', percobaan pembunuhan 'first degree', dua tuduhan kejahatan kebencian, serta penyerangan dengan senjata mematikan.
Ia ditahan hari Minggu dan sedang menunggu sidang di pengadilan.
Polisi menuduh ia menargetkan ibu dan anaknya karena mereka Muslim.
"Detektif yakin jika kedua korban dalam serangan brutal menjadi sasaran karena mereka beragama Islam dan konflik Timur Tengah yang sedang berlangsung yang melibatkan Hamas dan Israel," bunyi pernyataan polisi.
Pihak berwenang awalnya tidak merilis nama kedua korban.
Namun paman dari anak tersebut, Yousef Hannon, berbicara pada konferensi pers yang yang digelar lembaga Council on American-Islamic Relations cabang Chicago, hari Minggu.
Organisasi tersebut mengidentifikasi identitas dari korban serta ibunya.
"Kami bukan binatang, kami adalah manusia," kata Yousef.
"Kami ingin orang-orang melihat kami sebagai manusia, merasakan kami sebagai manusia, memperlakukan kami sebagai manusia, karena inilah kami."
Ahmed Rehab, direktur eksekutif dari organisasi tersebut, mengatakan: "Warga Palestina, sekali lagi, yang merasa sakit hati atas apa yang terjadi pada rakyatnya juga jadi harus takut tentang keselamatan hidup dengan tinggal di sini, di negara demokrasi paling bebas di dunia."
Dalam beberapa hari terakhir, polisi di sejumlah kota di Amerika Serikat meningkatkan kewaspadaan atas kemungkinan kekerasan yang didorong oleh sentimen Islamofobia dan antisemitisme.
Lembaga FBI, bersama dengan kelompok Yahudi dan Muslim, melaporkan meningkatnya kebencian dan ancaman.
Organisasi tersebut juga menyebut kejahatan kebencian sebagai "mimpi terburuk kami", serta melihat adanya lonjakan laporan dan kiriman email yang meresahkan sejak pecahnya perang Palestina dan Israel.
Kelompok tersebut mengutip beberapa pesan yang diterima warga Muslim jika penyerangnya mengirimkan pernyataan-pernyataan yang meremehkan umat Muslim.
Direktur FBI Chris Wray mengatakan FBI bergerak cepat untuk mengurangi ancaman tersebut.
Seorang pejabat senior FBI yang berbicara tanpa mau disebutkan namanya karena aturan di FBI, mengatakan sebagian besar ancaman yang ditanggapinya dinilai tidak kredibel, tapi mereka menanggapi ancaman dengan serius.
Ia mengatakan para agen diminta untuk bersikap "agresif" dan proaktif dalam berkomunikasi selama sepekan terakhir dengan para pemimpin umat beragama.
Ia menambahkan maksudnya bukan untuk membuat siapa pun merasa menjadi sasaran, melainkan untuk meminta para ulama dan pemimpin agama lainnya melaporkan kepada penegak hukum jika melihat sesuatu yang mencurigakan.
AP
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dunia Hari Ini: Australia Akan Menggelar Referendum Sabtu Besok